Kamis, 25 Februari 2010

Berkelana ke Negeri Arak (alam Chang Fang Yu)


Pada suatu malam, dalam kondisi antara sadar dan mimpi, saya tiba di suatu tempat. Tempat ini belum pernah saya kunjungi sebelumnya, belum pernah tercantum di dalam kitab Sutra, belum pernah saya dengar sebelumnya.

Tempat ini seperti sebuah kota, kota yang sangat mewah dan semarak. Terlihat banyak bangunan bertingkat disana. Penduduk kota terlihat sibuk mondar-mandir. Kondisi kota itu tidak jauh berbeda dengan kondisi kota di alam manusia.

Hanya ada satu hal yang berbeda tentang kota itu. Penduduk kota itu semuanya berwajah merah. Dari tubuh mereka, tercium bau arak. Boleh dikata, semua warga kota itu adalah budak arak.

Masih dengan benak yang penuh dengan tanda tanya, saya melihat sebuah toko di pinggir jalan. Di depan toko itu tergantung spanduk yang bertuliskan kata “ Arak". Ternyata banyak pedagang disana membuka toko khusus arak. Meskipun ada toko yang tidak khusus menjual arak, mereka pasti juga menjual arak.

Saya kemudian melihat orang-orang yang lalu-Ialang di jalanan. Beberapa orang membawa ceret dan cangkir. Sambil berjalan, mereka menuang arak dan meneguknya habis. Di pinggir-pinggir jalan juga terlihat sekitar sepuluh orang berkumpul sambil minum arak. Semua jalan penuh dengan bau arak yang menusuk hidung. Saya sungguh tercengang melihat ini semua! Saya bertanya kepada seorang kakek tua,

"Numpang tanya. Apakah tempat ini?"
"Ini adalah Negeri Arak."

"Mengapa semua penduduk di sini minum arak?"
"Anda seperti tidak tahu saja. Tak ada yang lebih nikmat dari arak."

"Benar juga!"
"Bagus. Anda adalah orang yang mengerti arak kalau begitu." Kakek tua itu memuji saya.

Di pinggang kakek tua itu tergantung sebotol arak. Ia langsung menuangkan secangkir arak untuk say a dan untuk dirinya sendiri. Sekali teguk, ia sudah menghabiskan arak di cangkir nya.

Kakek tua itu berkata, "Di dunia manusia, orang minum teh. Namun, penduduk negeri ini minum arak sebagai pengganti teh."

Menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ini, saya juga langsung menghabiskan arak di cangkir saya dengan sekali teguk. Saya merasakan sari teh itu masuk lewat kerongkongan saya. Harum nya sungguh tiada tara. Diri terasa melayang-layang. Saya seolah-olah telah menjadi dewa.

Demikianlah saya berjalan-jalan di Negeri Arak. Semua orang yang saya temui di negeri itu terkesan akrabdan baik. Kalau saling bertemu, mereka saling bersulang arak. Lalu, mereka kembali ke urusan dan jalan mereka masing masing.

Meskipun penduduk negeri itu suka minum arak, mereka tidak menjadi mabuk sehingga bicara sembarangan dan membuat keonaran. Arak di negeri itu tidak meracuni, tidak membuat emosi orang meluap. Minum arak di negeri itu sungguh berbeda dengan kondisi di dunia manusia.

Saya tiba di sebuah bar. Pemilik bar itu melayani saya dengan sangat baik. Lampu penerangan di bar itu sangat terang, bagai cahaya bintang-bintang. Ruangan bar terkesan mewah dan elegan. Meja dan kursi nya adalah barang berkwalitas tinggi. Saya menuju ke lantai atas. Disana saya merasa sangat nyaman.

Pemilik bar mengantarkan arak dan berbagai hidangan lezat. Ada kerang, udang, kepiting, rusa wangi, ikan perch berkepala hijau, ....

Arak yang dihidangkan adalah arak mewah yang disebut Zhi Fu Qiong Jiang. Bahkan nama arak ini asing bagi saya.

Pemilik bar memberi saya sebuah cangkir arak yang bentuknya seperti teratai. Bila disentuh, cangkir itu terasa lunak. Cangkir itu bukan terbuat dari kaca, porselin, emas, perak, ataupun plastik. Struktur hiasan nya sangat halus.

Saya bertanya, "Cangkir ini terbuat dari apa?"

"Cangkir ini adalah benda antik di Negeri Arak. Namanya adalah cangkir giok lunak."
Saya belum pernah mendengar bahwa giok ada yang lunak, pantas saat disentuh terasa dingin.

Tiga cangkir arak Zhi Fu Qiong Jiang berturut-turut berhasil saya teguk. Tak saya sangka, begitu arak ini mengalir masuk ke dalam perut, saya merasa bahwa efek arak ini sangat besar, di luar perkiraan saya.
Kepala saya langsung pusing. Terasa seperti ada sengatan di mulut dan hidung. Kadar alkoholnya sangat tinggi. Saya mabuk dan pingsan di atas meja.

Saat saya sedang mabuk, saya mendengar dua orang berdialog.

"Apakah orang ini sudah mabuk?" Suara yang saya dengar itu seperti suara si pemilik bar.
"Orang ini bukan penduduk negeri Arak. Tentu saja ia mabuk." Terdengar suara seorang wanita.

"Ia bukan penduduk negeri arak, namun ia bisa tiba di Negeri Arak. la pasti seorang yang sangat hebat."
"Sekarang, apa yang harus kita lakukan?"

"Beri dia pil Ju Gong"
"Pil Ju Gong sangat berharga."

"Mau tidak mau. Tanpa diberi pil ini, ia bisa mabuk hingga 3000 tahun. Begitu ia tersadar, sudah melewati ratusan zaman," jawab wanita itu.

Dalam kondisi mabuk itu, seseorang memberi saya pil untuk diminum. Saya masih ingat bahwa nama pil ini adalah pil Ju Gong. Tak lama setelah pil ini saya telan, saya menjadi tersadar.

Setelah saya tersadar, pemilik bar dan wan ita itu masih ada di tempat. Meskipun usia wanita itu telah lanjut, ia tidak tampak tua, malah ia tampak sangat cantik jelita. Sifatnya pendiam. Pemilik bar memperkenalkan bahwa wanita ini bemama Feng Chiu. Dia adalah bunga terkenal di Negeri Arak. Sewaktu muda, ia adalah seorang yang sangat mempesona.

Feng Chiu meminta saya untuk minum arak lagi.
Saya menggoyangkan tangan, "Barusan saya baru mabuk. Bisa-bisa saya menjadi bahan tertawaan lagi."

Feng Chiu tertawa lebar, "Penduduk Negeri Arak tidak bisa mabuk. Anda adalah pendatang dari luar sehingga tentu saja anda bisa mabuk. Namun, sekarang anda telah minum pil Ju Gong. Mulai sekarang, anda tidak bisa mabuk lagi. Anda boleh minum arak sepuas nya, tidak akan bermasalah!"

Saya bertanya, "Di dunia manusia, meskipun saya mencicipi arak terkenal yang berkadar alkohol tinggi, saya tidak pemah mabuk sedemikian rupa. Arak Zhi Fu Qiong Jiang itu arak apa sih? Mengapa bisa demikian keras?"

"Arak Zhi Fu Qiong Jiang adalah arak dewa, bukan sembarang arak. Tentu saja anda tidak bisa tahan."

Feng Chiu bertanya, "Bagaimana and a bisa datang ke sini?"
"Saya datang dengan sendirinya."

Saya sangat penasaran tentang Negeri Arak ini. Saya bertanya pada Feng Chiu, "Saya belajar Budhisme dan melatih samadhi. Saya bisa keluar masuk sepuluh alam Dharma dengan leluasa. Saya mampu mencapai ke 4 Alam Suci dan berbagai alam dewa (Kamadhatu, Rupadhatu, maupun Arupadhatu). Saya juga mampu pergi ke alam tingkat rendah seperti alam jin, neraka, setan kelaparan, dan alam binatang. Namun, saya belum pemah tahu sebelumnya tentang keberadaan Negeri Arak."

Feng Chiu bertanya, "Tahukah anda ada berapa alam dewa?"
"Kamadhatu ada 6 alam. Rupadhatu ada 18 alam. Arupadhatu ada 4 alam.
Jumlah keseluruhan nya adalah 28 alam," jawab saya.

Feng Chiu berkata, "Ada yang tidak anda ketahui. Meskipun alam dewa terbagi menjadi 28 alam, ada semacam alam yang dinamakan Samadhatu. Apakah Samadhatu itu? Sebagai contoh, alam dewa Trayastrimsa memiliki Samadhatu yang terbagi menjadi 33 alam. Setiap alam dewa bisa memiliki beberapa Samadhatu. Karena itu, alam alam dewa sungguh tanpa ada batas!"

"Negeri Arak ini termasuk alam mana?" Saya masih terkejut.
Feng Chiu menjawab, "Tahukah and a tentang alam Catur Maharaja?"

"Tahu. "
"Samadhatu alam Catur Maharaja adalah Alam Surya, Alam Candra, dan Alam Rasi."

"Tahukah anda bahwa di bawah alam Catur Maharaja masih ada lagi alam lain?"
"Tidak tahu. "

"Itu adalah alam Jian Shou (alam tangan kokoh), alam Chi Hua Man (alam menggenggam mandala bunga), alam Chang Fang Yu (alam yang selalu lengah). Negeri Arak ini letaknya di tengah-tengah alam Chang Fang Yu."

"Ohhh" Saya lebih terkejut lagi.

Ternyata Negeri Arak berada di tengah-tengah alam Chang Fang Yu. letaknya tepat di bawah Gunung Sumeru. Alam ini didiami para yaksa. Semua telah menjadi jelas.

Saya menjadi tersadar. Chang Fang Yu (Selalu lengah), Negeri Arak, Selalu lengah. Ini benar benar membuat saya tersadar.

"Apakah anda telah mengerti?"
"Sudah mengerti. Terima kasih atas petunjuk anda!"

Saya sangat berterima kasih.

Saya mengangkat cangkir dan bersulang untuk Feng Chiu. Kami berdua minum bercangkir-cangkir arak. Kami sangat gembira, tertawa riang, benar-benar lengah.

Saya bertanya lagi, "Siapa saja yang bisa terlahir di Negeri Arak?"
"Orang yang mati karena mabuk."

Saya berteriak, "Bagaimana mung kin? Saya tidak percaya."
Feng Chiu menjawab, "Percaya atau tidak, terserah anda. Saya sendiri adalah orang yang mati karena mabuk."

Saya membuka mata saya lebar-Iebar serta berkata, "Saya telah membaca kitab Budhis. Dikatakan dalam Sutra Agama bahwa mabuk dapat menimbulkan enam keruntuhan yaitu ;
1. Kehilangan harta,
2. Mendapat penyakit,
3. Menimbulkan pertengkaran,
4. mendapat celaan dan kritik,
5. Kehilangan rasa malu,
6. Melemahkan kebijaksanaan.

Dalam Sutra Parinirvana, dikatakan bahwa mabuk adalah akar kejahatan. Bila dapat menghilangkan sifat mabuk - mabukan, maka akan dijauhi karma buruk. Begitu pula Sakyamuni Buddha pernah bersabda bahwa arak dapat menimbulkan 36 jenis keruntuhan. Salah satunya adalah bahwa dewa naga dan dewa hantu menjadi jahat karena arak. Bila usia habis, pemabuk akan terjerumus ke dalam neraka gunung Thai. la akan dihukum dengan cara tembaga cair dituangkan ke dalam mulut. Cairan itu akan menghanguskan perut, hidup tidak mati pun tidak. Hukuman itu akan diderita nya selama ribuan bahkan puluhan ribu tahun."

Feng Chiu mendengarkan saya dengan tenang, lalu menjawab, "Apa yang anda katakan memang tidak salah. Di dalam Sastra Pencerahan dikatakan, minum arak bila menimbulkan keonaran pada para insan, itu merupakan sebuah- karma buruk. Bila saat seseorang minum arak, tidak berpikir untuk berbuat kebajikan, maka ia bisa mencelakakan para pelaku kebajikan. Bagaikan menuai buah, tapi tidak membuat dinding pemisah."

"Syukurlah kalau anda mengerti. Namun, mengapa seorang yang mati karena mabuk bisa naik ke alam Chang Fang Yu?"

Feng Chiu menjawab, "Orang yang minum arak dapat dikelompokkan dalam berbagai golongan. Sifat arak juga beragam. [Ada] sebagian orang setelah mabuk malah tidur dengan tenang. la juga tidak kehilangan rasa malunya. Semakin ia minum arak, pikirannya semakin jernih. Ada orang yang semakin minum arak semakin kebijaksanaannya bertambah, contohnya adalah Li Bai. Orang semacam ini, sepanjang hidupnya minum arak untuk menghindari penderitaan, kekacauan, pikiran dukha dan sukha. Di dalam kekotoran lahir kesucian.

Sebenarnya arak tidak membawa kebaikan, namun apa yang dilakukan orang tersebut membuahkan kebaikan. Orang-orang budiman seperti ini adalah umat saleh yang tidak pernah berbuat karma buruk. Bila minum arak tapi mampu masuk ke dalam pikiran ilusi bagaikan mimpi, tidak ada pikiran negatif, sebaliknya pikiran menjadi tenang, inilah yang disebut di dalam dukha muncul pikiran sukha. Karena karma, tentu saja ia tidak bisa mencapai buah yang hakiki. Namun, ia bisa naik ke alam Chang Fang Yu. Inilah hukum karma."

Saya membuka mulut saya lebar-lebar, tidak berani percaya.
Feng Chiu berkata, "Jangan bengong. Minum arak." Saya minum secangkir, habis dalam seteguk. Ternyata sungguh menyenangkan!

Feng Chiu balik bertanya kepada saya, "Apakah emosi mu bisa meluap bila minum arak?"
"Tidak."

"Apakah anda jadi melakukan perbuatan asusila bila minum arak?"
"Tidak."

"Apakah anda jadi melakukan perbuatan jahat bila minum arak?"
"Tidak."

"Bila demikian, orang seperti anda bisa naik ke alam Chang Fang Yu”.

Saya dan Feng Chiu meminta pemilik bar menyajikan arak lagi untuk kami nikmati bersama. Inilah yang disebut "Tamu sehati tiba, hati merasa bahagia, pembicaraan menjadi panjang lebar."
Kami mengobrol tentang syair dan Buddha sambil meneguk arak. Tiada beban dan rintangan, melampaui duniawi. Saya masih ingin melanjutkan, namun siapa sangka malam telah larut.

