Jumat, 22 Desember 2017

Merasa Bersalah Kepada Para Penghujat


Pernah suatu kurun waktu saya mengalami hujatan dari pihak luar secara bertubi-tubi yang tak pernah terjadi sebelumnya, gencarnya seperti angin topan, gempa, bencana kebakaran, banjir bandang. Saya dikepung dari berbagai penjuru, serangan demi serangan silih berganti, mereka mengoordinasikan sebuah kekuatan besar lalu melancarkan aksi menyeluruh.
Para penghujat ini menggunakan segenap daya upaya, beberapa koordinator mengerahkan segenap akalnya, menulis artikel di internet ataupun media massa, mempertunjukkan kebolehan mereka dalam urusan hina-menghina.
Tepat pada masa itu, ada seorang sahabat lama saya naik ke gunung demi bertanya kepada saya perihal ‘hujatan’ tersebut.
Ia bertanya, “Mahaguru Lu! Apa kesan Anda terhadap semua hujatan tersebut?”
Saya menjawab, “Tidak berkesan.”
Ia tercengang, lalu berkata, “Perkataan mereka sungguh menakutkan! Tidak tahukah Anda?”
Saya menjawab, “Saya tentu mengetahui banyak orang menghujat saya, meskipun demikian, saya sama sekali tidak terpengaruh!”
Ia berkata, “Saya sudah membaca artikel hujatan tersebut, bahkan saya bukan sebagai orang bersangkutan saja merasa terguncang dan iba kepada Anda, bagaimana mungkin Anda sama sekali tidak terpengaruh?”
Saya dengan tenang berkata, “Jujur kata, hujatan yang membeludak tersebut, satu kata pun tidak pernah saya baca.”
Ia berkata, “Tidak mungkin! Semua orang ingin membacanya, bahkan saya pun penasaran dan membaca satu per satu artikel tersebut, bagaimana mungkin Anda tidak baca?”
Saya berkata, “Saya tidak punya telepon genggam, tidak punya tablet, tidak punya laptop, bahkan saya tidak bisa menjelajahi internet, bagaimana membacanya?”
Ia bertanya, “Bukankah umat bisa mengunduhnya untuk Anda?”
Saya menjawab, “Memang betul ada yang mengunduhnya untuk saya, tetapi saya tidak punya waktu untuk membacanya, langsung dibuang ke tong sampah.”
Ia bertanya, “Apa mungkin tidak ada yang menuturkannya kepada Anda?”
Saya menjawab, “Ada, tetapi begitu ia buka mulut, saya langsung berkata tidak perlu diteruskan, saya tidak bakal mendengarnya.” Lantas balik badan dan melangkah pergi.
Ia bertanya, “Apa mungkin tidak ada yang membicarakannya?”
Saya menjawab, “Mereka tahu saya tidak bakal mendengar maupun membicarakannya, sehingga jarang yang membicarakannya.”
Ia bertanya, “Apa prinsip Anda?”
Saya menjawab:
“Tidak melihat.”
“Tidak mendengar.”
“Tidak berbicara.”
Sahabat yang bersimpati kepada saya ini berjalan lamat-lamat lalu turun gunung!
Terus terang saya katakan kepada para pembaca, saya merasa bersalah kepada para penghujat saya.
Mengapa? Sebab mereka telah memeras otak dengan segenap upaya menghina dan mencaci-maki lewat berbagai artikel, malah satu kata pun tidak pernah saya baca.
Saya merasa bersalah terhadap mereka yang telah membuang waktu, tenaga, dan uang, tetapi justru satu kata pun tidak saya baca.
Mohon maaf sebesar-besarnya! Sungguh tidak enak hati terhadap jerih payah dan semangat kalian.....................

Minggu, 29 Oktober 2017

Manusia dan Makhluk Halus Tiada Beda



Sepengetahuan saya, manusia dan makhluk halus tiada bedanya.
 
Adapun bedanya, sebagai berikut:
- Manusia mempunyai raga jasmani, makhluk halus tidak mempunyai raga jasmani.
- Manusia berenergi Yang, makhluk halus berenergi Yin.
- Manusia mati menjadi makhluk halus, makhluk halus mati menjadi manusia.

Demikianlah transformasi dari wujud yang satu ke wujud yang lain, sehingga disebut ‘bagaikan mimpi dan ilusi’. Sama sekali tidak salah jika dikatakan seperti mimpi ataupun sandiwara.

Di alam manusia terdapat negara, ras, keluarga, dan individu, yang mana semuanya melakoni sandiwaranya masing-masing.

Alam halus juga terdapat negara, ras, keluarga, dan individu, yang mana semuanya melakoni sandiwaranya masing-masing.

Coba direnungkan, jika makhluk halus dikatakan muskil, lantas apa yang tidak muskil dari manusia?

Perihal negara, ras, keluarga, dan individu, yang mana yang tidak muskil?

Ketahuilah, alam halus juga sangat semrawut seperti alam manusia. Makhluk halus juga ada yang saleh, ada yang jahat, juga mempunyai perasaan bahagia, marah, sedih, dan gembira. Sesama makhluk halus juga bisa saling berseteru.

Manusia saling bersaing.

Makhluk halus juga saling bersaing.

Pada umumnya, makhluk halus takut pada manusia, hal ini dikarenakan manusia berenergi Yang, sedangkan makhluk halus berenergi Yin, energi Yin gentar terhadap energi Yang.

Makhluk halus mengganggu manusia dikarenakan beberapa hal, sebagai berikut:

1. Manusia menyerobot ke alam halus, mengganggu ketenangan makhluk halus, sehingga mereka menjelma wujud untuk mengusir manusia.


2. Makhluk halus berharap dapat dipuja manusia, sehingga sesekali suka memamerkan kekuatan gaib supaya manusia berkenan memuja dan memberi sesaji kepada mereka.



3. Ada juga makhluk halus berkekuatan besar yang suka berbuat ulah, tetapi mereka menghindari manusia yang berenergi Yang kuat, sebaliknya akan merasuki manusia yang bernasib buruk.



4. Manusia yang mendapat kerasukan akan jatuh sakit akibat gangguan makhluk halus. Ada pula yang saling memperalat, seperti yang bermata pencaharian sebagai medium.



5. Beberapa makhluk halus berperangai ganas yang semasa hidupnya diperlakukan semena-mena, mati dengan membawa rasa dendam dan amarah, lalu meminta izin Dewa Baka untuk membalas dendam di alam manusia.


