Minggu, 28 Juli 2019

JAPAMALA (TASBIH) MILIK KAKEK



Dulu saya membantu orang mengamati geomancy (mengamati fengshui tanah), bukan hanya yang fisik, juga melihat yang metafisik. Yang metafisik adalah makhluk halus.
Berikut ini saya akan menceritakan sebuah misteri:
Saya pernah mendatangi rumah seorang hartawan terkenal di Kota Kaohsiung untuk mengamati fengshui rumahnya. Begitu memasuki rumah, saya menemukan rumahnya penuh dengan makhluk halus, semuanya datang untuk menagih utang. Saya langsung mengetahui bahwa bisnis hartawan ini akan gagal, akan runyam, ekonominya akan bangkrut.
Ternyata tak lama kemudian, ia pailit total.
Pernah lagi suatu kali saya mendatangi rumah seseorang yang miskin untuk mengamati fengshui. Ia tinggal di rumah petak desa. Saya melihat banyak sekali makhluk halus bagaikan semut yang memadati rumahnya. Makhluk-makhluk halus ini memanggul karung-karung serbuk emas ke dalam rumah petak.
Makhluk-makhluk halus ini sungguh bagaikan semut, satu per satu berbaris mengantar serbuk emas ke dalam rumah petak.
Saya tahu bahwa pemilik rumah ini akan menjadi jaya.

Akhirnya ternyata pemilik rumah ini menjadi kaya raya dan terkenal. Ia menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, perusahaan yang digelutinya terus menuju kejayaan. Ia menjadi orang kaya raya di negerinya.
Biasanya ada dua kemungkinan kala saya mengamati seseorang; apabila di sekeliling orang tersebut banyak makhluk miskin penagih utang, maka dirinya pasti akan jatuh miskin. Apabila di sekeliling orang itu banyak Dewa Rejeki yang menyertainya, maka dirinya pasti akan makmur.
Oleh karena itu, bagaimanapun juga semuanya tidak terlepas dari peranan makhluk halus, semuanya adalah ulah dari makhluk yang metafisik.

Suatu ketika, saya pergi makan malam di pasar malam yang letaknya di depan sebuah kuil. Di depan kuil ada sebidang tanah kosong, ada sebuah warung kecil di sana. Warung kecil ini menyediakan empat macam menu, yang pertama adalah sup ramuan obat, yang kedua adalah mie, yang ketiga adalah chiongfan, dan yang keempat adalah sayur rebus.
Di sekeliling warung kecil ini tersedia banyak meja dan kursi, semuanya dipenuhi pengunjung. Sedemikian banyaknya pengunjung, bagaikan kawanan semut merebut biskuit besar.
Alangkah kagetnya begitu saya membukakan mata batin untuk melihat. Ternyata selain dikunjungi oleh ratusan pelanggan, tempat ini juga dipenuhi oleh ratusan makhluk halus. Para makhluk inilah yang menarik para tamu untuk makan di sana.
Makhluk halus menarik pengunjung, pengunjung mau tak mau menuruti. Dan kenyataannya menu sup ramuan obat warung kecil ini memang terkenal di mana-mana, rasanya sedap. Setiap malam pengunjung datang berhamburan mencicipinya.
Usaha ini bila diteruskan akan meraup keuntungan yang berlimpah-limpah, bagaikan keran air yang tak pernah berhenti mengalir.
Ada yang berkata bahwa pemilik warung kecil ini setiap malam pulang ke rumah menghitung uang sambil tertawa terbahak-bahak!

Ada yang berkata bahwa pemilik warung kecil ini telah memiliki beberapa unit gedung bertingkat, sudah menjadi hartawan yang jumlah kekayaannya sudah memasuki digit milyaran!

Oleh sebab itu, saya sengaja mengamati garis wajah pemilik warung kecil ini. Raut muka pemilik warung ini gelap dan kelabu, hidung mancung ke dalam, mulut monyong, mata sipit, muka kurus kempot. Tampaknya sama sekali tidak seperti wajah orang kaya, malah lebih mirip gelandangan yang tua bangka.

Saya merasa pak tua ini ‘tak ada apa-apanya’! Tetapi, pak tua ini bisa kaya, sungguh aneh! Bukan hanya jaya, bahkan banyak sekali makhluk halus berada di sekeliling pak tua ini menarik pengunjung serta membantunya mencuci piring dan membersihkan meja. Ini sungguh mengherankan!