Saya berkata kepada Feng Chiu, "Saya sudah harus pamit."
"Kapan lagi anda akan datang ke sini?"

"Tidak tahu!"
"Mengapa kita baru sekarang bertemu? Baru bertemu, sekarang sudah harus berpisah."

"Penduduk daerah manakah anda?"
Feng Chiu menjawab, "Feng Yuan."

Saat matahari terbit di timur, saya terbangun. Ternyata hanya sebuah mimpi. Namun, saat terbangun, di dalam mulut masih terasa sedikit bau arak. Seluruh wajah saya merah. Nafas saya terasa panas.

Pernah beberapa ternan yang suka pergi ke bar mengajak saya ikut bersama mereka minum arak. Mereka semua menjadi mabuk. Hanya saya sendiri yang tidak mabuk. Semua kawan merasa aneh. Namun, saya sadar bahwa penyebab saya tidak mabuk adalah disebabkan pil Ju Gong yang saya peroleh di Negeri Arak. . .

Suatu kali, kami tiba di sebuah bar yang berlokasl di Feng Yuan. Begitu kami masuk, terpampang selembar foto berukuran besar. Yang mengagetkan, foto itu adalah foto Feng Chiu. Saya memberitahu pemilik bar bahwa saya pernah bertemu dengan wanita di dalam foto itu. Pemilik bar menertawai saya, "Anda bertemu hantu. Dulu ia adalah seorang bunga terkenal. la sudah lama meninggal dunia."

Akhimya pemilik bar bercerita kepada saya: Feng Chiu adalah seorang wanita yang aneh. Awalnya, ia adalah seorang bhiksuni yang telah Iepas jubah (kembali lagi ke kehidupan awam). Lalu, ia langsung membuka usaha bar. la bergaul dengan para tokoh masyarakat. la sangat memperhatikan para pelayan wanita bawahannya. la sering kali berbuat amal untuk membantu orang miskin. la bahkan membantu membiayai para pelayan wanita yang bekerja di bar nya agar menyelesaikan pendidikan mereka. Uang penghasilan nya digunakan untuk mendirikan yayasan sosial. la bahkan juga mengajarkan orang untuk belajar Buddhisme. la adalah seorang Bodhisattva yang hidup di tengah lumpur namun tidak tercemar oleh lumpur. la beramal tanpa ingin diketahui orang lain. la suka menyumbang peti mati dan obat-obatan sampai puluhan ribu dollar. Jumlah orang yang telah ditolongnya sudah tak terhitung lagi. Sayang sekali orang baik ini tidak berumur panjang. Suatu kali, ia kelebihan dosis arak. Sekali mabuk, ia tidak sadar lagi untuk selamanya.

Feng Chiu adalah seorang bhiksuni yang kembali ke kehidupan orang awam.
Ah!
Semua telah jelas bagi saya.

**sumber artikel: buku 'Pakar Dunia Roh', buku ke-1 kisah ke-8, penerbit: Padmakumara.

Rabu, 24 Februari 2010

Apa Beda Manusia Dengan Babi?


Banyak orang berkata bahwa aku hidup didalam ilusi. Ada lagi yang mengatakan aku menggunakan ilmu hitam. Dan yang lain lagi mengatakan bahwa aku adalah seorang yang dapat menghipnotis dan menggunakan ilmu pelet. Memang, aku kelihatan aneh dan gila. Tetapi sesungguhnya sewaktu orang lebih mengenalku -- mereka dapatkan aku orang yang biasa biasa saja.

Seorang anak muda bernama Tseng Tzu-chi datang dari tempat yang jauh mengunjungiku. Ia bercakap cakap denganku selama kira kira 1 jam. Lalu ia berkata dengan nada kecewa,"Saudara Lu, saya datang mengunjungi anda karena aku mengira anda adalah semacam orang suci. Mengapa cara anda berbicara biasa saja -- tak ada yang istimewa?"

Aku tersenyum. "Aku memang orang biasa. Aku menggunakan bahasa sederhana. Ingatlah, pikiran Budha adalah pikiran yang sederhana. Ada begitu banyak orang biasa yang berpikir dan bertingkah laku sepertinya mereka adalah orang yang luar biasa. Engkau datang mengunjungiku untuk melihat kegaiban kegaiban dariku? Tak ada yang gaib sebenarnya. Aku hanya memberitahukan orang hal hal yang mereka tidak dapat lihat."
"Dapatkah anda memberikan bukti kepada saya?"

"Ya. Tetapi ini tergantung kemampuanmu untuk melihat apa yang aku tunjukkan kepadamu."
"Bagaimana caranya?"

"Tolong beritahu tanggal lahirmu."
"Tanggal 16 Juli, jam 11 malam."

"Hmmm, aku rasa ada satu yang bisa kau dapat."

Aku masuk kedalam perpustakaanku, mengambil sebuah kuas cat dan mencelupkannya kedalam tinta merah. Aku mendekatkan ujung kuas itu kemulutku dan dengan keras mengeluarkan hawa dari pusarku. Kemudian aku menuliskan sebuah titik merah di kedua kelopak mata tamuku itu.

"Sekarang semuanya terserah kau," kataku. "Aku rasa sebaiknya engkau pergi kepasar. Engkau bisa mendapatkan pengalaman yang unik. Engkau mempunyai waktu sebanyak 49 menit. Lihat atau tidak lihat, engkau tidak perlu kembali kesini untuk melaporkannya kepadaku," kataku.

Satu jam kemudian ada yang mengetuk ngetuk pintu rumahku dengan sangat keras.
"Hey! Tadi aku katakan engkau tidak perlu kembali. Mengapa engkau ada disini?"

"Saya harus memberitahukan anda! Saya hampir mati ketakutan! Wajahnya menunjukkan rasa kaget, ngeri, dan penuh dengan ketakutan. "Tadinya saya tidak mau percaya! Tapi saya lihat sendiri! Saya tidak gila! Ini benar benar nyata! Jadi aku mesti bagaimana sekarang?"
"Jangan begitu emosi. Ceritakanlah perlahan lahan."

"Saya mentaati saran anda. Ketika saya meninggalkan tempat ini saya naik taxi dan pergi menuju sebuah pasar. Saya dapatkan bahwa penglihatan saya menjadi kabur dan kabur. Saya dapat melihat sinar sinar terpancar dari orang. Di pasar, saya melihat dua baris tenda tenda tempat menjual daging babi. Bau babi sangat menusuk hidung. Ketika saya mengamati daging daging babi yang sedang diperdagangkan itu, saya hampir mati ketakutan!"

"Apa yang kau lihat?"
"Saudara Lu, sungguh sukar dipercaya! Kepala kepala babi yang digantung di tenda tenda itu adalah kepala kepala manusia! Mata mereka itu penuh dengan kesedihan dan keluhan. Semua kepala kepala babi itu telah berubah menjadi kepala kepala manusia. Semua kaki kaki babi babi itu adalah kaki manusia! Saya begitu ketakutan sampai saya tidak bisa bergerak. Saya ingin berteriak. Tetapi para pedagang itu berbicara membujuk bujuk para calon pembeli seperti tak ada sesuatu yang luar biasa, "Daging babi segar, daging babi besar. Ayo, jangan lewatkan kesempatan mendapatkan daging segar. Berapa kilo yang anda inginkan?"

"Jadi, apa kau membelinya?" aku bertanya kepada tamuku itu dengan nada tenang.
"Saudara Lu! Harap jangan bercanda! Bagaimana bisa saya membeli kepala kepala dan kaki kaki manusia?"

"Hmmm, pulanglah. Jangan ceritakan kepada orang lain apa yang kau lihat itu. Mereka akan mengira engkau gila. Aku rasa sebaiknya engkau pergi kepasar, membeli daging babi, dan membuat suatu masakan. Berbuatlah seperti orang biasa."

"Oh, tidak, tidak! Saya tidak dapat melakukan hal itu!"
"Tenanglah. Jangan terlalu serius. Bila engkau relax, engkau dapat melihat kenyataan dengan lebih baik."

"Saya harus serius! Saya telah melihatnya. Mana mungkin saya bisa makan babi lagi sekarang."
"Bodoh kamu!" kataku memarahinya.

Dikemudian hari aku diberitahu bahwa Tseng Tsu-chi, anak muda itu, tidak lagi dapat memakan daging babi. Bahkan sekedar mencicipi sedikit saja membuatnya muntah. Ia menceritakan pengalamannya itu kepada orang lain, dan tentu saja mereka menganggapnya gila sehingga ia menderita malu.

Apakah ada perbedaan antara manusia dan babi?
Tidak ada.
Keduanya adalah umat alam semesta yang mempunyai karmanya masing masing.


:::

Kesimpulannya ;
1. Keduanya sama-sama umat alam semesta
2. Bedanya ; memiliki karma yang berbeda.

**sumber artikel: e-book Padmakumara ke-1, artikel ke-20.

Menyelinap Ke Berbagai Dimensi

Menurut penyelidikan saya tentang alam Dharma (Dunia Roh), saya dapatkan bahwa manusia mempunyai "dimensi" (frekwensi) tersendiri, hantu mempunyai dimensi mereka tersendiri, dewa mempunyai dimensi tersendiri, begitu pula berbagai jenis dewa langit, dan juga para Buddha.

Ada 10 jenis alam yaitu alam Buddha, alam Bodhisattva, alam Pratyeka Buddha, alam Sravaka (Arahat), alam dewa, alam manusia, alam jin, alam binatang, alam setan kelaparan, dan alam neraka.

Saya dapatkan bahwa ke 10 jenis alam ini mempunyai "dimensi" mereka masing masing. Segala peristiwa aneh disebabkan oleh kekuatan dari multi-dimensi yang berbeda-beda ini. Meskipun unsur unsur dan dimensi dimensi ini berbeda-beda, ada saja orang orang tertentu yang mempunyai kesaktian untuk dapat menyelinap dari satu dimensi ke dimensi lain.

Manusia biasa sulit dapat menyelinap ke alam para dewa. Tapi, bukannya tidak mungkin terjadi. Bila terjadi, sungguh merupakan pengalaman yang luar biasa.

Pertama kali saya terselip ke suatu "dimensi" lain tercatat dalam buku roh saya yang pertama. (Bacalah "Catatanku Berkomunikasi Dengan Dunia Roh"). Istilah "terselip" disini berarti bahwa saya waktu itu hanya seorang manusia awam yang belum terlatih dan yang sebenarnya tidak boleh memasuki "dimensi" tersebut. Tapi, bisa juga saya katakan "bukan terselip" (bukan kebetulan) karena secara rahasia saya memperoleh dukungan dari Yao Che Cing Mu (Vajra Budhamatrka Kolam Yao, sesosok Budha dalam versi Taoisme) sehingga dapat memasuki sebuah tanah suci (alam suci Sukhavatiloka) dengan segala rahasia dan kegaibannya. Saya masuk ke "lingkaran sinar".

Saya masuk ke alam Sukhawati dari Amitabha Buddha. Saya masuk ke 10 alam Dharma.

Saya melihat segala inkarnasi masa lalu saya.

Saya ingin ulangi sekali lagi disini bahwa saya telah melihat kehidupan masa lalu saya (inkarnasi masa lalu), bahwa saya telah melihat tanah suci sebelah barat (alam Sukhawati dari Amitabha Buddha).

Apa yang saya katakan adalah sungguh terjadi! Terjadi saat saya berusia 26 tahun.
Sama sekali bukan mimpi.

Mimpi itu berbeda dengan "menyelinap". seperti burung hong kecil dan muda beterbangan dan bernyanyi dengan merdunya.

Dalam sebuah perjamuan besar, Instruksi: "Hidangkan teh."

Maka, burung burung hong berjambul merah turun dari angkasa sambil membawa piring piring kumala. Di atas piring piring itu, tersedia cangkir cangkir berisi teh surgawi. Cangkir cangkir itu bisa terbang dengan sendirinya ke mulut para tamu yang menginginkannya. Setelah tamu selesai mencicipi teh, cangkir cangkir itu terbang kembali ke piring yang kemudian diangkut oleh burung burung hong itu.

Instruksi lain: "Hidangkan arak."
Bangau bangau kuning menukik turun, dengan teko dan cangkir di mulut, menghidangkan arak wangi kepada para tamu yang menyukainya.

Saya belum pernah melihat di dunia manusia adanya fenomena burung burung menghidangkan makanan, mondar-mandir mengantar makanan dan arak.

Lalu, ada dayang dayang mulai menari. Kaki mereka tidak pernah menyentuh tanah. Mereka bersalto kesana-sini memamerkan gaun indah mereka.

Sungguh indah, sungguh menarik.
Surga itu senantiasa terang, tak pernah ada malam. Semua makanan bersifat murni dan bersih.

Semua dayang dayang sungguh cantik jelita.

Semenjak saat itu, hidup saya menjadi sebuah kisah gaib. Semenjak saat itu, kecaman terhadap saya tak pernah berhenti datang.

Dalam salah satu acara meditasi saya, berkat dukungan dari Vajra Budhamatrka Kolam Yao (Yao Che Cing Mu), saya memasuki surga Kolam Yao. Disana segala sesuatu begitu berbeda dengan apa yang kita lihat di dunia manusia. Sungguh merupakan dunia yang berbeda.

Cuaca disana seperti akhir musim semi. Istana istana, semuanya terbuat dari 7 jenis batu berharga, bersinar terang dan transparan, tinggi menjulang menyentuh awan awan. Terang bersumber dari mutiara mutiara Manicheist yang memancarkan sinar sinar yang lembut. Pepohonan dan bunga semuanya seperti kumala. Ada rombongan burung burung unik. Burung burung yang

Juga, ada musik surgawi yang dikumandangkan dari angkasa. Melodinya bisa langsung dikenali sebagai unik karena tidak pernah terdengar di dunia manusia.

Tercatat dalam Sutra Amitabha bahwa hembusan angin pada 7 jenis pohon pusaka serta nyanyian merdu dari berbagai jenis burung membuat orang terbangkitkan minatnya untuk menyebut nama Buddha, Dharma, dan Sangha.

Saya sungguh merasa bahwa musik surgawi dari Kolam Yao membuat orang mengalami Maha Bahagia, Maha Terang, Maha Suci, dan Maha Damai.