Yang tersebut di atas adalah beberapa penyebab gangguan makhluk halus.

Ketahuilah, apabila manusia tidak menarik perhatian makhluk halus, makhluk halus tidak bakal tertarik pada manusia. Manusia bisa kesambet makhluk halus, pemicunya karena manusia itu sendiri.

Contoh:
- Orang yang berhawa nafsu besar akan ditempel hantu cabul.
- Orang yang berjiwa beringas akan ditempel hantu ganas.
- Orang yang berhati saleh akan ditempel hantu baik hati.
- Orang yang suka memburu harta akan ditempel hantu materi.
- Orang yang gemar berjudi akan ditempel hantu judi.
- Orang yang berjiwa sadis akan ditempel hantu jahat.
- Orang yang berjiwa pendendam akan ditempel hantu dengki.
- Orang yang mengidap penyakit autis akan ditempel hantu penyendiri.
- Orang yang mengidap penyakit depresi akan ditempel hantu temperamental.


Semua ini menunjukkan bahwa faktor pemicunya adalah manusia itu sendiri.

Saya pernah melihat:
- Seorang hartawan melintas, disertai oleh puluhan makhluk halus pecinta harta.


- Seorang wanita nakal berpenampilan menggoda, disertai oleh banyak hantu cabul.



- Seorang yang haus tahta, disertai oleh hantu pemburu tahta.



- Seorang yang berakhlak sejati, di sekelilingnya tidak ada makhluk halus.


Makhluk halus berani mengintimidasi atau tidak, semuanya berpulang pada batin manusia yang bersangkutan.

Apakah di samping Anda ada makhluk halus?

Ketahuilah, hal ini tidak perlu bertanya kepada saya, cukup tanyakan hati sendiri. Apakah ada perasaan bersalah?

Jika ada perasaan bersalah, wajar bila ada makhluk halus.

Jika tiada perasaan bersalah, niscaya tidak ada makhluk halus.


*sumber: Buku ke-243 -- Kisah Serba Muskil
http://tbsn.org/indonesia/news.php?cid=23&csid=254&id=4

Penuturan Seorang yang Hidup Kembali



Berikut sebuah penuturan dari Lianhua Pinde:
Ayah saya bernama Lianhua Guizhuan, selama ini beliau telah bersarana kepada Guru-guru dari berbagai aliran Buddhis seperti berikut:
- Aliran Sukawati, fokus menyebut nama Buddha.
- Aliran Zen, mempelajari jhana.
- Aliran Tantra Kagyu, mendalami Mahamudra.
- Aliran Theravada, menekuni Sila Vinaya.

Ayah saya hobi bergonta-ganti tempat ibadah. Jika Bhiksu Jepang yang berkunjung ke Taiwan, dari sekte seperti: Nichiren, Agon, Shinri Takahashi, Kiriyama Seiyu, dan sebagainya, ia pasti menghadiri semua ceramah Dharma mereka.

Ia juga pergi ke India, mengunjungi tempat pelatihan spiritual di sana. Selama berbulan-bulan tinggal di tempat ibadah dan berbaur langsung dengan sekte seperti Ananda maupun Sai Baba.

Ia mengunjungi Tibet, Nepal, Sikkim, Bhutan, bersarana kepada beberapa Rinpoche dan Bhiksulama di sana, seperti: Jumkun Kuntrul, Jamyang Khyentse, Urgyen Trinley, Tulku Urgyen, Chiqing, Jiazha….

Begitu mendengar saya hendak bersarana kepada Guru Lu, ayah juga mengikuti saya ke Vihara Vajragarbha Taiwan. Ia menerima Abhiseka Sarana dari Guru Lu dan turut menjapa “Om. Guru. Lian Sheng Siddhi. Hum”.


Suatu hari, ayahanda jatuh sakit, badan panas dingin, tidak sadarkan diri selama 3 hari. Pihak rumah sakit menyatakan ayahanda sedang dalam kondisi kritis.

Setelah beliau sadar dari koma, ia memberitahu kami kejadian sebagai berikut:
Ternyata ia telah memasuki alam baka, ia melihat banyak orang berada dalam barisan. Sewaktu tiba gilirannya, ia berkata kepada Raja Baka, “Saya adalah penganut ajaran Buddha.”

Raja Baka berkata, “Anda bukan penganut ajaran Buddha, tetapi penganut ajaran gado-gado.”

Ia berkata, “Saya bisa melafalkan Sutra Hati.”

Raja Baka berkata, “Coba lafalkan!”

Ia melafalkan Sutra Hati dalam bahasa mandarin dengan lancar, kemudian melafalkannya sekali lagi dalam bahasa Tibet.

Raja Baka berkata, “Pelafalan dengan mulut tidak dengan hati, terlebih lagi tidak memahami Kebenaran Sejati.”

Raja Baka lanjut berkata, “Anda bisa baca mantra?”

Ia mulai membaca mantra, yang bisa diingat, semuanya dibaca.
Raja Baka berkata, “Seperti burung beo meniru suara.”

Terakhir, ia membacakan sebait mantra berbunyi, “Om. Guru. Liansheng Siddhi. Hum”.

Raja Baka berkata, “Ini baru mantra yang paling berbobot!”

Ia bertanya, “Berbobot bagaimana?”

Raja Baka menjawab:
“Sebagaimana tubuh penjelmaan teratai. Berkat sebait kalimat ini, Anda tidak perlu berada di alam baka, kembalilah ke alam manusia untuk berbhavana!”

Oleh sebab itu, Lianhua Guizhuan, ayahanda dari Lianhua Pinde, sadar dari koma, dan penyakitnya pun sembuh.

Lianhua Pinde berkata:
“Ternyata yang paling berbobot adalah Mantra Padmakumara!”


*sumber; http://tbsn.org/indonesia/news.php?cid=23&csid=254&id=9
Buku ke-234 -- Kisah Serba Muskil

Masuk ke Negeri Setan Raksasa



Suatu malam, saya masuk ke negeri setan raksasa, ini adalah sebuah negeri yang sangat menakutkan, ada setan berkepala besar, setan kotor, setan bermata satu, setan tak bertangan, setan tak berkaki, setan iga. 

....

Ada semacam setan yang sangat istimewa, organ dalam tubuh tergantung di luar tubuh, sekujur tubuh dirayapi oleh serangga.

Perilaku setan-setan ini:
- Asusila.
- Makan darah segar.
- Bicara cabul.
- Aneh.
- Memanjatkan kitab aneh.
- Menyembahyangi hantu.
- Telanjang.
- Saling membunuh, mengunyah tangan dan kaki.

