Jumat, 14 September 2018

MANUSIA LUMPUR dan BAHTERA KERTAS


Pada suatu kesempatan bersamadhi, saya “terjerumus” ke alam baka. Saya tiba di sebuah padang belantara yang tandus, tak sehelai rumput pun yang tumbuh, sangat gersang dan menakutkan.

Meskipun saya “terjerumus” di alam baka, berkat kekuatan samadhi yang kumiliki, batinku merasakan suatu ketenangan yang abadi.

Hatiku memancarkan cahaya, menerangi alam semesta.
Tiba-tiba saya melihat sekawanan ‘manusia lumpur’ datang dengan langkah tertatih-tatih. Saya katakan manusia lumpur dikarenakan sekujur tubuh mereka penuh dengan lumpur, baik mata, telinga, hidung, maupun mulut, semuanya berlumpur.

Saya merasa sangat aneh.

Saya berpikir, mengapa begitu banyak orang yang badannya penuh dengan lumpur?

Saya sungguh tidak mengerti mengapa ada manusia lumpur?

Tiba-tiba saya mendengar seseorang di antara mereka bergumam, “OM. GURU. LIAN SHENG. SIDDHI. HUM.”

Saya menghampiri mereka dan bertanya, “Siapa yang menjapa OM. GURU. LIAN SHENG. SIDDHI. HUM.”

“Saya,” jawab salah seorang dari mereka.

“Apakah Anda umat Guru Lu?”

“Betul.”

“Berapa orang?”

“Kami sekeluarga, berjumlah enam orang.”

*

 Usai samadhi, saya coba mencari tahu lewat sentuhan jari.
Saya segera paham.

Dengan tenang, saya melipat bahtera kertas. Cara lipat bahtera kertas ini pernah diajari oleh guruku ketika masih SD.

Saya melipat bahtera kertas sebanyak enam buah.

Lalu, saya mengembuskan hawa masing-masing satu kali di atas enam bahtera kertas itu. Tangan kiriku membentuk Mudra Tisaila, tangan kananku membentuk Mudra Khadga. Ujung khadga memancarkan cahaya sehingga enam bahtera kertas itu pun memancarkan cahaya.

Seorang umat sempat melihat saya sedang melipat bahtera kertas, lalu bertanya, “Mahaguru bermain lipat kertas, pasti suasana hati sedang ceria.”

Saya menoleh sambil menjawab, “Bahtera mampu menyeberangkan manusia.”

“Kertas begitu ringan, mana mungkin menyeberangkan manusia?”

“Karena ringanlah yang membuatnya mengapung.”

Saya tidak banyak berbicara, segera mengambil enam bahtera kertas itu ke halaman belakang untuk diperabukan.

*

Suatu peristiwa naas telah terjadi.

Di suatu tempat, sudah sekian hari hujan turun tak henti-hentinya. Sebuah kota kecil yang cukup ramai dan mewah terletak tepat di bawah kaki gunung.

Setelah delapan belas hari hujan mengguyur daerah tersebut, malam hari itu, terdengar suara menggelegar bak langit runtuh, tanggul penangkal longsor pun roboh, batu dan tanah bagaikan amukan ombak terus membanjiri hingga menutupi atap perumahan lokasi kaki gunung. Warga setempat beserta seluruh tempat pemukiman terbenam di bawah tanah lumpur. Sungguh aneh, sebuah keluarga yang beranggotakan enam orang, berhasil luput dari bencana longsor maut.

Konon, pada malam hari itu saat nyawa mereka terancam petaka longsor, mereka segera menjapa, “OM. GURU. LIAN SHENG. SIDDHI. HUM.”

Tak disangka, mereka berenam seolah-olah terapung di atas lumpur dan melintasi permukaan lumpur bagaikan naik perahu. Lalu mereka terhempas jauh di sebuah padang rumput yang berjarak beberapa kilometer dari lokasi longsor.

Seluruh warga kota kecil itu telah menjadi korban. Hanya keluarga inilah yang luput dari marabahaya. Nyawa mereka tertolong secara mukjizat.

*

Saya melihat sekawanan manusia lumpur di alam baka, yakni satu keluarga berupa enam umat Zhenfo Zong dalam manifestasi alam neraka. Yang jelas nyawa mereka sudah terancam, namun setelah saya berikan ritual Sadhana Bahtera Dharma, akhirnya mereka berhasil terselamatkan.

Sebuah pertanyaanku untuk sidang pembaca:
Mereka sudah menjadi manusia lumpur, kematian sudah ditetapkan, bukankah terdapat kesenjangan dimensi waktu? Bagaimana hal ini bisa terjadi? Saya tidak menjawabnya, biarlah sidang pembaca yang menjawab sendiri.

Pertanyaanku ini tentu akan terjawab oleh para umat suci, rahasianya sudah tersirat di dalam.



*dikutip dari:
http://tbsn.org/indonesia/news.php?cid=23&csid=194&id=8472
NOTE: Hari kemarin sore, Kamis tanggal 13-Sept-2018  buku yang dibeli di DharmaduttaStore via Tokopedia telah sampai keruman, buku ke-226, berjudul: Mengetuk Pintu Hatimu