Sewaktu saya membaca buku buku klasik, saya juga pernah menemukan kisah kisah "penyelinapan ke dimensi lain". Salah satunya adalah sebagai berikut:
Ada seorang pria bernama Si An yang pergi mendaki gunung untuk pesiar. Saat itu ada kabut tebal di atas gunung yang membuat segala sesuatu terlihat kabur. Setelah mendaki lebih tinggi lagi, Si An tiba tiba mendapatkan bahwa pemandangan telah berubah total. Apa yang dilihatnya sungguh bukan dunia manusia. Ada banyak bunga unik dan tanaman aneh yang tidak pernah dilihatnya sebelumnya. Kemudian, ia melihat sebuah pohon besar yang tingginya beberapa meter, dengan bunga bunga merah di seluruh cabang dan ranting pohon. Putik putik bunga bunga itu semuanya putih mengkilap seperti mutiara. la memetik salah satunya. Kagetnya, ternyata itu benar benar mutiara. Kemudian, ia melihat jauh di bawah lembah yang ditutupi awan tipis yang mengambang -- ada semacam sinar yang berkelap kelip. la berjalan kesana dan mendapatkan ada 2 kakek sedang main catur. Si kakek melihat Si An datang namun tidak menyapa sama sekali. Kedua kakek itu terus berkonsentrasi pada permainan catur. Si An berdiri disamping mereka, menonton. Sewaktu permainan catur selesai, si kakek bertanya kepada Si An, "Kamu berasal dari mana?"

Si An menjawab, "Saya tersesat sampai kesini."

Si kakek berkata, "Ini bukan dunia manusia. Kau lebih baik tidak tinggal disini lebih lama lagi. Saya akan kirim kau kembali ke dunia mu."

Kedua kakek itu membawa Si An ke sebuah tempat. Si An merasakan awan awan berkumpul di kaki nya yang mengangkatnya ke atas dan mendaratkannya di sebuah tanah datar yang ternyata merupakan jalan keluar dari gunung itu.

Sewaktu Si An tiba di rumah nya, istri nya kaget. Si An juga sama kagetnya. Sewaktu Si An meninggalkan rumah, istri nya masih berusia 20an, tapi sekarang istrinya sudah berusia 70an, sudah menjadi nenek tua. Sebaliknya, Si An masih terlihat muda seperti biasa di usia 30an. Keduanya menangis.

Si istri berkata, "Kau pergi mendaki gunung, tapi tidak kembali selama 50 tahun. Semua orang bilang kau sudah mati."

Si An mengeluarkan mutiara dari kantong baju nya. Mutiara itu sungguh besar, bersinar terang sekali. Sungguh tak dapat ditemukan di dunia ini.

Akhirnya, Si-An sadar bahwa ia telah terselip ke dunia para dewa. Ke 2 kakek itu sesungguhnya adalah dewa dewa. Semenjak saat itu, Si-An mencoba mendaki gunung itu berulang kali, namun betapapun ia berusaha keras, ia tidak dapat menemukan tempat yang pernah ia kunjungi itu.

Yang sama anehnya adalah tentang mutiara yang ia dapat dari pohon besar. Setiap kali mutiara itu dikeluarkan, seluruh ruangan menjadi harum semerbak. Bila tercium wanginya, maka anda akan langsung merasa bersemangat penuh energi. Sungguh sebuah mutiara dewa.

Dalam hidup saya, saya telah banyak kali "menyelinap" ke berbagai dimensi, misalnya ke:
- Alam Dharma Vajra Vairocana
- Tanah Suci Avatamsaka
- Tanah Suci Barat (Sukhavatiloka) dari Amitabha
- Tanah Suci dari Mitsukongo
- Tanah Suci Timur Kristal Murni dari Buddha Obat
- Tanah Suci Manicheist dari Maitreya,
- Tanah Suci dari Ksitigarbha
- Tanah Suci Ruang Vajra dari Manjusri

Ada banyak sekali tempat seperti ini. Tanah tanah suci ini diciptakan oleh kesaktian para Buddha dan Bodhisattva. Dunia yang besar bisa memenuhi seluruh alam semesta. Dunia yang kecil bisa seukuran sebutir debu. Untuk dapat mengunjungi dunia dunia ini, orang harus mempunyai "ikatan karma" (ikatan jodoh) yang dibutuhkan. Kita tidak bisa melihat kegaiban dari dunia dunia ini dengan mata fisik kita. Tapi, bila seseorang berjodoh dan didukung oleh Yidam (makhluk suci penolong utama) nya, ia bisa tiba tiba muncul disana.

Tanah tanah suci yang rahasia seperti ini ada dimana-mana di berbagai dunia roh. Sesungguhnya, dunia dunia itu diciptakan oleh para Buddha dan Bodhisattva semau mereka, baik di berbagai langit, baik itu di barat maupun di timur.

**Scanned by sun on fri, 29/Apr/2005
Sumber artikel : buku "Petugas Survey Dunia Roh", kisah ke-22.

Tour ke Alam Surga


Di masa-masa saya memberikan pelayanan konsultasi kepada masyarakat, jumlah tamu yang berkonsultasi kepada saya mencapai puluhan ribu orang. Tamu-tamu itu sungguh bervariasi latar-belakang nya, dari orang kelas atas seperti raja dan bangsawan sampai ke rakyat jelata yang miskin dan gelandangan. Boleh dikata, segala jenis masalah sudah pernah saya alami.

Pada suatu kali, ada seorang wanita datang berkonsultasi. Memakai rok hijau, ia duduk di hadapan saya. Saya paling suka warna hijau. Karena itu, saya menatap nya beberapa kali. Wajah nya berseri-seri dan menawan. Alis mata nya bagai daun willow. Sepasang mata nya mengandung hasrat. Hidung nya kecil dan mancung. Bibir nya merah delima. Tubuh nya langsing. Penampilan nya berpendidikan. Usia nya sekitar 20-an. Rambut nya dipotong ala pelajar, namun agak panjang, menerpa lembut wajahnya. Begitu ia menggerakkan kepala nya, helai-helai rambut nya tergeser ke pelipis. Setelah selesai konsultasi, ia pun pergi. Saya menatap sekilas pada kertas formulir konsultasi nya. Nama nya adalah Yue Er.

Keesokan hari nya, ia antri lagi untuk konsultasi. Kulit nya sangat putih halus. Diantara kerumunan tamu, ia bergerak lemah gemulai, memancarkan kemanjaan yang unik. Selesai konsultasi, ia memutar rok nya bagai batu yang terjatuh di permukaan danau tenang sehingga menimbulkan banyak desir-desiran.

Beberapa hari kemudian, Yue Er datang lagi untuk ketiga kali nya.

Saya bertanya, "Ada masalah apa?"
"Tidak ada."

"Tidak ada itu artinya apa?"
"Saya ingin membuat janji pertemuan dengan Master Lu. Bolehkah kita bertemu saat tidak ada orang lain?

Selama ini, waktu untuk konsultasi sangat singkat. Juga, ada banyak orang yang bisa mendengar percakapan kita. Saya ingin bertanya tentang hal yang bersifat rahasia dan pribadi."

"Ini ......"

Pelayanan konsultasi yang saya berikan biasanya bersifat terbuka. Begitu pintu dibuka, siapapun boleh masuk. Memang saat konsultasi diberikan, ada banyak orang lain yang ikut mendengarkan. Beberapa orang tidak terbiasa dengan kondisi demikian. Terhadap orang yang ingin waktu khusus untuk berkonsultasi secara pribadi dengan saya, saya bias menolak ataupun tidak menolak. Saya hanya menyatakan bersedia bila masalah mereka sangat penting.

Saya bertanya, "Apakah masalah penting?"
"Penting."

"Yakin?"

"Yakin."

"Baiklah, Kau boleh datang dua hari lagi di sore hari, Hari itu saya libur."


Dua hari kemudian, ia datang. Yue Er memakai blus hijau yang indah segar, membawa hijau. Pokoknya, ia tampak sangat cantik jelita dan manis, Ia bertanya tentang masalah asmara yang sepele. Kakak sepupu nya jatuh cinta kepada nya, tapi ia tidak mencintainya. Sepele sekali.

Yue Er kemudian bertanya, "Menurutmu, bagaimana penampilan saya?"
Dengan jujur saya menjawab, "Indah bagai bunga anggrek."

"Apakah kau suka saya?" Ia bertanya terus-terang.
"Saya ...."

"Ayo katakan."
"Baiklah saya akan katakan. Awal dari dua orang saling mencinta biasanya dimulai dengan daya tarik fisik. Setelah saling mengenal, cinta bisa tumbuh. Tumbuhnya cinta hanya bisa dialami dan tidak bisa diungkapkan. Saya rasa begitu."

"Kau tidak menjawab pertanyaan saya."
"Saat ini saya tidak punya perasaan suka ataupun tidak suka. Jadi, saya harus berkata apa?"

"Apa maksudmu?" Ia menjadi dingin.
"Saya bukan orang yang sebentar suka sebentar tidak suka. Itu sebabnya saya tidak akan sembarangan mengatakan nya."

"Ucapan mu beralasan. Saya pikir kau akan mengatakannya.
"Mengapa?"

"Saya pernah membaca buku karya mu yang berjudul ~Kumpulan Asap Hambar~ (buku pertama), ~Kisah Taman Mimpi~ (buku kedua), dan ~Di bawah Jendela Hati~ (buku ke 13). Saya sangat menyukai buku-buku tersebut. Saya rasa kau adalah orang yang penuh dengan cinta."

Saya tertawa, "Oh. Itu saat saya masih muda."
"Lalu sekarang bagaimana?"

"Saya menekuni ajaran Budha, melatih batin."
"Tapi, saya merasa kau sangat tampan, sangat keren, tidak terikat oleh tradisi. Itu sebabnya saya sering rindu bertemu dengan mu."

"Oh!" Saya kaget, tidak sanggup menjawab.

Ketika Yue Er akan beranjak pergi, ia memberi saya sebuah kantong plastik merah. Di dalam nya, ada selembar kertas kecil bertuliskan dua kata: "Rindu padamu." Juga, ada alamat dan nomor telpon.

Meski saya memang terkejut sewaktu membaca tulisan di kertas itu, sebenarnya hal-hal seperti ini sudah sering terjadi pada diri saya.

Sebagai contoh, dulu pernah ada seorang wanita yang cantik dan genit datang berkonsultasi. Ia lalu jadi sering datang, mulai membantu saya mengulek tinta, mengambil kertas Hu ataupun kuas, menyusun kartu nama.

Suatu ketika, ia menyelipkan surat kepada saya yang bertuliskan tujuh kata, "Walet kecil pasti mematuk rumput keluarga Lu." (Wanita itu bernama Yu Yan. Yan berarti walet.) Saya mengabaikan nya. Saya menunjukkan surat itu kepada ibu saya yang juga tidak ambil pusing.


Contoh kedua adalah seorang wanita yang merupakan tetangga saya. Ia adalah putri Wen Yan. Ia sering datang ke rumah ibadah saya untuk bersujud. Adakalanya ia jalan-jalan di depan rumah saya. Sewaktu menatap saya, sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu. Ia menaruh surat ke dalam kotak surat saya, mengharapkan saya bertemu dengan nya di taman bunga. Saya tidak pergi. Belakangan ia pun pindah rumah.

Yang menulis surat sebagai cara mendapatkan cinta saya juga tidak sedikit jumlahnya. Sekarang muncul pula Yue Er. Saya prihatin urusan ini berlarut-larut. Jadi, surat nya saya buang.

Pada suatu hari, saya pergi keluar untuk membeli sesuatu. Ketika sedang berjalan kaki, sebuah mobil mewah "mercedes benz" berhenti disamping saya. Orang di dalam mobil melambaikan tangan nya kepada saya. Ia menurunkan kaca jendela. Ternyata ia adalah Yue Er.

"Mari saya antar."
Saya masuk ke dalam mobil nya.

Ia menyetir sangat cepat. Dalam waktu singkat, mobil nya tiba di tempat kediaman nya, sebuah apartemen tinggi.

"Mengapa membawa saya kesini?"
"Kau tidak mengatakan mau kemana." Katanya genit.
Ia berkata lagi, "Bantulah saya melihat tempat sembahyang."

Saya tidak bisa menolak. Tapi, begitu masuk ke rumah nya, ternyata tidak ada tempat sembahyang. Juga, Yue Er hanya tinggal sendirian.

"Dimana tempat sembahyang nya?" ,
"Baru mau pasang."

Saya melihat sekeliling ruangan. Apartemen itu sangat mewah, dibangun dengan bahan berkwalitas tinggi. Dinding nya ditempel kertas dinding. Lampu dari lazuardi. Perabotan nya mahal. Dekorasi nya mewah. Ada dua kamar ticlur dan satu ruang tamu.

Saya menunjukkan tempat yang cocok untuk sembahyang. Ia tidak perhatikan. Sepertinya memasang tempat sembahyang hanya alasan belaka. Hati saya tidak tenang.

Yue Er menuang arak, "Mau minum?"
Saya menjawab jujur, "Sedikit."

Ia memberikan segelas kepada saya, tapi menumpahkan nya ke baju saya. Ia lalu mengambil kain, sepertinya ingin membantu membersihkan baju saya. Tapi, ia tidak mengusap bekas arak yang tumpah di baju saya. Yang ia lakukan adalah mengusap dada saya, lalu bersandar di dada saya. Saya mencium keharuman yang menggiurkan. Hampir saja buah dada nya terlihat saya. Wajah Yue Er bersemu merah. Bahkan lehernya juga merah. Bulu mata nya bagai sutra. Kedua tangan nya meraba lembut. Nafas nya sangat dekat. Nafas nya seperti bunga anggrek. Tangan nya memelintir ujung baju saya. Saya lihat bibir nya basah, lidah nya seperti cengkeh. Saya hanya perlu menundukkan kepala.

Dunia ini serasa berputar. Tubuh saya bergoncang hebat. Tulang dan nadi saya melemah dan kesemutan. Hati saya terlena.