Saya curiga pak tua ini mungkin memelihara tuyul, dan semua makhluk halus ini merupakan peliharaannya. Tapi kelihatannya bukan begitu, meskipun wajah pak tua ini tidak mendukung, di tubuhnya tidak dihinggapi hawa gelap.

Saya mengamati tanah dan warung kecil ini dari jauh. Di atas tanah ini menampakkan garis-garis sinar merah yang halus, diam-diam diselimuti awan merah. Saya kira, mungkin karena fengshui tanah ini bagus sehingga membuat warung kecil ini semakin jaya.

Namun, tidak demikian pula halnya dengan warung-warung lain di sana, usaha mereka sepi, hanya cukup untuk kebutuhan sesuap nasi saja.

Kasus ini membuat saya sangat penasaran!
*
Suatu hari, seseorang datang antri untuk berkonsultasi. Ia minta diberikan sebuah nama untuk cucunya. Begitu saya menengadahkan kepala, kebetulan sekali, ternyata pak tua si pemilik warung kecil itu.

Saya berkata, “Dagangan Anda sungguh laris!”

Dengan sangat rendah hati, ia menjawab, “Ah, tidak!”

“Mengapa dagangan Anda bisa demikian laris?” saya penasaran.

“Nasib baik,” ia menampakkan dua baris gigi yang hitam.

“Tak mungkin hanya sekedar nasib baik!” ujarku.
“Bagaimana kalau Anda membantu saya meramal?” ia memohon.

Ia menuliskan sebuah nama, data kelahiran, dan alamat.

Begitu saya mengamati, langsung terdengar alunan suara mantra yang membentang di langit dan bumi, semerbak kayu cendana sepoi-sepoi merebak di udara, sinar terang melingkar-lingkar. Saya melihat di tengah-tengah lingkaran sinar terang terdapat banyak sosok Dewa Rejeki. Hal ini sungguh mengherankan!
Saya berkata, “Anda bisa menjapa mantra!”

“Tidak bisa.” Pak tua yang bernama Pan Ji ini menjawab apa adanya.

“Saya terdengar suara mantra, tercium wewangian kayu cendana, terlihat Dewa Rejeki menyertai Anda.”

“Tidak mungkin!”

Saya selama ini cukup banyak membantu orang melalui konsultasi, amat manjur, semua yang saya ucapkan itu tepat adanya, jarang ada orang di depan saya menjawab dengan dua kata ‘tak mungkin’. Mata dewa dan telinga dewa saya tidak mungkin keliru. Kalau keliru, pasti ada sebab-sebab lain, dan saya juga bisa menemukan faktor penyebab kekeliruan tersebut.

Saya bertanya, “Di keluarga Anda, siapa yang bisa menjapa mantra?”

“Istri dan anak semuanya tidak bisa,” jawab Pan Ji.

“Selain itu masih ada siapa lagi?” saya lanjut bertanya.

“Yang sudah almarhum termasuk tidak?”

“Termasuk.”

Pan Ji berkata, “Di dalam keluarga kami, hanya Kakek saya, Almarhum Pan Li, yang bisa menjapa mantra. Semasa hidupnya ia sangat menghormati Dewa Bumi. Ia pernah membangun sebuah kuil Dewa Bumi, dan menjabat sebagai pengurus kuil tersebut. Suatu ketika, seorang bhiksu menghadiahkan seuntai japamala kepada Kakek, juga mengajari Kakek menjapa Mantra Dewa Bumi. Sejak itu Kakek sepanjang hidup menjapa Mantra Dewa Bumi dengan japamala tersebut, sampai-sampai japamalanya menjadi hitam memancarkan cahaya kelam.”

“Di manakah japamala Kakek?” Kiranya saya telah mendapatkan jawabannya.

“Kakek memberikannya pada Ayah, lalu Ayah memberikannya pada saya. Tetapi saya tidak tahu lagi di mana saya taruh, saya mesti bertanya pada istri di rumah.”

Pan Ji pulang bertanya pada istri.
Istrinya menjawab, “Japamala itu dilingkarkan di sebuah pokok tersembunyi di warung, terselip di sela-sela, tidak ada orang yang tahu!”