Singkat kata, saya tidak mampu menggambarkan negeri setan raksasa, karena negeri ini, dunia setan raksasa ini, benar-benar adalah kota dosa, merubuhkan pemikiran saya, sepanjang hidup saya, tidak pernah terpikirkan ada dunia seperti ini. Di dalam pemikiran saya, tidak ada konsep seperti ini.

*

Saya teringat dengan orang-orang punk, pix, pecundang, hippie, preman berkumpul. Seperti sebuah rumah sakit jiwa yang tak bertepi.

Saya menerobos di antaranya.

Para setan melihat kedatangan saya, sekelompok setan menyerbu, saya melarikan diri, mereka mengejar, saya melarikan diri ke setumpuk reruntuhan.

Yang menakutkan adalah:
Saya menemukan Dharmaduta Zhenfo Zong. Di antaranya ada upasaka/sika dan bhiksu/ni.

Oh, Tuhan! Saya terperanjat.

Tak disangka mereka masuk ke negeri setan raksasa.

Sebagian sedang makan tanah. (hanya karena menelan mahavihara, vihara, dan cetiya)

Sebagian makan tembaga dan besi. (hanya karena menelan materi insan)

Sebagian minum darah. (keserakahan untuk memberi makan keluarga mereka)

Sebagian makan tulang manusia. (keserakahan akan rupa)

Sebagian berkomat-kamit, berkeliaran tanpa tujuan. (kehilangan sradha)

......

Semua ini melanggar Samaya.
Jijik! Jijik! Amis! Amis!

Orang-orang tersebut, jiwa dan raga mereka bernanah, sekujur tubuh menebarkan bau tidak enak, orang yang sangat menderita tak tertahankan, melihat kedatangan saya.

Ada yang tertawa bodoh.
Ada yang memperlihatkan taring dan memainkan cakar.
Ada yang melarikan diri.
Ada yang menengadah dan menggoyangkan ekor.

Saya melihatnya, tidak habis pikir, sangat tidak berdaya.

*

Saat ini, ada seberkas cahaya datang, muncul Dewa Samaya, dewa memancarkan sinar keemasan, tangan memegang penggaris Sila.

Ia berkata:
Semua benda yang dibuat, berakhir dengan kerusakan; semua kekayaan yang dikumpulkan, berakhir dengan kehabisan; semua pria dan wanita yang berwujud, berakhir dengan perpisahan; kehidupan apapun, akhirnya adalah kematian; semua bhajana-loka, berakhir dengan kehilangan.

Dengan demikian, masihkah serakah?
Dengan demikian, masihkah benci?
Dengan demikian, masihkah bodoh?

Mahaguru Lu! Anda harus beritahu orang-orang ini!

Saya berpikir:
Segala sesuatu di dalam tumimbal lahir, sungguh tidak ada artinya, hanya sumber penderitaan saja.

Saya sendiri juga harus sadar.
Kemudian menyadarkan insan lain.

Karena segala sesuatu di dunia manusia "tidak ada yang didapatkan", kita harus ada niat meninggalkan samsara dan terbebaskan.

*

Siswa mulia yang terkasih!

Saya prihatin dengan orang-orang yang terjatuh ke dalam negeri setan raksasa!

Berhati-hatilah! Berhati-hatilah!


sumber: http://tbsn.org/indonesia/news.php?cid=23&csid=252&id=8962
Buku ke-241 -- Bertemu Yidam

Om Guru Liansheng Sidhi Hum

Hantu Anak Perempuan di dalam Saku


Saat awal melatih diri, Bhiksu Liaoming menghendaki saya agar sepenuh hati dan sepenuh tenaga terjun ke dalam usaha menyingkirkan kerisauan dan pengembangan hati dan pikiran.

Bhiksu Liaoming berkata, “Kerisauan itu selalu ada, hanya dapat disingkirkan dan diuraikan dengan mata prajna.”

Saya mengerti, “Kerisauan laksana ombak, satu ombak belum reda, datang lagi ombak lain. Satu-satunya cara menghentikan kerisauan adalah menguraikan dan menyingkirkannya.”

Sementara, Buddha Sakyamuni menyingkirkan seluruh kerisauan dengan ‘sunya’.

Pangan – persembahan.
Sandang – simabandhana.
Papan – tidur bersinar.
Transportasi – ketekunan.


Sesungguhnya, setiap sendi kehidupan tidak dapat luput dari kerisauan, namun, sadhaka justru memperbaiki dan melatih diri dengan tekun lewat ‘memfokuskan pikiran’.

Misalnya:
Menulis buku, saya menulis satu artikel setiap hari untuk mengatasi kemalasan.

Bersadhana, saya bersadhana sehari sekali untuk mengatasi kekesalan.
Jika lelah, saya istirahat sebentar, begitu bangun, saya bermeditasi.

Saya mengenakan 3 jubah (pakaian dalam, baju atasan, dan rompi).

Suatu kali.
Saya membentuk mudra di baju atasan saya, di dalam saku baju atasan tak disangka mengeluarkan suara, “Mahaguru Lu, pelan-pelan.”

Saya bertanya, “Siapa?” Saya keheranan.

Ia menjawab, “Jangan tanya dulu siapa saya, mohon Anda jangan terlalu kuat saat membentuk mudra, atau, saya tidak mampu sembunyi di dalam saku baju atasan Anda.”

Saya bertanya, “Anda dari mana?”

Ia menjawab, “Mahaguru Lu berjalan di rumah abu Shifang Dajue, saat saya melihat Anda, saya tahu bahwa Anda dapat melindungi saya, sehingga saya masuk ke dalam saku baju Anda.”

Saya akhirnya ingat, saya pergi ke Vihara Shifang Dajue, saat patroli ke rumah abu, saya melihat sebuah guci abu, di atas guci ditempel foto seorang mendiang, mendiang adalah seorang siswi SD yang cantik jelita dan wajahnya sangat imut.

Begitu hatiku bergerak, saya sempat mendesah, “Aduh! Kasihan!”

Tak disangka, hanya satu pikiran ini, si hantu anak perempuan pun sembunyi di dalam saku baju saya.

Saya bertanya, “Mengapa kamu masuk ke dalam saku baju saya?”

Hantu anak perempuan menjawab, “Menjelajahi sepuluh alam Dharma, belajar cara melatih diri Anda.”

Saya tertegun begitu mendengarnya. Ternyata begitu pikiran seseorang bergerak, makhluk halus pun tahu. Dalam hati saya berpikir, apakah hantu siswi SD ini mempengaruhi pembinaan diri saya?

Hantu anak perempuan berkata, “Mahaguru, tenang saja, saya hanya menumpang di dalam saku Anda, tidak berpengaruh sedikit pun pada Anda. Anda boleh anggap saya tidak ada, juga tidak perlu menghiraukan saya. Saya hanya sesosok hantu anak perempuan, tidak akan mempengaruhi Anda, saku Anda hanya hotel untuk saya menumpang sementara, saat saya mau pergi, saya akan pergi dengan sendirinya.”

Tak disangka, ia langsung mengetahui pikiran saya.
Belakangan, saya malah lebih memperhatikannya, saya melindunginya, ia takut guntur, ia takut cahaya matahari pada siang hari, ia takut pisau yang runcing, saya selalu melindunginya.

Belakangan, saat ia pergi, ia sempat berkata, “Anda terlalu welas asih, Anda sangat baik hati, saya ingin sekali mencintai Anda!”

Ha! Ia benar-benar sesosok hantu anak perempuan yang polos dan lugu!


*sumber: http://tbsn.org/indonesia/news.php?cid=23&csid=270&id=9

Kamis, 10 Agustus 2017

MEMBAKAR KERTAS SEMBAHYANG


      Banyak orang berpendapat bahwa membakar kertas emas (kertas sembahyang) sebagai persembahan kepada Buddha, Bodhisattva, Dewa Pelindung, para mahhluk suci, maupun roh leluhur adalah suatu hal yang sama sekali tidak berguna dan harus segera dihentikan.

        Namun, coba pikiran hal berikut ini. Bila membakar kertas sembahyang adalah suatu hal yang semu dan tak ada gunanya, bukankah memelihara dan memuja patung Buddha juga merupakan hal yang semu? Sebenarnya, kedua hal diatas (membakar kertas maupun memuja patung Buddha) merupakan contoh dari metode "menggunakan yang semu untuk melatih yang asli". Contoh ketiga adalah tubuh fisik kita sendiri. Tubuh fisik kita ini terbuat dari 4 unsur (air, api, udara, tanah) dan panca-skandha. Untuk mencapai penerangan sempurna, kita (orang orang yang membina diri) menggunaka tubuh fisik ("diri kita yang semu") untuk menemukan "diri kita yang asli" (keBuddhaan). Kita melatih diri kita terus menerus sehingga sifat Buddha diri kita menampakkan diri. Penekanannya adalah pada "membina diri".

        Sewaktu kita melakukan puja bakti kepada para Buddha dan Bodhisattva, sepertinya kita memuja objek objek seperti kayu, batu, tembaga, atau porselin. Namun, dengan bervisualisasi bahwa para Buddha dan Bodhisattva yang sebenarnya menampakkan diri mereka di hadapan kita dalam bentuk yang terukir pada patung-patung tersebut, kita sebenarnya melatih diri dengan metode "menggunakan yang palsu untuk melatih yang asli".

        Ketika kita membakar kertas sembahyang sebagai suatu persembahan kepada para Buddha, Bodhisattva, Dewa Pelindung, dan makhluk suci lainnya, kita mengharapkan mereka menampakkan diri pribadi mereka untuk menerima persembahan kita itu. Bila hal yang sama dilakukan sebagai persembahan kepada roh-roh leluhur, kita mendoakan mereka supaya mendapatkan kebahagiaan dan kesehatan. Sekali lagi, ini merupakan metode "menggunakan yang palsu untuk melatih yang asli". 

        Acarya Lian-han menanyakan perihal "membakar kertas sembahyang" ini kepada Maha Acarya Lu Sheng Yen. Beliau menjelas­kan didalam ceramah beliau, "Asalkan anda mempunyai pengertian tentang doktrin bahwa segala sesuatunya adalah dari pikiran, maka tidak akan muncul kontroversi."

        Membakar kertas sembahyang memang suatu hal yang semu. Demikian pula semua Dharmapun sebenarnya adalah semu. Namun, dengan membayangkan bahwa hal tersebut tidak semu, maka benar- benar terjadilah bahwa hal tersebut tidaklah semu. Supaya hasilnya menjadi efektif, kita harus mempunyai keyakinan bahwa membakar kertas sembahyang itu adalah suatu hal yang nyata dan bernilai. Karena daya pikir kita itu, maka jadilah kegiatan itu suatu hal yang nyata dan bernilai. Roh-roh leluhur kita memang menginginkan kertas-kertas sembahyang itu. Sedangkan kita membakar kertas-kertas sembahyang itu sebagai cara kita untuk menyampaikan hormat dan rasa welas asih kita kepada mereka.  Bila keinginan dan tujuan kedua belah pihak dapat tercapai dengan teknik membakar kertas sembahyang ini, mengapa harus mengharamkan teknik ini?
      
        Membakar kertas sembahyang, memuja patung Buddha, menyebut nama Buddha, dan membayangkan wajah Buddha yang agung, semuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu melatih kekuatan kemauan/pikiran kita.

        Membakar kertas sembahyang dengan mengggunakan kekuatan pikiran dapat mengundang kehadiran para Buddha, Bodhisattva, dan para roh leluhur kita.  Para roh leluhur kita akan dapat terlahir di tanah suci (surga).

Sebuah kisah
        Kisah ini adalah mengenai seorang muda di Taiwan. Maha Acarya Lu Sheng Yen menjadi saksi peristiwa ini.

        Anak muda ini menderita penyakit yang sudah tak dapat disembuhkan. Sehari sebelum ajalnya tiba, ia masih merasa segar. Kedua matanya masih terang; ucapannya masih dapat dimengerti; ia tidak terlihat bingung. Namun ia berkata kepada kedua orang tuanya: "Ada banyak orang berdiri mengelilingi saya.  Sebagian diantara mereka saya kenal. Yang lainnya tidak. Mereka meminta uang dari saya. Bila tidak saya berikan, mereka tidak akan membiarkan saya pergi."

        "Tetapi tidak ada orang disini, hanya kami berdua, " kata orang tuanya.

        "Sungguh, mereka ada disini.  Bahkan paman yang meninggal tahun lalu ada disini.  Ia berusaha menarik saya tapi tidak berhasil."

        Kedua orang tuanya terkejut dan segera menaruh sejumlah uang di tangan putranya itu.  Ia melihat apa yang ditangannya itu dan berkata, "Ayah dan ibu, apa yang kalian berikan kepada saya bukanlah jenis uang yang diinginkan."

        "Tetapi ini adalah uang sungguhan, anakku!", kata orang tuanya dengan rasa takut.

        "Sungguh, ini bukan uang."

        Sang ibu mendapat ilham dan segera pergi ke toko terdekat untuk membeli banyak uang kertas sembahyang dan kemudian menaruh­nya di tangan putranya sambil bertanya apakah itu uang yang dimak­sud.

        Sang putra tersenyum dan berkata, "Benar, ini uang yang sebenarnya." Sehari sesudah itu, ia meninggal dunia.

        Ini merupakan kisah nyata. Orang yang mengisahkan cerita ini kepada saya (Maha Acarya Lu Sheng Yen) mengucurkan air mata sewaktu bercerita.
     
        Saya ingin menjelaskan bahwa banyak kejadian aneh terjadi ketika seseorang hampir menjelang ajalnya. Kebanyakan keluarga mempunyai semacam pengalaman mengenai hal ini. 

        Isu penting lainnya adalah mengapa kertas sembahyang yang dicetak di dunia ini dapat digunakan oleh dunia lain? Ini merupakan topik yang kontroversil. Neraka merupakan sebuah dunia roh. Kertas sembahyang yang dicetak oleh manusia, setelah dibakar, dapat berubah menjadi sesuatu yang bernilai kebatinan dengan menggunakan kekuatan kemauan kita.


*dikutip dari e-book Padmakumara-3, bab ke-1, kisah ke-1

Rabu, 09 Agustus 2017

CERAMAH "BERBAGAI ASPEK AGAMA"

(Rintangan dalam pembabaran dharma Buddha kepada para insan)

Ceramah Dharma Maha Acarya Lian Shen Lu Sheng Yen tanggal 22 November 1986 di Redmond, Washington
dikutip dari buku Padmakumara 15, artikel ke-7

Upaya menolong para insan untuk mencapai Penerangan merupakan sebuah tugas yang sulit dan penuh dengan rintangan. Orang kaya sulit percaya tentang pentingnya pelatihan rohani karena bagi mereka, uang itu sangat berkuasa. Orang orang yang berstatus sosial tinggi biasanya juga tidak mudah percaya karena mereka menganggap diri mereka sendiri jauh tinggi dibandingkan segala hal lainnya. Orang orang yang sangat sehat juga sulit percaya karena mereka merasa bahwa kepalan tinju mereka cukup kuat untuk bahkan mengalahkan para dewa.

Adakalanya pula, semakin berpengetahuan seseorang, semakin sulit baginya untuk mempunyai keyakinan rohani. Ia mungkin merasa bahwa ia sudah begitu pintar sehingga ia enggan untuk menaruh kepercayaan kepada orang lain.

Orang orang yang panjang umur juga adakalanya sulit menerima keyakinan rohani karena mereka merasa bahwa hidup mereka selama ini sudah berjalan lancar tanpa perlu keyakinan rohani.
Sakyamuni Buddha berkata bahwa para dewa di alam alam surga tidak menaruh keyakinan pada keberadaan para Buddha. Karena para dewa ini menikmati pahala surgawi yang sangat besar, mereka tidak merasa perlu untuk percaya kepada para Buddha. Sakyamuni Buddha mengingatkan semua siswa nya untuk tidak mengejar keberuntungan dan untuk tidak bergulat untuk mau terlahir di alam alam dewa (surga). Ini karena kelahiran di alam alam surga (dewa) bisa kemudian mengakibatkan kelahiran di alam-alam neraka. Setelah seseorang menjadi dewa yang menikmati keberuntungan setiap hari, ia bisa saja akhirnya masuk ke dalam neraka sewaktu pahala nya habis. Jadi, orang orang yang menikmati keberuntungan juga tidak mudah untuk mempunyai keyakinan rohani.

Banyak orang yang berstatus sosial tinggi tidak beranjali (merangkapkan kedua tangan) sewaktu datang mengunjungi saya. Mereka menganggap diri mereka lebih tinggi. Mengapa mereka harus merangkapkan kedua tangan untuk menghormati seorang biksu pendek?

Banyak orang kaya yang datang mengunjungi saya juga tidak merangkapkan kedua tangan untuk memberi salam kepada saya. Di dalam benak, mereka berkata, "Saya bisa mengubur mu dengan uang saya."

Orang orang yang berusia lebih tua dari saya seringkali juga tidak merangkapkan kedua tangan untuk menyalami saya sewaktu mereka datang kesini. Mereka berpikir, "Saya sudah lebih banyak makan asam garam dibandingkan kau."

Orang orang sehat dengan tubuh fisik yang kuat juga tidak beranjali sewaktu menyalami saya karena mereka merasa bahwa dengan sedikit dorongan saja saya sudah bisa dibuat terjungkal.

Jadi, tidaklah mudah membuat orang mempunyai keyakinan rohani. Juga pada umumnya sangat sulit bagi putra putri untuk meyakinkan orang tua mereka supaya berkeyakinan rohani.

Banyak orang-tua merasa bahwa karena mereka adalah pihak orang tua, maka mereka tidak boleh mendengarkan omongan anak anak mereka, meskipun apa yang dikatakan anak anak mereka sangat meyakinkan.

Semua ini adalah rintangan rintangan dalam pembabaran dharma Buddha kepada para insan. Jadi, setelah anda menyadari bahwa status tinggi, uang, dan kekuasaan bisa menjadi perintang dalam menjalankan kehidupan rohani, anda seharusnya tidak lagi melekat pada ide ide yang bersifat mementingkan diri sendiri. Sesungguhnya, tak ada pemuasan keinginan diri yang dapat disejajarkan dengan kebenaran dharma Buddha.

Saat ini, hati saya dipenuhi dengan emosi besar. Topik yang saya akan bicarakan pada malam ini adalah topik yang telah saya berusaha hindari selama 5 tahun terakhir semenjak tiba nya saya di Amerika Serikat. Topik nya adalah "Berbagai Aspek Agama". Mengapa saya menghindarkan diri dari diskusi tentang topik ini? Saya kuatir bahwa diskusi diskusi seperti ini akan mengakibatkan kritik terhadap agama-agama lain. Namun, sebuah kejadian kecil yang terjadi belum lama ini di rumah tangga saya membuat saya berkeyakinan bahwa membahas sedikit tentang topik ini adalah layak adanya.

Inilah yang terjadi. Seorang guru "les" kami bayar untuk datang ke rumah kami untuk memberi bimbingan pelajaran tambahan bagi kedua anak kami. Pada mulanya, segala sesuatu berjalan lancar dan tenang. Anak anak kami merasa senang, dan si guru "les" pun senang terhadap anak anak kami. Dibawah bimbingan yang baik dari si guru 'les', anak anak kami membuat kemajuan besar dalam pelajaran pelajaran sekolah mereka.

Pada suatu hari, si guru les menelpon kami untuk memberitahu bahwa ia tidak lagi dapat datang ke rumah kami untuk mengajar. Sewaktu kami bertanya apa alasan nya, ia memberitahu saya bahwa alasannya berkaitan dengan masalah agama. Ternyata, guru les itu adalah seorang Kristen. Setelah menyadari bahwa saya adalah seorang biksu Buddhis, ia berkata bahwa ia telah diganggu oleh perasaan berdosa karena [ia merasa] bahwa ia tidak boleh melayani orang kafir (orang berdosa). Kejadian kecil inilah yang membuat saya ingin membahas topik ini pada malam hari ini.

Bukanlah niat saya untuk mengeritik agama-agama lain karena kritik semacam itu sangat mudah menimbulkan konflik. Islam, Katolik, Kristen, Yahudi, ini semua sering disebut sebagai agama-agama monotheisme. Sedangkan, Hindu di India dan Taoisme di Cina sering disebut agama agama politheisme. Banyak orang juga menganggap bahwa Budhisme adalah sebuah agama politheisme. Sesungguhnya, semenjak semula, Sakyamuni Buddha hanya berbicara tentang "manusia" (insan). Beliau tidak berbicara tentang pemujaan "Buddha". Budhisme bukanlah agama politheisme. Budhisme mengajarkan manusia untuk menjadi Buddha dengan menyadari Kebenaran dan mencapai Penerangan Sempurna.

Meskipun topik pada hari ini diberi judul "Berbagai Aspek Agama", saya sesungguhnya adalah seorang yang menolak semua agama. Anda mungkin menganggap pernyataan saya ini aneh sekali. Bagaimana bisa seorang Guru rohani menolak agama-agama? Berbicara secara lebih mendalam, sesungguhnya tak ada agama di dunia ini. Agama adalah kelompok yang diciptakan manusia. Kebenaran Alam Semesta sudah ada semenjak dulu. Sebelum kelahiran Yesus Kristus, tak ada agama Kristen. Sebelum kelahiran Sakyamuni Buddha, tak ada agama Buddha. Sebelum lahirnya kedua pendiri agama itu, agama Kristen dan agama Buddha tidak ada. Apakah ini berarti bahwa Kebenaran juga tidak ada sebelum lahirnya kedua agama tersebut?

Kebenaran selalu hidup di alam semesta ini dan merupakan sifat alam semesta yang sempurna. Setelah sebagian dari Kebenaran ini ditemukan oleh pendiri pendiri agama, kelompok kelompok agama bermunculan. Namun, bahkan bila semua agama ini lenyap dari muka bumi, Kebenaran masih tetap hidup. Tujuan kita dalam melatih rohani sekarang ini adalah untuk menyadari Penerangan Sempurna, untuk mengalami Kebenaran Alam Semesta. Jadi, kejadian begitu banyak agama saling menyerang, saling mengeritik, saling berkelahi satu sama lain merupakan pelanggaran mendasar dari Kebenaran. Sebagian orang Kristen seringkali menganggap umat Buddha sebagai penyembah setan. Lalu, sebagian Muslim berkeyakinan bahwa umat Kristen dan umat Yahudi adalah orang kafir, bahwa umat Hindu adalah penyembah setan. Di masa lalu, ada orang orang yang mengeritik saya dan memanggil saya sebagai Maha Mara (Iblis Besar). Adakalanya, sewaktu saya bangun tidur di pagi hari, saya suka memandang wajah saya di cermin untuk melihat apakah rupa saya seperti setan. Rasanya tidak mirip kok.

Si guru 'les' tadi menyebut kami penyembah setan. Banyak orang Kristen berkata bahwa Lu Sheng Yen dari Seattle kemungkinan adalah anak Iblis! Banyak umat Buddha yang menganggap diri mereka sebagai umat dari aliran Budhisme yang lurus memanggil saya sebagai Iblis (Mara), sedangkan yang agak lebih sopan berpendapat bahwa sulit membedakan antara Buddha dan Mara. Sepertinya sampai sekarang, kecuali diri saya sendiri, tak ada yang memanggil saya seorang Buddha. [tawa pendengar]. Sesungguhnya, saya tidak akan pernah mengeritik orang orang lain sebagai Iblis. Saya merasa bahwa asalkan seseorang mencari Kebenaran, ia akhirnya akan menjadi orang suci sewaktu hati nya menyatu dengan hati Langit, menjadi seorang Buddha sewaktu hati nya menyatu dengan hati Buddha, menjadi seorang Bodhisattva sewaktu hati nya sangat welas asih dan menyatu dengan hati Bodhisattva.

Saya tidak meladeni [xxx] karena agama-agama adalah batasan batasan yang dibuat oleh manusia. Para "dewa" di alam alam surga punya kebiasaan buruk -- mereka mau semua orang untuk percaya kepada mereka saja dan tidak kepada orang lain. Orang yang percaya akan dapat hidup kekal. Orang yang tidak percaya akan masuk neraka. Ini sama dengan ultimatum yang dibuat oleh seorang figur legendaris dari Cina yang bernama Huang Chao yang memproklamirkan bahwa "barangsiapa mentaati nya akan hidup, barangsiapa tidak mentaati nya akan mati." [xxx] seringkali kedengaran mirip ultimatum Huang Chao, dinyatakan dengan satu tangan memegang sebilah pedang tajam dua sisi dan satu tangan lainnya memegang buku [xxx].

Masalahnya dengan dewa-dewa seperti ini adalah bahwa mereka suka mengucilkan pihak lain. Karena mereka menganggap tingkat diri mereka begitu tinggi dalam dunia roh, maka mereka tidak merasa perlu untuk percaya kepada para Buddha, malah sebaliknya semua orang harus percaya kepada mereka. Saya tidak merasa bahwa para dewa ini salah total karena ada hal-hal yang baik tentang ajaran ajaran mereka. Doktrin doktrin mereka menganjurkan semua orang di dunia untuk berbuat baik, untuk menjadi bajik, dan bahwa dengan percaya kepada mereka, manusia dapat naik ke surga. [xxx] Itulah satu perbedaan antara [xxx].