Namun, saya teringat bahwa saya adalah sadhaka (orang yang melatih batin). Saya telah mendapatkan kesempatan berharga terlahir sebagai manusia. Saya telah menemukan guru dan ilmu sejati untuk melatih pil emas keabadian. Saya telah berhasil mempelajari ilmu air dan mantra pengusir setan. Mana boleh hal ini saya ikut hanyut bersama nya? Apakah saya bersedia kehilangan roh sejati? Saat ini pikiran saya bersemi tiada bertepi. Apakah ini yang namanya melatih sifat sejati? Saat ini saya merasakan sentuhan lembut dan mencium keharuman. Apakah ini yang namanya keyakinan yang kokoh? Saat ini nafsu birahi menggebu-gebu. Apakah ini yang namanya bersih? Saat ini berpelukan. Apakah ini yang namanya bermeditasi menghadap dinding?

Saya teringat ucapan guru saya, bhiksu Liao Ming, bahwa air mani (energi vital) merupakan pusaka paling berharga. Jangan sembarang memberikan nya kepada tulang-belulang wanita murahan. Energi vital sejati hasil pelatihan Lien Sen Rinpoche Lu Sheng Yen mana boleh sembarang dibocorkan bagai air yang mengalir.

Dalam Budhisme Eksoterik (Sutrayana), ada Sila "sama sekali tidak boleh menyentuh wanita".
Sekali sentuh, sudah dianggap melanggar sila asusila.


Dalam Budhisme Tantrayana, seorang yogi berlatih hingga berhasil mencapai tahap:
(1) kuat bagai vajra,
(2) teguh bagai baja,
(3) anasvara (air mani tidak bocor),
(4) sunyata, bersih.
Setelah seorang yogi berhasil mencapai tahap ini, baru boleh berlatih anuttara-tantra dimana ada sila lain yang disebut 'sila pembebasan istimewa'. Dari anuttaratantra, yogi mendapat maha bahagia, bersih bercahaya, pencerahan, kebijaksanaan, dan lain lain. Ini adalah ilmu yang paling rahasia. Anuttara-tantra tidak boleh sembarang dilatih, harus terlebih dahulu mendapatkan abhiseka (attunemen) dan ajaran lisan.


Dari guru saya, rahib Liao Ming, saya belajar ilmu-ilmu "ratna bradha-kumbha" (pernapasan botol), "pembangkitan inti kundalini", "enam gaya perubahan Sakya", semuanya merupakan latihan yang dibutuhkan untuk mencapai empat keberhasilan dahsyat diatas.

Saya mendorong Yue Er. Ia memberontak, lalu terjatuh. "Mengapa begitu?" Tanya saya.
Wajah Yue Er bersemu merah, "Apakah saya tidak cantik?"

"Cantik."
Yue Er berkata lagi, "Saya tidak percaya kau tidak menyukai saya."

"Saya memang suka, tapi saya lebih suka ...."
"Lebih suka siapa?"


Saya menunjuk ke langit.

"Di langit, ada yang lebih cantik?"

Yue Er telah salah paham. Saya menunjuk ke langit dalam arti "buah keberhasilan melatih batin". Saya ingin mencapai penerangan sempurna dan berlatih sifat bodhisattva. Namun, saya tetap berkata kepada Yue Er, "Benar. Benar."

"Saya tidak percaya di langit benar-benar ada dewi."

"Benar-benar ada."

"Saya belum pernah melihat dewi kahyangan."

"Saya akan membawamu untuk melihatnya." Saya kelepasan bicara. Saya menyesal.

"Bisakah kau?"

"Seharusnya bisa."

"Kapan?"

"Malam ini dalam mimpi."

"Kau tidak bohong kan?"

"Seharusnya tidak."

"Baiklah. Bila saya sungguh melihat dewi, saya baru akan tenang dan rela."

Terus terang, saya mampu datang dan pergi secara leluasa ke seluruh alam semesta (sepuluh alam dharma). "Loteng giok 9 tingkat" dari Maha Dewi Yao Chi Cing Mu sering saya kunjungi. Para dewi kahyangan seperti dewi Hua Lin, dewi Mei Lan, dewi Qing E, dewi Yao Ji, dewi Yu Zhi, semuanya sangat akrab dengan saya. Juga, para dewi Kamadhatu (alam dewa yang masih mempunyai nafsu) seperti dewi Tai Xuan, dewi Cai Luan, dewi Zhen Liao, dewi Jiang Xuang, dewi Hong Goang, semuanya super cantik. Di istana Zi Xuang yang mempunyai pemandangan paling menakjubkan di sungai langit, tempat tinggal asal saya, ada 20 dayang dewi.


Semua dewi itu mempunyai wajah yang seperti bulan purnama. Mata mereka seperti ombak di musim gugur. Bibir kecil buah persik. Pinggang langsing bagai daun willow hijau. Bukan hanya cantik jelita, tapi juga sangat halus lembut dan gemulai. Riasan wajah mereka seperti musim semi. Sungguh wanita-wanita tercantik di seluruh negri dengan keharuman surgawi. Ketika terbang, mereka melesat cepat dengan mempesona. Ketika berjalan, mereka menebarkan keharuman bunga anggrek.

Apalagi .... Jubah surgawi yang agung, bersih tiada debu. Di atas mahkota terdapat bunga mutiara. Kecantikannya takkan layu. Di sekujur tubuh, ada keharuman tersembunyi, bersih bercahaya. Tersenyum dengan bibir persik, angin musim semi tiada kerisauan.

Malam hari itu, saya bermeditasi di depan altar. Saya membaca mantra roh dewa ; "He he yan yang. Matahari terbit di ufuk timur. Bintang dan rembulan bersembunyi di kegelapan malam. Sinar keberuntungan alam semesta. Semangat terbangkitkan. Budha Dharma menampakkan bayangan. Sifat roh memancar. Dusun raja yang paling agung. Bagai burung luan hong yang berlutut dengan sayap nya. Cepat laksanakan amanat. Shie."


Tangan saya membentuk mudra. Saya mengenakkan "Hu Dewa Berwisata" yang diwariskan oleh guru saya.
Jiwa dan pikiran saya tenang. Berfokus pada alam dewi Yao Chi Cing Mu, loteng giok 9 tingkat.


Angin sejuk menerpa. Roh saya perlahan-lahan keluar dari tubuh fisik, keluar dari ubun-ubun kepala, melayang layang. Saya teringat saya harus membawa Yue Er. Begitu pikiran saya terfokus kesana, tidak sampai satu menit, saya telah tiba di tempat Yue Er. Dengan tangan, saya menekan ubun-ubun kepala nya. Celaka, roh nya terblokir, tidak bisa keluar. Saya terpikir, boleh lewat mata. Maka, saya menggunakan ilmu menarik roh; "Ilmu langit manjur. Ilmu bumi manjur. Ilmu manusia manjur. Menarik roh mu. Cepat keluar. Menembus langit mencapai bumi. Terus berubah tiada henti. Hari ini saya menarik roh. Cepat tampakkan wujud. Atas nama San San Chiu Hou, cepat laksanakan perintah. Shie."

Maka, roh Yue Er keluar lewat mata kanan nya. Sangat kecil seperti cengkeh tiga inchi. Saya mengulurkan tangan, menggenggam nya. Melihat saya, Yue Er jadi tidak takut, malah merasa nyaman berada dalam genggaman saya. Saya mulai mengantar roh Yue Er, berjalan cepat. Baru 15 menit, kami telah tiba di sebuah alam dewa. yang remang-remang. Disitu saya bertemu dewa Ri You, dewa Ye You. Mereka melambai-lambaikan tangan sambil berjalan. Juga saya bertemu Zhi Ri Gong Zhao. Ia juga melambai-lambaikan tangan sambil berjalan.
Yue Er sangat girang. Ia berkata, "Lien Sen, dengan mengandalkan mu, saya bisa berwisata ke alam surga. Kalau sudah puas, baru kembali ke bumi."


"Celaka. Saya lupa memberitahumu," saya panik.
"Ada apa?"

"Kau tidak boleh bicara."
"Mengapa?"

"Begitu kau bicara, kau akan memuntahkan hawa manusia."
"Lalu kenapa?"

"Berabe."

Saya belum selesai menjelaskan kepada Yue Er, tapi 28 prajurit dewa (bintang rsi) sudah datang mengepung saya dengan rapat.

"Prajurit dewa 28 bintang rsi, mengapa mengepung saya?"
Melihat saya, mereka berdiri tegak dan berseru, "Ternyata Yang Arya yang datang. Maaf. Maaf."

Prajurit Dewa Jiao Xing Jun berkata, "Kami tentu tidak berani mengepung Yang Arya. Namun hawa manusia terdeteksi. Mau tidak mau kami harus periksa."

Dalam hati saya berpikir, "Bila saya ke surga sendirian, para dewa tidak akan menghadang saya. Hari ini saya membawa Yue Er. Sayang sekali ia terlanjur bicara sehingga menimbulkan masalah. Hawa manusia bisa mengotori istana surgawi. Bencana itu tidak boleh sampai terjadi. Sekarang terpaksa harus kembali. Tapi, setelah kembali, apa yang harus saya katakan kepada Yue Er?" Saya serba salah.

28 Bintang Rsi tentu saja tahu bahwa saya adalah Lien Sen Rinpoche Lu Sheng Yen. Namun, karena dari tangan saya muncul hawa manusia, mau tak mau para dewa itu harus bertindak mencegah masuknya hawa manusia ke dalam istana surgawi. Mereka berkata, "Harap Yang Arya kembali saja. Datang lain kali."

"Bisa kompromi?"
"Maaf. Ini kewajiban kami."

"Kali ini saja. Lain kali tidak lagi."
Jiao Xing Jun berkata, "Tidak boleh. Hawa manusia yang masuk ke istana surgawi sebenarnya harus dihukum mati tanpa kecuali. Sekarang kami harap Yang Arya kembali saja. Harap Yang Arya berkenan tidak menyulitkan kami."

Saya sebenarnya ingin segera membalikkan badan untuk pulang saja. Namun, saya teringat bahwa saya telah berjanji kepada Yue Er, bahwa saya tidak membohongi nya. {Jika} Pulang jadi seperti membohongi nya. Ini membuat saya tidak puas.

Saya tiba-tiba teringat bahwa saya adalah Tathagata. Siapa yang bukan Buddha? Ah! Hakikat Budha sesungguhnya adalah diri sendiri. Yue Er adalah Budha. Siapa yang bukan Tathagata? Seketika, dari telapak tangan saya, tersembur air amerta yang membawa kebaikan bagi semua makhluk, yang bercahaya tiada banding, yang merupakan cahaya keberuntungan tiada musnah, yang bersih dan sempurna, yang menetap dalam bahagia.

Saya membuka telapak tangan saya.
Ke 28 dewa bintang rsi menganga. Mereka dengan serentak berseru, "Penguasa Bintang Rsi." penguasa bintang rsi? Beliau adalah Dewa Marici. melihat sekilas ke telapak tangan saya.
Di atas tangan, berdiri sesosok dewi yang memegang kipas tak lain tak bukan adalah Dewa Marici Bodhisattva. Beliau berwujud dewi, tinggi nya tiga inchi, berdiri di atas bunga teratai, mengenakan mahkota, memakai batu berharga di dada. Berbagai perhiasan memperagung tubuh Nya. Terlihat sangat berwibawa. Tangan kiri nya memegang kipas langit yang mirip kipas milik dayang Vimalakirti. Tangan kanan nya direntangkan ke bawah. Ke lima jari nya direntangkan, membentuk mudra pengabul keinginan. Ke 28 dewa bintang rsi ber-anjali.


Saya perlahan-lahan naik ke surga. Saya membawa Yue Er melihat Ling Xiao Bao Tian. Surga ini dipenuhi hawa menyejukkan dan cahaya keberuntungan. Angin kebajikan menerpa lembut. Busur pelangi terlihat luar biasa indah. Ada ribuan dewa mengenakkan anting dan gelang, panji lima ilmu. Awan mega menyelimuti sepanjang ribuan mil.

Lalu, saya membawa Yue Er melihat Lei Yin Bao Tian. Pagoda dan panji melambai-lambai. Kanopi pusaka melayang-layang. Bunyi geledek menyuruh kembali ke jalan sejati, membuka lebar pintu kemudahan. Pratima emas sang Bhagawan, wajah giok Arahat, pembabaran ilmu mulia tiada bertepi, bermandikan budi tangit tiada batas.

Lalu, saya membawa Yue Er melihat "Loteng Giok 9 tingkat". Disini bersih dan transparan. Di sekeliling, mengalir 3 alam. Ada berbagai jenis penjelmaan yang memikat. Kita pergi melihat dewi empat penjuru, delapan penjuru, 20 surga. Para dewi disana semuanya cantik tak tersirat dengan kata-kata.

Yue Er sangat terperanjat. Ia melihat semuanya sampai puas.
Beberapa hari kemudian, Yue Er datang mengunjungi saya.

"Saya merasa menyesal. Tidak ada muka untuk bertemu dengan mu."
"Jangan begitu."

"Ternyata surga itu ada. Sekarang, bagaimana saya harus meminta maaf?"
Saya senang ia berkata demikian. Saya berkata, "Melatih batin seperti saya."

"Saya mengangkat guru kepada mu," Yue Er bersujud di hadapan saya.
Yue Er menanyakan hal yang belum dimengerti nya, "Saya seorang manusia yang tidak berpahala naik ke surga. Tapi, mengapa mendadak saya bisa berubah wujud dan naik ke surga? Siapa itu penguasa bintang rsi? Siapa Marici?"

"Dewa Marici adalah nama sesosok Bodhisattva. Beliau muncul dalam wujud dewi, berlari di depan matahari, memiliki kesaktian yang dahsyat dan leluasa, memiliki ilmu menghilangkan wujud yang paling canggih sehingga beliau jarang sekali bisa ditemukan. Dewa Marici Bodhisattva menguasai seluruh dewa dan arwah bintang rsi sehingga ia dijuluki Penguasa Bintang Rsi Hua Man. Kau bisa berubah wujud menjadi Marici karena yidam (makhluk suci yang paling berjodoh dengan) mu adalah Marici.

"Bila kau menyingkirkan semua karma buruk masa lalu mu, maka kau bisa berubah menjadi Marici."
"Saya harus berlatih metode apa?"

"Saya akan mengajarkan mu Sutra Dewa Marici Bodhisattva Dharani dan Sutra Hua Man. Saya akan mewariskan kepada mu metode pelafalan nya dan ilmu menghilangkan wujud nya."