Pan Ji memeriksa di tempat yang dimaksud, ternyata ada.
Pan Ji memperlihatkan japamala yang hitam kelam itu pada saya.
Pan Ji tidak mengerti betapa berharganya japamala tersebut.

Saya memberitahu Pan Ji, “Kakek Anda, Pan Li, meskipun hanya menjapa Mantra Dewa Bumi, menghormati Dewa Bumi, mengagumi Dewa Bumi, itu saja sudah bisa memperoleh perlindungan dari Dewa Bumi.”

Mantra Dewa Bumi adalah "
Na mo san man duo, mu duo nan. Om, du lu, du lu di wei, suo ha".

Mantra ini harus dibaca sebelum kita membaca sutra. Maksudnya adalah untuk mengundang kehadiran empat penjuru Dewa Bumi melindungi pembacaan sutra.

Pan Li sepanjang hidup menjapa mantra ini, dengan sepenuh hati menghormati, tentu akan mengundang segenap Dewa Bumi datang melindungi dirinya. Mantra ini bukanlah mantra dari Buddha, Bodhisattva, ataupun Vajrasattva. Juga bukanlah mantra agung. Namun, janganlah menganggap remeh, sebab mantra ini juga mengandung kekuatan yang menakjubkan.
Apabila seseorang mengalami gangguan dari makhluk halus, japalah mantra ini, maka makhluk halus akan mundur. Malah akan memperoleh respek dari makhluk halus.
Apabila seseorang menderita berbagai macam penyakit, japalah mantra ini, maka semua penyakit akan lenyap hingga sembuh total, tubuh senantiasa sehat walafiat.
Dulu saya pernah mengajari orang menjapa mantra ini. Mantra ini sangat efektif untuk penyakit kulit, antara lain penyakit kutu air, kudis, panu, campak kering, dan lain-lain. Banyak orang yang berpenyakit kulit telah sembuh, sebab mantra ini mengundang kehadiran Dewa Bumi yang mampu melenyapkan kuman pada kulit si penderita.
Apabila seseorang dengan sepenuh hati menjapa mantra ini, menaati Pancasila Buddhis (Lima Sila, yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berdusta, dan tidak mabuk-mabukan) dan menjalani Dasa Kusala Karma (Sepuluh perbuatan baik, yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak berdusta, tidak memfitnah, tidak berbicara kasar, tidak berucap yang tidak perlu, tidak lobha, tidak berniat jahat, berpandangan benar), kelak ia tidak akan terjerumus ke tiga alam samsara. Ia akan terlahir di alam dewa menikmati sukha mulia.
Apabila seseorang ingin memohon rejeki, mantra ini paling mujarab. Segenap Dewa Bumi akan mengerahkan para makhluk datang untuk membantu. Orang tersebut akan mendapatkan dukungan dari banyak makhluk tanah, memperoleh rejeki yang tidak terbatas jumlahnya.
Pan Li sepanjang hidup menjapa mantra ini, tentu memiliki pahala yang besar. Japamala milik seorang kakek diwariskan pada ayah, diwariskan lagi p ada cucu. Berkah masih tetap ada, sungguh menakjubkan!
Saya menuliskan sebuah gatha:
Betapa sukha menjapa mantra
Kini diwariskan di dunia fana
Bila sepenuh hati menjapa
Makhluk halus berlindung sepanjang masa.
*
Kisah lain yang berhubungan dengan Mantra Dewa Bumi tercatat sebagai berikut:
Suatu kurun masa tertentu, wabah penyakit terjangkit di seluruh negeri, hewan ternak yang mati banyak sekali. Saya melihat banyak makhluk wabah penyakit berkeliaran di mana-mana mencari mangsa.
Banyak peternak datang menemui saya memohon bantuan.
Saya mengamati indikasi langit pada malam hari, ternyata Makhluk Lima Penyakit di sebelah tenggara turun ke bumi. Wabah penyakit akan merebak ke muka bumi, di mana ayam, itik, sapi, kambing, dan babi semuanya akan mengalami petaka.
Saya sangat cemas, bermohon pada Dewa Adipati. Beliau berkata, “Ini bukan urusan saya, ini sudah takdir!”
“Takdir menimpakan bencana, manusia terkena dampaknya. Saya tidak bisa berpangku tangan!”

“Jangan campur tangan, hati manusia sudah terlalu jahat!”

“Melihat maut tanpa mengulurkan tangan, hati saya tidak bisa tenang,” ujarku.