Sang Buddha mengajarkan kita untuk menyadari Kebenaran Alam Semesta. Ajaran Nya mencakup banyak hal. Ia menunjukkan kita jalan sekularisme (kemanusiaan) dengan mengajarkan moralisme. Ia menunjukkan kita jalan kedewaan dengan memiliki Hati Langit. Ia menunjukkan kita jalan arahat dengan meninggalkan keduniawian sampai memperoleh keberhasilan. Ia menunjukkan kita jalan bodhisattva dengan menaruh welas asih dan menolong para insan. Ia menunjukkan kita jalan KeBuddhaan dengan sesungguhnya mencapai Penerangan Sempurna. Dalam ajaran Budhisme, hanya ada perbedaan tingkat latihan, yang mirip dengan Taman Kanak Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Atas, dan Universitas. Tak ada yang dikucilkan dalam sistim ini.

Saya adalah seorang Guru yang termasuk dalam kelompok yang menjunjung kebebasan.

Saya tidak mengucilkan atau mendiskriminasi agama-agama lain. Ambil contoh, kedua anak saya. Bila putri saya ingin menikah dengan seorang Kristen, bila putra saya ingin menikah dengan seorang Kristen pula, saya tidak akan melarang mereka. Saya menganggap bahwa anak anak saya mempunyai nasib (jodoh)nya sendiri. Karenanya, saya membiarkan mereka menjadi dewasa dengan bebas. Mereka berhak untuk merenungkan ide-ide mereka sendiri dan mencari kebebasan. Sewaktu si ayah berlatih Budhisme dan menjadi seorang biksu, tidak masalah baginya bila putra putri nya memilih untuk beriman kepada agama Kristen. Pintu dari aliran SatyaBuddha ini terbuka lebar dan mengijinkan orang orang untuk keluar masuk dengan bebas.

Sebagian orang-tua mungkin merasa bahwa apapun yang mereka yakini, maka anak mereka harus ikut meyakini pula. Tapi, saya menganggap segala sesuatu sebagai karma dan jodoh. Bahkan bila si guru 'les' mengajarkan anak anak saya untuk beriman kepada Yesus, untuk menyanyi lagu lagu pujian Kristen seperti "Sudah waktunya percaya Yesus", ini tidak masalah. Saya mendukung upaya orang untuk menyelidiki pikiran-pikiran mereka dengan bebas. Saya akan menjelaskan doktrin-doktrin utama Budhisme kepada anak anak saya, tapi bila mereka dapatkan bahwa Budhisme terlalu merepotkan, bahwa lebih mudah beriman pada agama Kristen, ... untuk pergi berpuja bakti di gereja pada hari Minggu, untuk menyanyi lagu-lagu pujian, untuk mendengar khotbah, untuk berbuat baik, dan untuk masuk ke surga kalau mereka beriman -- maka saya tidak akan melarang mereka.

Bila anak-anak saya lebih suka kepada kepercayaan kepercayaan yang sederhana dan tidak ingin mempelajari dharma Buddha yang mendalam, maka biarlah. Jadi, Guru yang sekarang duduk disini pada hari ini adalah seorang Guru yang demokratis, terbuka, dan liberal. Saya tidak akan ikut campur urusan orang lain, termasuk urusan anak-anak saya sendiri. Aliran kami adalah aliran yang demokratis, terbuka, dan liberal. Begitu pula, pandangan-pandangan keagamaan saya adalah demokratis, terbuka, dan liberal. Sungguh sayang bahwa guru 'les' itu tidak mendengar pandangan pandangan yang saya kemukakan disini pada hari ini.

Jadi, sebaiknya saya akhiri dengan "Om Mani Padme Hum" ataukah dengan "Amin"?

Om Mani Padme Hum.

Selasa, 08 Agustus 2017

Sebuah Telegram dari Langit


                Bila saya sedang tak berdaya, saya berdoa dengan setulus hati kepada para Budha dan makhluk suci.  Roh Roh dari langit ini selalu menjawab doa doa saya dan menolong saya.  Saya merasakan bahwa Dunia Sinar selalu menerangi Bumi yang retak ini.

                Perjalanan saya ke Australia diiringi oleh Mr. Lin Yung Mao.  Kami mengunjungi kota Sydney dan Melbourne.  Saya menyukai gaya hidup yang tenang dari bangsa Australia yang karena letak geografis negara mereka terpisah jauh dari dunia lain membuat mereka sangat kalem.

                Namun, dalam perjalanan pulang keluar Australia, saya menghadapi masalah sulit yang belum pernah saya alami.  Masalah ini muncul akibat kecerobohan dari travel agen kami. Penduduk Taiwan yang ingin mengunjungi Australia harus mendapatkan visa Hongkong. (Catatan: Pada saat itu, tidak ada penerbangan langsung dari Taiwan ke Australia sehingga orang harus ke Hongkong dulu untuk pergi ke Australia). Dalam perjalanan kami ke Sydney, kami harus melakukan transfer pesawat di Hongkong dan karena kami cuma menunggu di daerah transit di airport, tidak ada masalah yang timbul.  Tetapi, dalam perjalanan balik, flight connection membuat kami terpaksa bermalam di Hongkong.  Orang tidak diijinkan untuk tidur di daerah transit. Karena itu orang harus mempunyai visa Hongkong untuk keluar dari airport.  Masalah yang harus segera ditangani adalah bahwa airport Australia tidak mengijinkan penumpang tanpa visa Hongkong untuk naik ke pesawat.

                Tiket pesawat kami adalah dari Cathay Pacific Airlines. Baik airline maupun travel agen telah bertindak ceroboh.  Meskipun saya menyenangi perjalanan saya didalam Australia, mengalami situasi seperti ini tidaklah menyenangkan. Di negara asing yang tak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan, kepada siapa kami harus menjelaskan masalah kami dan mengajukan permohonan? Kami melakukan hubungan dengan pihak airline. Manager dari Cathay Pacific Airlines yang bertugas di Melbourne memberitahu kami, "Kami ingin membantu tapi kami tidak dapat karena ini adalah urusan hukum."  Dengan kata lain, bagaimana orang dapat terbang ke Hongkong tanpa visa yang dikeluarkan Hongkong?