Yue Er ternyata berlatih dengan sangat serius. Belakangan terbongkar rahasia Yue Er. Setelah ia lulus universitas, karena sangat cantik, ia dirayu seorang pria yang sangat kaya. Pria itu menghadiahkan nya rumah dan mobil, tidak menghendakinya bekerja. Dengan kata lain, ia menjadi wanita simpanan pria itu.
Setelah mulai bersadhana (melatih batin), Yue Er sadar bahwa hal itu tidak patut. Ia memutuskan ikatan duniawi tersebut.

Akhirnya, ia menjadi bhiksuni.


**sumber : buku Konsultan Dunia Roh-#?, kisah ke-23, Penerbit: Padmakumara.

Hiolo Berusia 5000 Tahun



Duduk bermeditasi adalah jalan pendek untuk memasuki Samadhi. Berjalan, berhenti, duduk, dan berbaring adalah juga latihan. Tapi duduk bermeditasi dipandang sebagai cara yang paling umum untuk memasuki Samadhi.

Dengan lewatnya waktu, keadaan pikiran saya menjadi semakin jernih dan semakin terang.

Kekuatan spiritual saya sekarang ini maju pesat baik secara ruang lingkup maupun ketepatan nya dibandingkan di masa lampau. Sekarang saya berada di sebuah alam manusia yang baru.

Sebagian orang percaya bahwa begitu Lu Sheng Yen pergi ke Amerika Serikat, semua hasil latihannya akan hilang. Mereka tidak tahu bahwa saya justru bahkan bagaikan terlahir kembali. Mata batin saya, mata prajna saya, dan mata Buddha saya menjadi lebih halus, lebih tepat, dan dapat mencapai semua tempat di seluruh penjuru.

Para Buddha dan Bodhisattva lah yang membawa saya ke Amerika.

Maha Rsi Yao Che Cing Mu lah yang membawa saya ke Amerika. Perubahan hidup saya sangat nyata selama 3 tahun mengurung diri di loteng Ling Xian. Kepindahan saya ke Amerika bukanlah tanpa alasan melainkan sudah diatur oleh nasib. Bahkan sampai hari ini saya masih mengherankannya. Dalam meditasi saya, saya melihat seorang bhiksu mendatangi saya sambil membawa sebuah hiolo. Bhiksu itu bernamaskara kepada saya dengan penuh hormat. Ia kemudian berkata,

"Guru, saya telah mencari anda lama sekali."
"Apakah kita saling mengenal?"

"Jarak tempat guru dan tempat saya adalah 150 juta km."
"Oh, sungguh sangat jauh."

"Guru, saya adalah murid anda."
"Saya tidak ingat anda."

"Guru, harap amati hiolo kuno ini. Guru menggunakan hiolo ini 5000 tahun yang lalu."
"Sudah berumur 5000 tahun? Itu sama dengan umur sejarah Cina. Jadi rupanya saya sudah berusia sangat tua."

"Anda, guru, bukan hanya seorang manusia yang sudah berusia sangat tua, tetapi malah merupakan manusia yang sudah berusia semilyar generasi."
"Wah, saya bingung."

Namun, saya rasakan semacam sinar yang halus namun sangat panjang menyinari diri saya di dalam. Saya sedang "rewind" dalam sistim waktu. Semua perasaan menjadi berbeda. Tak disangka saya mengingat semua kejadian 5000 tahun yang lalu. Ruang lingkup penglihatan dan pendengaran saya sungguh tanpa batas. Saya melihat kembali semua pemandangan aneh di langit. Seorang bhiksu berdiri di depan para suciwan dengan membawa sebuah hiolo di tangannya datang mendekati saya ...

"Apakah anda adalah La Hu Wen Bodi?" saya bertanya.
"Ya, sekarang anda ingat pada saya, guru."

"Jadi hiolo ini benar benar milik saya. Mengapa anda datang kesini?"
"Memohon anda kembali."

"Memohon saya kembali?"
"Benar, " si bhiksu bernamaskara kepada saya, "karena banyak murid sangat merindukan anda. Mereka meminta anda kembali lagi."

"Siapakah mereka?"
"Mereka adalah Qi Yu, Xin Qi, Acarya Zhizhe, Bhiksu Shen Hui, dan lain lain lagi."

"Oh, saya juga sangat merindukan mereka, tetapi saya belum menyelesaikan misi penyelamatan saya disini."
"Kapankah anda akan kembali, guru?"

"Saya tahu bahwa saya akan segera kembali," saya berbisik. Saya hampir mengeluarkan air mata. Mereka tidak tahu kesulitan kesulitan yang saya hadapi.
"Baiklah." Si bhiksu membalikkan badan, terbang ke awan awan dan lenyap.

Pengalaman meditasi ini sungguh tak terbayangkan bagi manusia di dunia. Dalam pengalaman ini, saya dapat mengingat semua kejadian pada 5000 tahun yang lalu. Semua orang orang suci itu masih saya kenal sekali.

Ini merupakan 'pengingatan kembali'. Ada semacam 'tape' sepanjang bermilyar milyar tahun dalam otak saya. Bila jarum indikator menunjuk pada periode waktu tertentu, maka lidah api (saya hanya bisa menyebutnya semacam lidah api) akan bergoyang goyang dengan hidup. Sangat hidup dan terang. Bentuk dan gerakannya sungguh cemerlang.

Saya tidak dapat menahan tawa saya.

Ternyata saya telah melalui begitu banyak generasi.


Hidup manusia sungguh bagaikan setetes air di lautan. Saya menghargai memori tentang hiolo berusia 5000 tahun itu. Saya menghargai memori tentang murid murid saya, Acarya Zhizhe dan Bhiksu Shen Hui.

Saya masih heran bahwa saya berkaitan dengan mereka. Acarya Zhizhe dan Bhiksu Shen Hui ternyata adalah murid murid saya.

Dalam hidup kali ini, saya adalah Lian Shen rinpoche. Sungguh ajaib.

Hukum sebab akibat sungguh misterius untuk dibayangkan.


**sumber artikel : e-book Padmakumara-11, kisah ke-18

-- tue, 13/feb/2007 --

Selasa, 23 Februari 2010

Wanita Yang Tinggal di dalam Tembok


Tuan dan nyonya Jiang Hong pindah rumah ke sebuah bangunan lima lantai yang sangat baru. Tuan Jiang, seorang dokter, membuka klinik medis nya di lantai dasar. Lantai 2, 3, dan 4 digunakan mereka sebagai tempat tinggal. Dan, karena mereka berdua menganut Budhisme, lantai 5 dijadikan ruang khusus altar sembahyang.

Dokter Jiang mempunyai 2 putra dan 1 putri. Putri bungsu nya, Siao-Sien, baru berusia 5 tahun. Begitu pindah ke rumah baru ini, Siao-Sien langsung jatuh sakit. Untungnya ayahnya adalah seorang dokter. Setelah dirawat dengan telaten, Siao-Sien sembuh dengan cepat.

Di lantai dasar bangunan itu, ada sebuah tembok besar. Setiap kali Siao-Sien berjalan melewatinya, ia melirik. Dari mata nya, terlihat ia jeri. Pada mulanya, ayah ibu nya tidak memperhatikan hal ini. Namun, belakangan mereka sadar bahwa setiap kali mereka berjalan bersama putri mereka melewati tembok besar itu untuk menuju ke elevator, Siao-Sien selalu berlari ke sisi yang menjauhi tembok sepertinya ingin bersembunyi atau dilindungi. Mereka mulai merasakan keanehan tingkah laku putri cilik mereka itu.

"Kau kenapa?"
Siao-Sien tidak menjawab.

Sewaktu mereka bertanya terus, akhirnya Siao-Sien menunjuk ke tembok dan berkata, "Ada orang di dalam tembok." Mendengar jawaban Siao-Sien, tuan dan nyonya Jiang sampai merasa gatal di kepala. Mereka membawa Siao-Sien ke dalam apartemen, mulai meng-interogasi putri mereka dengan terperinci tentang apa maksudnya mengatakan ada orang di dalam tembok itu.

Siao-Sien mulai bercerita sebagai berikut: Di hari pertama mereka pindah ke apartemen itu, Siao-Sien sudah melihat adanya seorang wanita di dalam tembok di lantai dasar. Begitu melihat wanita di tembok, Siao-Sien melempar sebuah pensil ke arah nya. Si wanita di dalam tembok memandang Siao-Sien dengan dingin dan meniupkan hawa ke Siao-Sien. Siao-Sien langsung kedinginan dan merasa lelah, rasanya tak bertenaga sama sekali.

Semenjak saat itu, setiap kali Siao-Sien berjalan melewati tembok besar untuk menuju elevator, pandangan dingin dari si wanita di tembok menakutkan nya. Siao-Sien tidak berani lagi melempar pensil ke arah wanita itu, takut disembur dengan hawa dingin yang membuatnya sampai jatuh sakit.

Tuan dan nyonya Jiang bertanya, "Apakah kau selalu dapat melihatnya?"
"Tidak selalu. Adakalanya saya tidak melihatnya."

"Apakah ada orang lain disitu selain wanita itu?"
"Cuma ada dia saja."


"Bagaimana rupa wan ita itu?"
"Seperti seorang penyanyi, tapi tidak mau senyum."

"Apa yang ia lakukan?"
"Suatu kali, ia melambai kepada saya dan ingin saya masuk ke tembok untuk bermain-main. Ia menunjukkan [kepada] saya beberapa mainan."
Mendengar ini, dokter Jiang dan istrinya merasa jantung mereka serasa dingin.


Baik dokter Jiang maupun istri nya berpendidikan tinggi. Mereka tidak membantah adanya hal hal supernatural dan mistik, tapi mereka berpendapat bahwa kepercayaan tentang hantu dan roh muncul akibat pembawaan manusia yang merasa tidak aman, curiga, dan suka ber-imaginasi sehingga mengaitkan apapun kejadian yang aneh dengan dunia roh.

Sekarang, setelah mendengar pengalaman putri mereka, barulah mereka mempertanyakan kembali keragu-raguan mereka tentang adanya dunia roh. Siao-Sien tidak gila, juga tidak ada perlunya berdusta. Apa yang Siao-Sien telah uraikan betul-betul nyata baginya. Ada orang yang tinggal di dalam tembok, seorang wanita.

Mereka memutuskan untuk mengundang guru Budhis mereka menjalankan ritual "pembersihan rumah". Upacara tidak dilakukan secara besar-besaran, hanya sekedar mengundang si guru yang didampingi oleh 2 bhiksu pengikut nya untuk mencipratkan air suci dan membacakan ayat-ayat kitab suci sehingga ada ketentraman di rumah mereka. Selesai upacara, tuan dan nyonya Jiang bertanya kepada Siao-Sien,

"Apa wan ita itu masih di tembok?"

"Ya. "

"Apa reaksi nya terhadap upacara ini?"
"Ia cuek saja, tidak membuatnya pergi."

"Selama upacara, apa yang wanita itu lakukan?"
"Ia mengedip-ngedipkan mata ke bhiksu-bhiksu itu."
"Oh .... "


Tuan dan nyonya Jiang sadar bahwa ritual itu tidak manjur. Tampaknya guru mereka dan ke 2 bhiksu anak-buah nya tidak dapat melihat wanita di tembok itu. Si wanita masih ada di tembok, sama sekali tak terpengaruh oleh ritual tadi. Jadi, mereka harus bagaimana sekarang?

Pada suatu hari, selagi dokter Jiang sedang memeriksa pasien di lantai dasar, nyonya Jiang sedang menggoreng ikan di loteng. Mendadak dokter Jiang menelpon dari klinik di lantai dasar, meminta istri nya untuk segera turun ke bawah. Ada sedikit kerepotan. Si pasien jatuh pingsan. Nyonya Jiang adalah seorang suster. Kebetulan suster yang biasa bekerja di klinik dokter Jiang sedang tidak masuk kerja. Jadi, keahlian nyonya Jiang sebagai suster dibutuhkan untuk membantu merawat pasien. Pada saat itu, Siao-Sien baru saja pulang dari sekolah Taman-Kanak-Kanak. Ia sedang berdiri di depan elevator untuk naik ke lantai atas ketika ia mendengar suara dari dalam tembok, "Ikan, ikan, ikan." Siao-Sien masih tidak mengerti. Si wanita di tembok berkata lagi, "Beritahu ibu mu tentang ikan nya." Siao-Sien langsungberjalan ke ruang klinik dan memberitahu ibunya, "Ikan, ikan, ikan." Saat itu, si pasien sudah sadar kembali dan sedang bercakap-cakap dengan nyonya Jiang. Mendengar Siao-Sien berkata, "Ikan, ikan, ikan", nyonya Jiang langsung teringat ikan yang sedang digorengnya dan bergegas naik ke loteng. Ikan nya sudah hangus, dapur telah penuh dengan asap hitam, dan panci goreng sudah sampai berlubang. Untung belum sampai menimbulkan kebakaran. Setelah kejadian ini, tuan dan nyonya Jiang jadi serba salah, tidak lagi merasa benci atau ngeri tentang adanya si wanita di tembok, tapi masih belum bisa merasa nyaman dan tak apa-apa tentang adanya si wanita di tembok. Mereka tidak tahu harus bagaimana.

Karena Siao-Sien bisa bercakap-cakap dengan wanita di tembok itu, lambat laun Siao-Sien tidak lagi merasa takut kepada nya. Ia sering duduk diam di depan tembok itu, adakalanya sampai beberapa kali dalam sehari. Ia mulai berhenti main dengan teman-teman seusia nya. Ia jadi suka duduk sendiri di kamar tidur nya dengan pintu tertutup. Adakalanya, tuan dan nyonya Jiang terbangun di tengah malam dan mendapatkan Siao-Sien tidak di kamar tidur melainkan sedang tertidur bersenderkan tembok besar di lantai dasar.

"Kenapa kau malam ini?"
"Bibi memanggil saya."


"Mengapa tidur bersender di tembok?"
"Saya masuk ke dalam tembok untuk main-main.
Bibi sangat ramah dan baik kepada saya."

Tuan dan nyonya Jiang terperanjat, "Bagaimana kau masuk ke dalam tembok?"
"Begitu saya tertidur, saya masuk ke tembok sampai papa menggoyangkan badan saya, membangunkan saya."