Dewa Adipati berkata, “Anda Sheng-yen Lu kerap menolong orang, tak sadarkah semua petaka ini akibat perbuatan karma buruk mereka sendiri? Suatu hari, saat Anda sendiri yang dicelakai orang lain, coba lihat, siapa pula yang akan menolong Anda?”

Saya berkata, “Saat orang lain mencelakai saya, itu adalah karmawarana saya sendiri. Namun, sekarang melihat hewan ternak ini akan celaka, sungguh tidak tega!”

Akhirnya Dewa Adipati mengajari saya sebuah cara: siapkan potongan bamboo berukuran 1 kaki 6 inci sebanyak empat potong, kupas permukaan kulit hijaunya. Untuk menebas bambu mesti pilih hari “Chengri” (nama hari dari pembagian 12 hari dalam penanggalan lunar yang berarti hari berhasil). Tuliskan Mantra Dewa Bumi di atasnya dengan aksara Mandarin atau aksara Sanskerta.

Pada hari “Churi” (nama hari dari pembagian 12 hari dalam penanggalan lunar yang berarti hari menyingkirkan) setelah tengah hari, bambu tersebut diabhiseka, lalu japalah Mantra Dewa Bumi untuk setiap potongan bambu masing-masing 108 kali, atau semakin banyak semakin bagus.

Pilihlah hari “Dingri” (nama hari dari pembagian 12 hari dalam penanggalan lunar yang berarti hari penetapan), tancapkan bambu ini di empat sisi peternakan.
Dengan demikian, peternakan tersebut tidak akan terjangkit wabah penyakit.

Saya mengajarkan cara ini pada peternak untuk ditiru.
Ternyata benar-benar manjur!

Wabah penyakit tak lagi mengamuk di semua peternakan yang dipasang potongan bambu yang tertulis Mantra Dewa Bumi. Bahkan tidak satu ekor ternak pun yang celaka.

Sebaliknya, saat wabah penyakit sedang berjangkit pada tahun itu, banyak peternak yang tidak mengetahui cara ini kewalahan mengubur bangkai ayam dan babi. Kondisi kematian sungguh mengenaskan, bangkai ternak bertumpuk setinggi bukit.

Seorang peternak datang bercerita pada saya.
Suatu malam ia mendengar suara bisikan orang di luar peternakan. Sebenarnya bukan manusia, tetapi segerombolan makhluk wabah penyakit. Mereka tiba di luar peternakan.

Sesosok makhluk berkata, “Peternakan yang satu ini ada cahaya mantra, tidak bisa masuk.”

“Mantra apa?” tanya makhluk yang lain.

“Mantra Dewa Bumi.”

“Baru Mantra Dewa Bumi kecil, saya tidak takut, serbu!”

“Tidak boleh!”

“Mengapa tidak boleh?”

“Meskipun Dewa Bumi kecil, tetap saja dewa yang bijak.”

“Kita memiliki amanat dari atas!” makhluk itu protes.
Makhluk yang pertama berkata lagi, “Tapi mantra dewa ini diabhiseka oleh Maha Vajra Acarya Lian Sheng Sheng-yen Lu!”

“Oh!”

Segerombolan makhluk itu terdiam.
Salah satu makhluk berkata, “Ayo jalan! Cari mangsa di tempat lain saja, yang ini bukan hanya ada Mantra Dewa Bumi kecil, bahkan terdapat amanat Buddha! Jangan disentuh!”

Segerombolan makhluk itu sambil berseru berduyun-duyun pergi menjauh…
Terus terang, saya katakan, banyak sekali hartawan yang kemakmurannya tak lepas dari bantuan makhluk halus.

Banyak pula petaka yang kecelakaannya merupakan gangguan dari makhluk halus.
Semua ini ulah dari yang tidak berwujud.

Meskipun Konghucu pernah mengatakan, “Hormati dan jauhilah makhluk halus”, namun ini bukan berarti tidak ada makhluk halus, hanya saja tidak mengambil pusing saja.

Coba kita perhatikan, dalam Alkitab, Yesus juga pernah mengusir setan dan menghalau iblis. Agama Katolik, dalam satu ayatnya juga terdapat ritual menghalau setan. Seorang Pastur Katolik juga sudah berumur bernama Amos justru terkenal sebagai juru pengusir setan!

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar