Selasa, 14 Desember 2010

Tiga Orang yang Berlatih Kungfu


kisah ke-9 dari buku "Satu Mimpi Satu Dunia"


Di Danau Daun, saya amat rindu pada umat tahap awal Zhenfo Zong.
Dulu, ada tiga orang umat yang berlatih silat kungfu.

Yang pertama bernama Xu Shuiwang, perawakannya tinggi dan gagah. la berhasil menguasai Kungfu Tudung Lonceng Emas. la didorong sepuluh orang pun tak tergoyahkan. Kungfu ini dinamakan 'berakar di tanah', meski badannya ditinju bertubi-tubi, dirinya bergerak pun tidak, merintih pun tidak. IImu silatnya hebat.

Saya masih ingat ketika pertama kali kembali ke Taiwan, Xu Shuiwang ternyata sudah jatuh sakit. Tak disangka itu adalah pertemuan kami yang terakhir kalinya. Lalu ia pun mangkat pada usia yang belum terlalu tua.

Batinku amat sedih!

Yang kedua bernama Zhang Huangming. la sudah lama berguru padaku. la berjanggut hitam dan panjang, berperawakan tinggi besar, dan menguasai ilmu silat dengan hebat karena sejak kecil sudah berlatih kungfu. Zhang Huangming sangat saleh. Sepasang matanya tajam bersinar.

Namun ia juga sudah mangkat pada usia yang tidak terlalu tua. Banyak orang mengenal diri Zhang Huangming. Saya merindukannya dan merasa iba padanya, air mataku terus berderai.

Yang ketiga bernama Zheng Yuxin. Perawakannya kekar, ilmu silatnya juga hebat, pernah bertarung di pentas kungfu.

Kungfunya nomor satu, jurus Tapak Bagua pun sudah mahir dikuasainya. Ketika usianya sekitar lima puluhan, ia masih kuat memasang kuda-kuda tunggal. Kelenturan tubuhnya dikagumi banyak orang.

Zheng Yuxin pernah memperagakan kungfunya di Vila Pelangi. la juga berlatih Tapak Besi, dan kemampuannya sangat luar biasa. Yang tak disangka-sangka adalah, ia juga sudah mangkat. Saya sedang berada di Danau Daun ketika ia wafat. Tubuh bardonya datang menemuiku, dan jumlah arwah yang datang menyertai dirinya tidaklah sedikit.

Saya mengantar kepergiannya. Saya tak dapat menahan sedih, hatiku memilu!

Saya menulis tentang ketiga umat yang berlatih kungfu ini agar kita semua mengenal fakta ilusi. Ingat: dunia ini anicca, bumi ini rapuh, empat elemen itu duka dan sunya. Dalam panca skanda tiada keakuan, proses dari muncul hingga lenyap mengalami bentuk- tahan-rusak -kosong.

Ada saatnya kuat ada saatnya lemah.
Ada saatnya lahir ada saatnya mati.
Ada saatnya kumpul ada saatnya pisah.

Anicca itu memang cepat adanya. Saya adalah seorang sadhaka yang berperasaan, bagaimana saya tidak merindukan tiga umat senior yang berlatih kungfu ini. Hidup bagaikan sebuah mimpi, BETAPA SINGKATNYA KEBERSAMAAN. Satu mimpi satu dunia.

Saya berlatih cahaya terang, mempersembahkannya pada sepuluh penjuru Buddha. Cahaya memasuki hati Buddha, kembali memasuki hati saya, kemudian memancar ke seluruh makhluk enam alam kehidupan di sepuluh penjuru. Menyelamatkan makhluk luas agar terbebas dari samsara Langsung menuju Sukhavatiloka. Menempuh alam suci itu adalah hal yang paling utama. Saya katakan, sekalipun berolah tubuh sekuat apa pun, toh akan rapuh, sang waktu tidak pernah memberi ampun!