Wah, tuan dan nyonya Jiang sadar bahwa kondisi Siao-Sien sudah tidak normal lagi. Kebanyakan orang tidak begini. Kondisi Siao-Sien tidak berubah, malah semakin menjadi-jadi, sudah seperti orang kesurupan. Siao-Sien semakin bertingkah laku aneh sepertinya roh nya tidak selalu ada di tubuh fisik nya. Tuan dan nyonya Jiang kuatir Siao-Sien akan semakin gawat. Bagaimana kalau Siao-Sien suatu hari masuk ke dalam tembok dan tidak keluar keluar lagi. Harus bagaimana? Siapa bisa menolong nya?

Pemah terpikir mereka untuk merobohkan tembok itu, tapi tembok itu terbuat dari beton dan merupakan pondasi dari seluruh struktur bangunan.

Pemah terpikir mereka pula untuk pindah rumah tapi mereka telah bersusah-payah merencanakan dan membangun bangunan lima lantai yang dapat berfungsi sebagai klinik dan rumah tinggal sekaligus.

Mereka gelisah karena Siao-Sien menjadi semakin kurus dan pucat. Lidah nya terlihat keputih-putihan. Mata nya merah. Ada lingkaran hitam dibawah kedua mata nya. Ia sepertinya telah dikontrol oleh si wanita di tembok. Wanita di tembok ini telah membuat hidup mereka tidak tentram, bagaikan badai besar yang memporak-porandakan ketenangan danau.

Mereka sudah mencoba pergi ke beberapa rumah ibadah Budhis, memasang dupa dan berdoa, tapi sepertinya tidak memberikan hasil apa-apa. Akhirnya, mereka memberitahu guru Budhis mereka tentang masalah ini. Guru mereka terkejut mendengarnya dan langsung mengusulkan, "Ada seseorang yang bisa menolong kalian. Cepatlah mencarinya."

"Siapa? "
"Lu Sheng Yen."

Tuan dan nyonya Jiang berkata, "Di salah satu rumah ibadah Budhis, seorang penceramah disana berkomentar bahwa Lu Sheng Yen adalah seorang sesat dan tidak boleh dipercaya. Mengapa suhu menyuruh kami pergi mencarinya? Sepertinya bertolak-belakang. "

Suhu mereka menjawab, "Ini lagi darurat. Mengapa tidak mencoba? Yang penting, bisa membereskan urusan. Kau sendiri seorang dokter. Kau pasti tahu sifat pasien. Bagi pasien, asal ada orang yang bisa menyembuhkan nya, maka ia tidak akan perduli apakah dokter nya punya ijin resmi atau tidak. "

Dokter Jiang bertanya, "Apakah Lu Sheng Yen ini benar-benar bisa menyembuhkan Siao-Sien?"

"Saya sudah mendengar tentang kesaktian hebatnya. Terus terang, setiap kali ada kejadian kejadian yang seperti kalian alami, saya selalu mengusulkan mereka pergi mencari Lu Sheng Yen. Banyak kasus yang sulit dan rumit telah berhasil diatasi nya."

Maka, tuan dan nyonya Jiang menuruti nasihat suhu mereka, mendatangi saya. Mereka antri untuk dapat berkonsultasi dengan saya. Saat itu, ada sekitar 300 orang mendatangi saya setiap hari untuk berkonsultasi. Semua antri berdasarkan siapa datang duluan. Mereka diberi nomor dan menunggu.

SeteJah tiba giliran tuan dan nyonya Jiang, mereka menyerahkan sepotong kertas berisi alamat mereka. Menerima data alamat mereka, saya memejamkan mata sejenak, lalu berkata, "Ada 6 orang tinggal di rumahmu. Betul tidak?"
"Tidak. Cuma 5 orang."
"Menurut saya, ada 6 orang."

"Kami suami istri dan 3 anak, semuanya jadi 5 orang. Kok 6?"
"Suami, istri, 2 putra, 1 putri, itu memang total 5 orang. Tapi, ada 1 makhluk halus di rumahmu. Bukankah jadi 6?"

Tuan dan nyonya Jiang meng-iya-kan di dalam hati, tapi mereka ingin menguji saya, "Tinggal dimana makhluk halus ini?"
"Di dalam tembok."

Tuan dan nyonya Jiang melongo, tidak bisa bicara apa-apa untuk sejenak. Mereka bertanya lagi, "Kami harus bagaimana?"

"Ha .. ha .. ha. Saya juga tidak tahu."
"Master Lu, kami sudah terganggu lama sekali.

Tolonglah." Kata nyonya Jiang.
"Master Lu, tolonglah kami." Tuan Jiang juga memohon.

"Wanita di tembok itu sesungguhnya tidak berniat jahat kepada kalian. Kalian bisa tinggal bersama tanpa masalah. Hanya saja putri kalian dapat melihatnya dan sering bermain dengan nya. Lambat laun, ia mulai terpengaruh oleh energi yin dari wanita itu sehingga mulai bertingkah aneh. Bukankah demikian urusan nya?"

"Betul, betul. Master Lu, kau sungguh seorang manusia dewa."
"Begini saja. Saya akan mencari waktu luang untuk bisa berjumpa dengan nya muka dengan muka. Saya yakin ini mudah diatasi."

"Terima kasih. Terima kasih." Mereka sangat gembira.
Saya pergi berkunjung ke klinik dokter Jiang.

Mereka menyambut saya dengan ramah. Saya berjalan menuju tembok yang dipermasalahkan.

"Ada tempat untuk saya bisa duduk tenang bermeditasi sejenak?"

"Ada. Altar sembahyang kami di lantai 5."

Saya menggunakan sebuah koas untuk menggambar sebuah pintu kecil di tembok sambil berkata, "Para dewa di bumi, dari pasir, tanah, dan lumpur, bisa pergi ke langit. Dari langit ke bumi, mampu mengubah alam. Diubah untuk menolong para insan yang berjodoh. Jiji Rushen Bing Shen Zhang, Lu Ling She." Lalu, saya pergi ke ruang altar di lantai 5 mereka untuk duduk bermeditasi. Dalam sekejab, tubuh saya menciut sampai seukuran titik, bahkan lebih kecil lagi. Pori-pori tembok terlihat semakin besar, bagaikan banyak gua. Dengan tenang saya masuk ke salah satu gua. Awalnya, saya tidak melihat apa-apa. Kemudian, setelah saya sampai ke ujung, muncul setitik sinar seperti sinar bintang.

Saya berjalan lebih ke dalam lagi. Kira kira 5 menit kemudian, saya melihat sebuah rumah yang ada penerangan nya. Seorang wanita keluar dari rumah itu. Usia nya sekitar 40 an. Ke dua mata nya besar. Agak gemuk, tapi masih cantik. Sewaktu melihat saya, ia agak kaget.

"Bagaimana orang hidup bisa datang kesini?"
"Saya Lien Sen."

"Oh, ya, ya, Lien Sen. Saya pernah dengar nama itu."
Ia mengajak saya masuk ke rumah nya.

Di dalam, ada meja, beberapa kursi, dan sofa.
Ia membuatkan teh bagi saya.

"Saya senang kau datang. Saya jarang punya tamu. Kau sungguh bukan orang biasa bisa datang kesini. "
"Saya menggunakan ilmu Taoisme untuk datang kesini. "

"Dulu saya mati. Begitu sadar kembali, saya sudah ada disini. Ini merupakan sebuah alam halus. Saya hidup sederhana disini. Saya tidak bisa keluar. Orang lain tidak bisa datang kesini. Saya hidup sendirian di dalam tembok ini."

"Mengapa Siao-Sien bisa datang kesini?"
"Frekwensi energi nya mencocoki. Sewaktu saya menariknya, ia bisa datang. Saya suka kepada nya. Ia satu-satu nya teman saya di alam halus ini."

Saya memberitahu nya tentang kesehatan Siao Sien.
"Gara-gara saya kesepian, ia jadi sakit."
Ia merasa menyesal.


"Bahwa kau kesepian, itu wajar. Tuan dan nyonya Jiang pasti memaafkanmu. Asalkan Siao-Sien mengurangi kunjungan nya kesini, ia akan sehat kembali. Ngomong-ngomong, apa sebabnya kau bisa sampai tinggal di tembok ini?"

Mendengar pertanyaan saya itu, wajah nya langsung jadi sedih. Air mata nya menetes. Tapi, dalam sejenak, ia sudah kembali riang. Ia mulai bercerita sebagai berikut:

Namanya Chen Cing. Setelah lulus universitas, ia bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan konstruksi. Karena cantik dan bekerja baik, ia sangat disukai oleh bos nya. Lambat laun, ia jatuh cinta kepada bos nya dan menjadi wanita simpanan bos nya yang sudah beristri. Awalnya, si bos sangat memanjakan nya, memberi nya banyak uang, membelikan nya rumah, mobil, barang-barang mewah, bahkan mempekerjakan seorang pembantu rumah tangga khusus untuk nya. Chen Cing sangat bahagia.

Tetapi, kebahagiaan nya tidak berlangsung lama. Si bos mulai lebih jarang berkunjung kepada nya. Kalaupun datang, hanya mampir sebentar sudah mau pergi lagi. Kata si bos, ia sibuk dengan proyek konstruksi. Si bos mulai jarang memberi nya uang. Kalau pun memberi, itu harus diminta dulu oleh Chen Cing. Setelah Chen Cing selidiki, ternyata si bos punya pacar baru yang masih muda dan sangat cantik. Si pacar baru sering menemani si bos main golf, pandai bernyanyi dan berdansa. Si bos tergila-gila pada pacar baru nya yang memang sedemikian cantik sehingga pernah terpilih sebagai gadis tercantik di kampus sekolah nya. Chen Cing cemburu besar, mendatangi si bos sambil menangis dan berteriak. Karena si bos cuek saja, ia mengambil pisau untuk membunuh diri. Si bos berusaha menghalangi nya bunuh diri, berusaha merampas pisau yang dipegang Chen Cing. Karena Chen Cing sangat marah, ia mulai justru menyerang si bos. Namun, karena si bos lebih kuat secara fisik, ia berhasil merampas pisau Chen Cing dan secara tidak disengaja malah menusuk Chen Cing di bagian tubuh yang vital sehingga Chen Cing tewas seketika. Si bos tentu saja sangat kaget dengan apa yang terjadi. Setelah tenang, ia mendapat akal, mulai membelah-belah mayat Chen Cing sampai menjadi beberapa potong, memasukkan nya ke dalam kantong plastik, membersihkan darah yang berceceran, mengangkut mayat Chen Cing ke pabrik nya, dan larut di malam hari selagi tidak ada saksi ia melempar mayat Chen Cing yang terpotong-potong itu ke dalam mesin raksasa pengaduk semen dan pasir.
Begitu tuntas proyek konstruksi bangunan 5 lantai milik dokter Jiang, mayat Chen Cing ada di dalam tembok besar rumah dokter Jiang. Si bos melapor kepada polisi bahwa Chen Cing kabur dari rumah. Karena tak bisa ditemukan, Chen Cing dianggap hilang. Itulah kisah Chen Cing. Mendengarnya, saya sangat tergugah, "Sungguh kejam dia."


"Memang. "
"Apakah kau mau balas dendam?"

Di luar dugaan saya, Chen Cing menjawab, "Saya telah lama merenungkan hal ini. Saya telah menyadari kesalahan saya. Emosi dan kerisauan saya muncul karena kebodohan saya sendiri dan bingung nya saya tentang tujuan hidup saya yang sebenarnya. Sesungguhnya, sedari awal kami menjalin hubungan asmara, sifat dan tingkah laku kami sudah terlihat tidak sesuai sehingga sudah tentu akan berakhir mengecewakan. Rasa cemburu saya, ditambah tindakan saya sendiri mengambil pisau, merupakan kesalahan saya sendiri. Saya irasional dan kasar. Bila dulu saya lebih pintar, saya pisah saja darinya. Nasib saya akan lebih baik bila demikian. Terbunuh dan terpotong-potongnya saya hanyalah akibat dari kesalahan kami sendiri."

"Jadi, kau tidak mau balas dendam?"
"Tidak." Jawab Chen Cing dengan tenang.


Saya terkesima, belum pernah bertemu seorang hantu penasaran yang demikian terbuka pikiran nya dan bisa memaafkan.

"Kau tidak membenci nya?"
"Tidak. Karena tembok ini, karena benda mati ini, wawasan saya justru jadi terbuka."

"Apakah kau tidak mau keluar dari tembok ini untuk pindah ke alam yang lebih indah seperti alam surga, menyatu dengan keabadian yang penuh kedamaian? "

"Kau tahu tidak? Hidup saya di dalam tembok ini pada dasarnya tidak indah, tidak buruk, tidak baik, dan tidak jahat. Tidak ada perbedaan antara yang pintar dan yang bodoh, antara yang tinggi dan yang rendah. Semuanya terserah saya. Saya tidak mengidamkan gaya hidup yang mewah atau pujian orang lain. Saya sangat tentram disini. Tempat ini adalah surga bagi saya. "

"Surga bagimu?"
"Ya, surga. Tempat ini adalah surga yang tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang dunia."

Saya terdiam. Di benak saya tadinya, sebuah surga adalah tempat dimana orang orang suci berkumpul, dimana ada kota-kota dewata yang indah, dimana ada berbagai tumbuhan langka dan unik, dimana para warga nya tidak bisa tua.

"Jadi, kau tidak mau keluar dari tembok ini?"
"Tidak mau."

"Sungguh?"
"Sungguh. "

Chen Cing balik bertanya kepada saya, "Mengapa kau datang kesini?"
"Untuk menolongmu. Dengan kekuatan Dharma saya, saya bisa membantumu keluar dari tembok ini, mengantar mu ke sebuah tanah suci."

"Saya tidak mau." .,
"Tetapi ... "

"Ada kesulitan apa?"
"Saya tentu tidak akan memaksa mu keluar.

Tetapi, dokter Jiang dan istri nya berharap supaya kau keluar dari tembok ini. Karena kau menganggap tembok ini sebagai surga mu, saya sungguh bingung tentang apa yang harus saya lakukan."

Chen Cing tertawa, "Wah, saya tidak tahu bagaimana menolongmu dalam hal ini."
"Kesaktian saya tak berguna."

"Kesaktian paling berguna saat tidak perlu digunakan. "
"Kata-kata mu masuk akal bagi saya." Saya mengangguk, meski masih bingung harus berbuat apa.

Saya mohon pamit dengan sangat sopan. Chen Cing berharap saya bisa berkunjung lagi. Ia mengantar saya keluar. Kami berbelok-belok diantara butiran-butiran semen di dalam tembok. Lalu, saya keluar dari meditasi.