                Kami berusaha menjelaskan permasalahan sebenarnya. Karena pihak airline telah berbuat kesalahan menjual tiket kepada kami tanpa visa Hongkong, mereka juga bersalah dalam menciptakan situasi ini. Sebenarnya, orang Taiwan harus mempunyai baik visa Australia maupun visa Hongkong sebelum ia dapat pergi dari Taiwan menuju Australia. Setelah berkonfrontasi, sang manager akhirnya memberitahu kami bahwa ia akan mengirim telegram ke Cathay Pacific Airlines di Hongkong dan bahwa kami harus pergi ke airport pagi pagi sekali untuk mendapat jawaban dari Hongkong.

                Mr. Lin Yung Mau menoleh kepada saya dan berkata, "Yang berhak memberi ijin untuk naik ke pesawat adalah pihak imigrasi.  Bagaimana pihak airlines dapat menolong kita dalam hal ini?  Saya rasa situasi kita ini tak tertolong lagi."  Malam itu, Mr. Lin Yung Mao sangat kuatir sehingga tak dapat tidur.  Kedua matanya merah dan ia hampir saja menangis. Saya tetap tenang dan sebelum tidur, saya berdoa kepada makhluk suci dengan sekuat tenaga saya. Didalam hati, saya meminta dengan tulus dan berulang kali untuk suatu mujizat. 

                Tiba tiba, roh Bodhisattva turun dan ia mengangkat tangannya untuk menulis di udara empat huruf Mandarin yang bersinar keemasan. Tulisan itu berarti "Transit tanpa rintangan." Saya mengcopi ke4 kata itu di sepotong kertas putih dan menaruhnya didalam saku. Lalu saya tidur dengan tenang tanpa memberitahukan hal ini kepada Mr. Lin Yung Mao.

                Pada pagi dini di Melbourne International Airport, ternyata, kami memang menerima sebuah telegram yang berbunyi, "Ini untuk memberi ijin kepada Mr. Lu Sheng-yen dan Mr. Lin Yung Mao untuk naik ke pesawat menuju Hongkong. Visa dari kedua penumpang ini dijamin oleh Cathay Pacific Airlines." Kami sangat senang menerima telegram ini, meskipun Mr. Lin Yung Mao terus berkata, "Sungguh mustahil. Sungguh mustahil..." Jadi, dengan telegram ditangan, kami melewati pihak imigrasi dan memasuki daerah boarding. Tidak lama kemudian, kami naik keatas pesawat dan menunggu keberangkatan pesawat menuju Hongkong.  Bukankah semua berjalan lancar?  Tetapi ternyata urusan belum selesai sepenuhnya.

                Sewaktu pesawat sudah hampir berangkat, seorang petugas imigrasi bergegas naik ke pesawat dan menghentikan keberangkatan pesawat. Sambil memegang sebuah telegram ditangannya, ia memang­gil nama saya. Telegram ini berisi pesan, "Jangan ijinkan Mr. Lu Sheng-yen naik pesawat ke Hongkong karena ia tidak mempunyai visa Hongkong. Saya terperanjat untuk mendapatkan bahwa telegram itu juga dikirim dan ditanda tangani oleh pihak Cathay Pacific Airlines.  Petugas imigrasi menginginkan kami untuk turun dari pesawat karena pesawat itu harus segera berangkat.  Saya mengajukan beberapa permohonan kepada petugas imigrasi itu:  pertama, mereka harus memberi saya visa Australia karena visa Australia saya telah dicabut ketika saya melewati counter imigrasi.  Kedua, karena koper saya berada didalam pesawat, saya meminta koper saya dikembalikan segera. Ketiga, saya meminta mereka mengongkosi biaya tinggal dan makan untuk tinggal di Australia sampai visa Hongkong kami dapat dikeluarkan karena saya telah menghabiskan semua uang saya.  Petugas imigrasi itu kebingungan karena ia tidak dapat memenuhi ketiga permintaan ini. Saya juga mengeluarkan telegram pertama dan menunjukkannya kepada petugas imigrasi itu. Setelah membacanya, ia merasa tercengang. Tapi, ia berkeras akan peraturan dan meminta saya untuk turun dari pesawat. Selama 20 menit, kami berada dalam situasi yang tak terpecahkan, dengan semua penumpang pesawat memandang kami. Akhirnya, pilot pesawat keluar dari kokpit dan menjadi juruselamat saya.  Dengan tersenyum, ia mendengarkan permasalahannya dan membaca kedua telegram. Ia kemudian memberitahu petugas imigrasi itu bahwa ia akan menaruh tanda tangannya diatas sepotong kertas untuk menjamin saya. Setelah itu, sang pilot menepuk pundak saya.  Pada saat itu, barulah petugas imigrasi mulai tersenyum dan berkata kepada saya, "Anda sungguh beruntung." 

                Sewaktu pesawat naik keangkasa dengan halus, saya mengeluarkan sepotong kertas putih yang saya simpan itu dan menunjukkannya kepada Mr. Lin Yung Mao kata kata yang tertulis: "Transit tanpa rintangan". Ternyata, mereka tidak dapat merintangi kami dari melakukan transit.

                Ketika kami tiba di Hongkong, kami menyelidiki sumber dari telegram pertama. Cathay Pacific Airlines di Hongkong menyangkal dengan tegas bahwa mereka mengirim telegram mustahil seperti itu.  Mereka percaya bahwa telegram itu palsu adanya. Dengan marah, mereka sampaikan bahwa menurut hukum internasional, sebuah airline dapat dihukum berat kalau mengangkut penumpang tanpa visa. Karena kejadian ini, pekerja dari pihak travel agen dan pihak airline kemudian mendapat hukuman dan penurunan pangkat. (Saya menyesali tindakan hukuman yang dijatuhkan kepada mereka).

                Karena vefifikasi tentang telegram dari airline itu tidak membawa hasil, saya mencari jawaban dari Roh Suci. Ia hanya tersenyum tanpa menjawab.


                Ini adalah kesimpulan saya:  Roh Suci pasti telah menggunakan kekuatan batinnya pada petugas pengirim telegram sehingga menyebab­kan dia terhipnotis sementara waktu dan mengirim telegram tanpa menyadari tindakannya itu. Telegram dari langit.



**Padmakumara-4, Bab 1, kisah no.2
(dari hal 5-8 buku "The World as Revealed by the Third Eye", karya no. 41 dari Grand Master Lu Sheng-yen yang diterbitkan
pada Januari 1983 dalam bahasa Mandarin)