Saya telah gagal. Tadinya saya kira saya banyak tahu tentang Budhisme dan Taoisme. Saya kira tingkat kebatinan saya telah tinggi. Tetapi, kejadian bertemu dengan Chen Cing telah mengubah semuanya. Saya merasa sungguh kecil dan tak berdaya.

Saya hanya bisa berdoa kepada Yao Che Cing Mu (Bunda Emas Kolam Yao). Setiap kali saya mengalami kesulitan, saya berusaha berkomunikasi dengan makhluk-makhluk suci tingkat tinggi untuk memohon bimbingan. Alasan nya sederhana saja. Mereka memiliki tingkat kebijaksanaan yang jauh lebih tinggi.

Saya berdoa kepada beliau, "Mohon petunjuk."
Ia menjawab, "Tak ada petunjuk."

Saya hampir pingsan mendengarnya, "Tolonglah."
Bunda Emas berkata, "Bicara lagi dengan nya."
"Bagaimana caranya meyakinkan nya?"

"Kau sudah sepakat dengan Chen Cing. Tapi, Chen Cing belum sepakat dengan dokter Jiang. Itu inti urusan nya. Kunjungi dia lagi untuk berdiskusi sehingga bisa mengatasi urusan ini."

“Ia cuma mau tinggal di tembok, tidak mau keluar. Bagaimana mengatasi hal ini?"
“Apakah tembok dokter Jiang merupakan satu-satunya tembok?"

Merenungkan jawaban Bunda Emas, saya merasa ini masuk diakal.

Menggunakan ilmu Taoisme "Panca Cara Keluar", saya kembali masuk ke dalam tembok Chen Cing.

Saya berbicara kepada Chen Cing, "Kondisi mu ini memberimu kesempatan yang paling ideal untuk olah batin sehingga dapat terbebaskan dari kemelekatan pada wujud, suara, bebauan, rasa, sentuhan, dan kesadaran fisik. Di dalam tembok, semua itu tidak ada. Ini adalah kesempatan yang sangat berharga bagimu untuk bisa mencapai alam -tanpa pikiran-."

"Benar." Jawab Chen Cing.

"Guru sesepuh, Milarepa, mengajarkan bahwa kematian sesungguhnya bukan kematian. Kematian adalah sebuah pengalaman pencerahan yang muncul dalam sekejab. Bagi para sadhaka dan yogi, kematian adalah sekilas pencerahan."

"Saya setuju. Saya juga pernah menjadi seorang yang melatih batin dalam inkarnasi-inkarnasi lalu saya."
"Saya setuju bahwa kau tinggal di dalam tembok. Orang orang jaman sekarang tidak punya waktu luang untuk duduk bermeditasi. Mereka terlalu sibuk kesana kesini.”

"Benar. "
"Namun, berdiam nya kau di rumah dokter Jiang telah menimbulkan kesulitan bagi mereka. Bagaimana kalau kau tinggal di tembok rumah saya, Lien Sen Lu Sheng Yen?"

"Ini .... "

"Saya akan mengajarkanmu jalan bodhisattva sehingga kau menjadi senantiasa sadar akan sifat sejatimu, apakah kau sedang berjalan, berdiri, duduk, atau apapun."

"Baiklah. "

Menggunakan ilmu "memindahkan 5 unsur", saya memindahkan rumah Chen Cing dari tembok dokter Jiang ke tembok rumah saya. Metode ini mirip dengan metode "Kaki dewata" dimana dengan berfokus pada alam tujuan, sekali menggerakkan kaki, sudah terbang dan tiba dengan cepat. Chen Cing telah dipindahkan ke tembok rumah saya.

Saya sengaja menambahkan satu barang untuknya yaitu piano. Selagi Chen Cing masih hidup sebagai manusia, ia adalah seorang pianis yang mahir. Adakalanya, saya cukup menempelkan telinga saya ke tembok, maka saya akan mendengar suara musik piano yang indah.

*sumber artikel: buku "Konsultan Dunia Roh", buku ke2, kisah ke-1

Kamis, 18 Februari 2010

Karma dan Nasib

*Ceramah Dharma Acarya Samantha Chou pada tanggal 8 April 1997

Para bhiksu dan sadhaka sedharma, selamat malam. Om Mani Padme Hum.
Selama beberapa hari ini, saya sedang berusaha menjawab sebuah surat yang ditulis seseorang yang baru menemukan SatyaBuddhagama dan ingin memperoleh jawaban dari masalah masalah pribadi yang dihadapinya. Surat itu tidaklah mudah dijawab karena berupa kisah peristiwa peristiwa tragis yang terjadi dalam hidup nya. Ia berkata bahwa ia berasal dari sebuah keluarga besar yang beranggota 10 anak. Ayah nya meninggal karena kanker. Salah satu kakak pria nya mati muda. Seorang lagi meninggal dalam kecelakaan lalulintas. Kakak perempuan nya yang pertama dan yang ke empat mengalami perceraian. Kakak perempuan nya yang nomor dua selalu berkonflik dengan suami nya. Usaha dagang kakak perempuan nya yang nomor tiga jatuh bangkrut. Pokoknya, tak ada saudara saudari nya yang dalam keadaan bahagia.

Ibunya adalah seorang penjudi dan tidak memperdulikan hal keluarga. Karena menghadiri beberapa upacara Buddhis dan berdialog dengan beberapa bhiksu, ia mulai mengenal Buddhisme. Karena konsep tentang nasib dan takdir sangat membudaya pada kebudayaan (tradisi) orang Cina, ia bertanya kepada seorang bhiksu, "Apakah saya mengalami kehidupan seperti ini karena nasib buruk?" Si bhiksu berkata kepada nya, "Tak ada itu yang namanya nasib!" Itu sebabnya ia memutuskan untuk bertanya kepada saya lewat surat, "Apakah ada nasib? Apakah ada takdir? Apakah takdir bisa diubah?"

Setelah membaca tentang sejarah keluarga nya, ia memang patut menerima simpati. Tak ada saudara saudari nya yang mendapatkan kebahagiaan hidup. Ia bahkan menceritakan bahwa ia sering bermimpi dimana ia melihat almarhum ayah dan almarhum kakak kakak nya memakai baju compang-camping dan sangat miskin. Dalam acara Ceng-Beng tahunan (acara sembahyang leluhur yang diadakan setiap tahun), keluarga nya hanya memperhatikan kuburan sang ayah dan mengabaikan kuburan kakak nya yang mati muda. Mereka lakukan ini karena seorang ahli feng-shui mengatakan, "Orang yang mati sebelum mencapai usia dewasa akan mendatangkan kesialan kepada keluarga nya bila ia diganggu. Orang seperti itu cukup dikubur saja, tidak perlu kuburan nya dirawat, tidak perlu mengangkat kembali tulang-belulangnya untuk dipindahkan ke lokasi lain, kalau tidak, kalian bisa sial."

Sewaktu mengunjungi kuburan kuburan keluarganya itu, ia merasa kasihan melihat kuburan saudara nya yang penuh dengan rumput lalang liar, tetapi ia tidak diijinkan oleh ibu nya untuk membersihkan rumput liar itu ataupun memasang dupa hio. Ia menulis kepada saya, "Kami sama sekali tidak merawat kuburan nya. Sudah ada begitu banyak masalah dalam keluarga kami. Apakah dengan merawatnya akan membuat masalah kami lebih banyak lagi?" Dalam surat nya, ia telah menuliskan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan anggota keluarga nya: Mengapa cerai? Mengapa usaha dagang menjadi bangkrut? Mengapa terjadi kecelakaan lalulintas? Mengapa timbul konflik dan perkelahian dalam keluarga nya? Mengapa? Memikirkan pertanyaan pertanyaan ini saja sudah membuat saya mengalami sakit kepala. Saya mungkin harus meniru Maha Acarya yang bila diberikan terlalu banyak pertanyaan maka akan memilih satu saja untuk dijawab. Saya biasanya berusaha menjawab semuanya bila 10 pertanyaan sekalipun ditanyakan. Ini tentunya sangat memboroskan waktu.

Mengapa sebagian bhiksu Buddhis menyatakan bahwa Buddhisme tidak percaya pada nasib dan takdir? Ini karena Sakyamuni Buddha ingin mengajar para insan bahwa nasib dapat diatasi. Bila kita memberitahu masyarakat bahwa nasib itu ada dan bahwa segala sesuatu telah diatur oleh takdir, maka orang akan menjadi patah semangat dan pesimis. Mengapa perlu perduli lagi bila segala sesuatu telah ditakdirkan? Orang akan hidup secara pesimis dan kehilangan semangat untuk mengatasi situasi yang sulit.
Sesungguhnya, nasib itu memang ada. Nasib sesungguhnya adalah karma.

Jadi, bagaimana mungkin tidak ada nasib? Takdir, yang merupakan kelanjutan dari nasib, juga memang ada. Misalnya, penyu yang salah satu dari kalian bawa pada malam hari ini dan yang baru saja mengeluarkan banyak suara. Ada nasib berkaitan dengan dirinya itu. Anda seharusnya menaruhnya di sebuah nampan daripada menyimpannya di dalam sebuah kantong kertas. Meskipun saya tak dapat melihatnya, ia terus membuat berbagai suara supaya ia diperhatikan. Adalah nasib nya bahwa ia dilahirkan sebagai seekor binatang. Mengapa bisa demikian? Tadi, sewaktu saya memasuki Samadhi di tengah-tengah upacara penyeberangan bardo, saya menyelidiki mengapa penyu itu terlahir sebagai penyu. Dalam kehidupan masa lampau nya sebagai seorang manusia, ia dan keluarga ayah nya mencari nafkah dengan membuat dan menjual kue. Mereka adalah pekerja keras. Tapi suatu kali sewaktu mereka mengetahui bahwa ada seorang tukang kue lain membeli banyak sekali terigu, ia dan ayah nya bertekad mencurinya. Dengan mudah saja mereka berhasil mencuri gandum yang tersimpan dan memindahkan nya ke gudang mereka sendiri. Si tukang kue yang sial itu telah menghabiskan hampir semua uang tabungan nya untuk membeli gandum sehingga harus jatuh bangkrut karena kasus pencurian itu. Di jaman itu, tak ada yang namanya asuransi. Jadi, ia jatuh bangkrut dan mengalami penderitaan. Setelah terbentur jalan buntu disana sini, ia akhirnya ia membunuh diri dengan cara menggantung diri. Sebaliknya, keluarga yang telah mencuri gandum telah mendapatkan bahan baku tanpa modal, disamping juga telah berhasil menyingkirkan seorang calon saingan. Jadi, mereka berhasil mengembangkan usaha mereka dan menjadi kaya raya. Karena pencurian yang terjadi di masa lalu itu, putra si tukang kue ini terlahir dalam kehidupan sekarang sebagai seekor penyu yang harus menyeret kepala, tangan, dan kaki nya. Setelah melakukan pencurian, si putra tukang kue tahu di dalam hati bahwa ia telah mengakibatkan banyak penderitaan pada korban nya. Tapi sudah terlanjur. Bagaimana mungkin ia mengakui kejahatan nya? Mustahil. Jadi, karena kesalahan nya itu, ia terlahir sebagai seekor binatang berlusin-lusin kali dan bahkan sewaktu terlahir kembali sebagai manusia, usia nya akan pendek saja. Sewaktu penyu ini membuat berbagai suara yang berisik, saya bertanya kepada Bodhisattva, "Apa pula penyebab sehingga penyu ini dapat hadir di sebuah vihara Buddhis dalam kehidupan kali ini nya dan berpartisipasi dalam sebuah acara puja bakti bersama serta menerima berkat dari upacara penyeberangan bardo? Apakah ia pernah menjadi seorang sadhaka sebelumnya?" Sang Bodhisattva menjawab, "Bukan, ia belum pernah menjalankan pelatihan diri. Tapi, dalam kehidupan masa lalu nya itu, ia pernah mengunjungi sebuah vihara dimana seseorang memberikannya lilin." Di masa lalu, orang menyalakan lilin di vihara setelah membuat sumpah atau permohonan. Ia sebetulnya hanya datang ke vihara sebagai turis belaka, tetapi sewaktu ada orang yang memberinya lilin, ia menerima nya dan membayar sejumlah uang. Karena ia sudah terlanjur memegang sebuah lilin, maka dinyalakannya dan ditempatkannya di hadapan para Buddha dan Bodhisattva. Karena satu tindakan itu saja, maka hari ini ia telah tiba disini bersama kita.

Kita mungkin tidak menyadari selama ini bahwa menyalakan pelita merupakan sebuah tindakan yang sangat berpahala besar. Memberi persembahan pelita kepada sang Buddha menandakan bahwa seseorang memohon sinar, sinar Buddha, untuk menyinari nya, untuk melenyapkan kebodohan dan kegelapan batin nya. Sewaktu orang mempunyai keinginan demikian dalam hati nya dan menyalakan sebuah lilin atau pelita dihadapan sang Buddha, maka para Buddha dan Bodhisattva memberikan sinar mereka kepada nya. Dalam kehidupan kali ini, si penyu harus terlahir di alam binatang untuk membayar hutang karma nya. Itulah nasib. Apa yang diciptakan dalam kehidupan masa lalu akan menghasilkan akibat dalam kehidupan yang akan datang.

Sakyamuni Buddha mengajarkan kita untuk mengatasi nasib. Nasib memang ada, tapi bukan berarti tidak ada jalan keluar. Ada cara cara untuk mengatasi nya. Bersadhana lah dan lakukanlah sadhana dengan rutin dan tekun. Sewaktu anda telah berlatih sampai mencapai kekosongan, anda akan terbebaskan dari ikatan karma, kekuatan Im-Yang, dan kekuatan 5 unsur. Anda tidak lagi dibawah hukum langit dan bumi, dewa dan hantu. Sewaktu anda tidak lagi terikat pada hukum hukum ini, anda tidak lagi terikat pada nasib.

Itu sebabnya sebagian Buddhis menolak keberadaan nasib dan takdir. Ini merupakan alasan utama mengapa sebagian bhiksu Buddhis tegas tegas menolaknya. Mereka ingin menasihati kita untuk berfokus pada upaya pelatihan diri. Kalau tidak, bila kita mengalami sedikit kesulitan, kita langsung kehilangan keseimbangan dan berkeluh kesah. Sungguh sulit bagi orang seperti itu untuk dapat mencapai kekosongan.

Sakyamuni Buddha mengajarkan kita bahwa Dharma Buddha dapat menolong kita untuk dapat mengatasi segala macam kemelekatan karma.

Hui-Ke, patriak ke dua aliran Zen sesudah Bodhidharma, adalah contoh seseorang yang dapat mengatasi karma. Ia telah melatih diri ke tingkat yang sangat tinggi, tetapi bagaimana akhir hayat nya? Kepala nya dipenggal. Ia mati dihukum. Betapa kematian yang tragis bagi seorang guru silsilah! Apakah ia telah gagal dalam bhavana nya? Apakah ia tidak mempunyai kemampuan untuk menangkal akibat karma? Apakah ia tidak mempunyai kesaktian? Tentu saja ia punya.

Bagaimana dengan Maudgalyayana, satu dari 10 siswa utama Sakyamuni. Ia dikenal sangat sakti. Ia dapat pergi ke tanah suci para Buddha untuk mendengar dharmadesana. Ia dapat pergi ke alam neraka untuk menolong ibu nya. Ia dapat melanglang buana dengan bebas di 10 alam dharma. Tapi bagaimana akhir hayat nya? Ia mati tertimpa batu batu. Betapa kematian yang mengerikan!

Sariputra dikenal akan kebijaksanaan nya yang besar. Bagaimana akhir hayat nya? Ia mati dengan usus cerai berai. Semua individu itu telah mencapai keberhasilan dalam pelatihan diri, tetapi kematian mereka sungguh tragis. Kita mungkin berkata, "Pelatihan diri yang mereka lakukan sepertinya tidak menolong mereka karena mereka tidak dapat lolos dari takdir. Wah, saya tidak mau menjadi seperti mereka. Saya ingin mati dalam posisi duduk bersila yang tenang dengan banyak sarira ditemukan dalam kremasi..."

Saya telah menjelaskan sebelumnya bahwa meskipun mereka memiliki kemampuan untuk lolos dari akibat karma itu, mereka memilih untuk menunjukkan kepada kita semua bahwa bila sebuah pelanggaran berat telah dilakukan seperti misalnya membunuh, maka pada akhirnya mereka harus menghadapi konsekwensi nya. Maudgalyayana telah membuktikan berulang kali bahwa ia sanggup lolos dari ancaman kematian sewaktu ia mengubah arah perjalanan karena mengetahui bahwa musuhnya telah bersembunyi dan menunggu untuk menghujani nya dengan batu. Tapi, mengapa ia tidak berhasil lolos pada akhirnya? Karena ia telah mencapai kemerdekaan dan pembebasan diri. Pada waktu mengalami hukuman, ia dapat memunculkan kebijaksanaan kekosongan. Hati nya penuh dengan kebahagiaan sewaktu menerima pembalasan tanpa menyalahkan siapapun.

Sewaktu saya melahirkan Engih, saya mengalami perdarahan yang parah. Para dokter tidak dapat mendeteksi dimana sumber perdarahan itu berasal. Mereka berulang kali memberikan saya transfusi darah, tapi saya terus kehilangan darah.
Merupakan pembalasan karma bahwa saya harus kehilangan seluruh darah di dalam tubuh saya. Saya harus merasakan bagaimana perut saya dibuka dan berbagai organ tubuh saya diangkat keluar. Saya kan penjelmaan dari Padmakumara Ungu dan telah menjalankan sadhana. Jadi, mengapa saya harus mengalami hukuman seperti ini? Itulah nasib. Saya harus bertanggung jawab atas karma saya sendiri.

Jadi, ada situasi situasi dimana seseorang yang telah mencapai kekosongan tetap rela menerima pembalasan karma. Di satu pihak, ia memilih untuk menggunakan situasi itu untuk mengajarkan kita menghadapi karma kita daripada berlari darinya. Di lain pihak, ia menunjukkan bahwa setelah mempunyai penguasaan akan hal tumimbal lahir, ia dapat meninggalkan dunia manusia ini dengan cara apapun yang ia suka. Ia bebas untuk mengalami ataupun tidak mengalami pembalasan karma. Orang tersebut tentunya adalah orang yang telah mencapai kekosongan.

Sewaktu seseorang memiliki kebijaksanaan kekosongan, ia dapat berada dalam keadaan maha sukha. Tak perduli betapa mengerikan situasi yang dihadapinya, orang seperti itu bisa menghadapinya dengan hati yang gembira. Saya ingin memberitahu kalian semua pada hari ini bahwa seorang sadhaka yang benar benar telah berhasil dapat mengatasi situasi apapun dan tidak lagi terikat pada hukum langit dan bumi, dewa dan hantu, im-yang, 5 unsur, dan karma. Orang seperti itu dapat melepaskan semua hukum itu menjadi kekosongan dan pada saat yang sama tetap berada dalam keadaan yang bahagia. Jadi, nasib dan takdir memang ada. Tapi, dengan mengikuti ajaran Sakyamuni Buddha, kita dapat mengatasinya. Ada cara untuk mengatasinya. Ini berkaitan dengan terbukanya hati dan pikiran. Apapun yang anda hadapi, anda sangat menyadarinya dan menerima nya dengan hati yang gembira.

Sewaktu saya dioperasi, sewaktu para dokter memindahkan banyak organ dari tubuh saya, usus saya membengkak dan saluran air kencing saya penuh dengan darah. Karena saya tidak mampu kencing sendiri, dokter harus memasang saluran khusus untuk saya. Saya tidak menyadari hal ini karena saluran khusus itu dipasang pada saat operasi. Pokoknya, selesai operasi, saya bangun dan dapat hidup lagi. 8 minggu kemudian, dokter memberitahu saya bahwa ia harus mengeluarkan lagi saluran khusus itu. Saya berkata dalam hati, "Operasi lagi!" Tubuh saya masih lemah dan menderita dari operasi yang pertama. Saya bertanya kepada si dokter, "Saluran apa yang anda bicarakan?"

Ia berkata, "Saluran plastik".

"Berapa panjang?"

"Sepanjang ini," jawab dokter sambil mengangkat sebuah selang plastik untuk ditunjukkan kepada saya.
Besar selang itu hampir sebesar jari manusia. Ada selang yang demikian panjang dan tebal di tubuh saya.

"Operasi lagi. Apakah ini berarti tubuh saya dipotong lagi? Berapa panjang kali ini?" Sudah ada goresan panjang dari perut bagian atas sampai perut bagian bawah di tubuh saya.


Ia berkata, "Tidak perlu operasi."


"Tanpa operasi? Bagaimana dikeluarkannya?"


"Kami akan mengeluarkannya dari alat kemaluan mu."


Begitu saya mendengar hal ini, saya hampir pingsan. Saya berpikir, "Bukankah itu akan sakit sekali? Ini kan tubuh dari daging. Selang panjang dan tebal di dalam tubuh saya itu harus dikeluarkan dari lokasi dimana saya biasa kencing?"


Si dokter berkata lagi, "Ini akan dilakukan tanpa pembiusan. Anda akan sadar sewaktu ini dilakukan. Tak ada pembelahan dengan pisau."


Hanya memikirkan hal ini saja sudah menguras semua tenaga saya. Takut rasa sakit! Ini merupakan reaksi yang sangat alamiah karena saya telah merasa sakit setiap hari dan tahu rasanya sakit. Kemudian si dokter menyuruh saya untuk ke meja operasi dan mulai bersiap siap. Ia mengeluarkan semacam kapas alkohol untuk mensterilkan daerah yang akan dikerjakan. Ia kemudian mengeluarkan semacam vajra dari logam stainless untuk membuat lubang vagina tetap terbuka selagi selang tersebut dicabut. Ini semua dilakukan tanpa pembiusan.

Saya berbaring di meja dan sebelum prosedur ini dimulai, air mata berkucuran di mata saya. Saya menangis dengan sedihnya. Perawat berkata, "Ini akan berlangsung cepat. Anda akan baik baik saja. Sakit nya hanya sebentar. Jangan takut. Dokter sudah melakukan hal ini seringkali. Ini akan cepat saja. Tidak akan sakit lama." Saya bertanya, "Berapa lama sakitnya?" Ia menjawab, "Beberapa menit". Bila seseorang dalam keadaan sakit, beberapa detik atau bahkan satu detik pun sudah merupakan hal yang lama, apalagi beberapa menit. Saya mulai menangis dengan kerasnya. Suami saya, upasaka Chou, berdiri di samping saya dan berusaha menghibur saya, "Suster sudah katakan sakitnya hanya sebentar. Ini lebih baik daripada dioperasi sekali lagi."

Saya berkata, "Coba kau lihat alat stainless itu dan bagaimana ia berputar. Itu kan besar sekali!" Saya bukan menangis karena takut meskipun mereka terus memberitahu saya, "Jangan takut!".
Saya berkata, "Saya tidak takut. Saya bukan menangis karena takut. Saya menangis karena menyesal dan bertobat." Mendadak saya merasa demikian menyesal sehingga saya menangis. Saya berpikir di dalam hati, "Kesalahan apa yang telah saya buat dalam inkarnasi masa lalu saya sehingga sekarang saya menerima siksaan dan penderitaan seperti ini?" Saya berteriak kepada Avalokitesvara Bodhisattva, "Apapun yang telah saya lakukan di kehidupan lalu saya, saya tidak berani melakukannya lagi. Tolonglah saya supaya saya dapat menjalankan hidup saya pada kali ini dengan penuh kesadaran akan segala perbuatan saya. Tolonglah saya sehingga saya tidak begitu bodoh dengan terus membuat karma buruk. Saya tidak akan, saya tidak berani lagi membuat karma buruk yang membuat tubuh saya menderita hukuman seperti ini lagi. Bila hal ini telah selesai, saya akan hidup secara murni dan bajik."

Pada saat itu, saya menangis meraung-raung. Orang orang lain di ruang operasi bingung mengapa saya menangis seperti itu. Tapi, pada saat itu, saya begitu tergugah oleh kesadaran bahwa penderitaan yang diciptakan oleh karma sendiri bisa begitu besarnya sehingga tak ada orang lain yang bisa membayangkannya. Sewaktu saya memikirkan hal ini, saya berkata kepada sang Bodhisattva, "Saya dengan rela menerima hukuman yang memang pantas saya terima. Saya akan menerima nya untuk membayar hutang karma saya."

Maka, pada saat itu, setelah dengan rela menghadapi dan menerima pembalasan karma ini, hati saya terbuka. Dengan hati yang terbuka, saya menyebut nama Buddha dan memvisualisasikan para Buddha dan Bodhisattva memberkati saya. Dalam sekejab, saya sudah lupa akan rasa sakit. Saya bahkan mengamati bagaimana alat itu dimasukkan ke tubuh saya dan bagaimana selang plastik di tubuh saya dicari dan ditarik keluar. Panjangnya segini, hampir sepanjang meja. Saya masih menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa masuk ke tubuh saya, tapi nyatanya ia ada di dalam tubuh saya selama itu untuk membantu saya mengeringkan air kencing.

Sungguh saya merasa tidak sakit. Saya pasrah sepenuhnya pada saat itu dan berbahagia menghadapi dibayarnya hutang karma saya. Bila saya tidak mengalami krisis ini, bagaimana saya bisa dapat melunasi kesalahan masa lalu saya? Pada saat itu, saya dapat mengatasi rintangan kejiwaan saya dan merasa berbahagia. Ini sungguh sebuah pengalaman bhavana. Sejak saat itu, selama 8 tahun ini, setiap kali saya menghadapi suatu situasi yang negatif, saya menghadapinya sebagai kesempatan bagi saya untuk melunasi hutang karma saya. Bagaimana lagi kita bisa melunasi hutang kita? Kita mungkin tidak tahu secara terperinci hutang apa yang kita miliki, tapi kita bisa melihat penderitaan yang kita alami sebagai cara untuk melunasi nya. Sewaktu kita berpikir seperti ini, pandangan hidup kita berubah dan segala krisis akan mudah kita hadapi.

Itu sebabnya Sakyamuni Buddha mengajarkan bahwa hanya dengan membuka simpul simpul ikatan di hati kita dan dengan membebaskan pikiran kita pada kekosongan, barulah kita dapat mengatasi penderitaan kita. Sewaktu hukum im-yang dan 5 unsur tidak lagi mengikat kita, kita bebas untuk pergi ke timur, barat, utara, atau selatan, atas atau bawah. Kata kata dari ahli hong-shui tidak lagi mengikat kita, begitu pula kata kata kritikan orang lain. Hal hal hongshui di rumah kita yang dianggap tidak baik seperti misalnya penempatan kompor, adanya terlalu banyak sudut tajam, tidak adanya "gudang harta", ranjang yang menghadap pintu, tidak lagi dapat mempengaruhi kita secara negatif. Sebelumnya, kita terikat pada hukum hukum itu dan pengaruhnya. Sekarang kita telah mengatasi rintangan rintangan ini dan sepenuhnya bebas darinya. Unsur unsur yang tidak harmonis antara air dan api di sebuah rumah tidak lagi berkaitan dengan diri kita. Adanya sisi tembok yang langsung menghadap pintu Utama tidak lagi berkaitan dengan kita. Adanya lubang di titik gudang harta tidak lagi berkaitan dengan kita. Posisi ranjang yang pas di depan pintu tidak lagi berkaitan dengan kita. Ini bisa terjadi karena kita telah mengatasi hukum hukum nasib dan takdir dan telah sepenuhnya bebas.

Semua hal ini sungguh ingin saya sampaikan kepada orang yang telah menulis surat kepada saya itu. Tapi bagaimana? Waktu sangat terbatas. Jadi saya hanya dapat melimpahkan jasa kepada nya dalam sadhana saya dan menganjurkannya mengerjakan perbuatan berpahala. Lewat pengerjaan PR seperti membaca mantra, membaca sutra, dan beramal, dan lewat perenungan dan introspeksi, ia bisa mendapatkan pandangan dan pemahaman baru tentang bagaimana mengatasi kesulitan nya. Sewaktu orang tidak lagi terkontrol oleh berbagai jenis nasib, ia adalah orang yang telah mencapai kekosongan.

Semoga kalian semua berhasil dalam mencapai nya. Om Mani Padme Hum.

*Sumber: HUM5, artikel ke-13. Karma dan Nasib