Dulu saya membantu orang
mengamati geomancy (mengamati fengshui tanah), bukan hanya yang fisik, juga melihat
yang metafisik. Yang metafisik adalah makhluk halus.
Berikut ini saya akan
menceritakan sebuah misteri:
Saya pernah mendatangi rumah seorang hartawan terkenal di Kota Kaohsiung untuk
mengamati fengshui rumahnya. Begitu memasuki rumah, saya menemukan rumahnya
penuh dengan makhluk halus, semuanya datang untuk menagih utang. Saya langsung
mengetahui bahwa bisnis hartawan ini akan gagal, akan runyam, ekonominya akan
bangkrut.
Ternyata tak lama kemudian, ia
pailit total.
Pernah lagi suatu kali saya
mendatangi rumah seseorang yang miskin untuk mengamati fengshui. Ia tinggal di
rumah petak desa. Saya melihat banyak sekali makhluk halus bagaikan semut yang
memadati rumahnya. Makhluk-makhluk halus ini memanggul karung-karung serbuk
emas ke dalam rumah petak.
Makhluk-makhluk halus ini sungguh
bagaikan semut, satu per satu berbaris mengantar serbuk emas ke dalam rumah
petak.
Saya tahu bahwa pemilik rumah ini
akan menjadi jaya.
Akhirnya ternyata pemilik rumah
ini menjadi kaya raya dan terkenal. Ia menjabat sebagai anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, perusahaan yang digelutinya terus menuju kejayaan. Ia
menjadi orang kaya raya di negerinya.
Biasanya ada dua kemungkinan kala
saya mengamati seseorang; apabila di sekeliling orang tersebut banyak makhluk
miskin penagih utang, maka dirinya pasti akan jatuh miskin. Apabila di
sekeliling orang itu banyak Dewa Rejeki yang menyertainya, maka dirinya pasti
akan makmur.
Oleh karena itu, bagaimanapun
juga semuanya tidak terlepas dari peranan makhluk halus, semuanya adalah ulah
dari makhluk yang metafisik.
Suatu ketika, saya pergi makan
malam di pasar malam yang letaknya di depan sebuah kuil. Di depan kuil ada
sebidang tanah kosong, ada sebuah warung kecil di sana. Warung kecil ini
menyediakan empat macam menu, yang pertama adalah sup ramuan obat, yang kedua
adalah mie, yang ketiga adalah chiongfan, dan yang keempat adalah sayur rebus.
Di sekeliling warung kecil ini
tersedia banyak meja dan kursi, semuanya dipenuhi pengunjung. Sedemikian
banyaknya pengunjung, bagaikan kawanan semut merebut biskuit besar.
Alangkah kagetnya begitu saya
membukakan mata batin untuk melihat. Ternyata selain dikunjungi oleh ratusan
pelanggan, tempat ini juga dipenuhi oleh ratusan makhluk halus. Para makhluk
inilah yang menarik para tamu untuk makan di sana.
Makhluk halus menarik pengunjung,
pengunjung mau tak mau menuruti. Dan kenyataannya menu sup ramuan obat warung
kecil ini memang terkenal di mana-mana, rasanya sedap. Setiap malam pengunjung
datang berhamburan mencicipinya.
Usaha ini bila diteruskan akan
meraup keuntungan yang berlimpah-limpah, bagaikan keran air yang tak pernah
berhenti mengalir.
Ada yang berkata bahwa pemilik
warung kecil ini setiap malam pulang ke rumah menghitung uang sambil tertawa
terbahak-bahak!
Ada yang berkata bahwa pemilik
warung kecil ini telah memiliki beberapa unit gedung bertingkat, sudah menjadi
hartawan yang jumlah kekayaannya sudah memasuki digit milyaran!
Oleh sebab itu, saya sengaja
mengamati garis wajah pemilik warung kecil ini. Raut muka pemilik warung ini
gelap dan kelabu, hidung mancung ke dalam, mulut monyong, mata sipit, muka
kurus kempot. Tampaknya sama sekali tidak seperti wajah orang kaya, malah lebih
mirip gelandangan yang tua bangka.
Saya merasa pak tua ini ‘tak ada
apa-apanya’! Tetapi, pak tua ini bisa kaya, sungguh aneh! Bukan hanya jaya,
bahkan banyak sekali makhluk halus berada di sekeliling pak tua ini menarik
pengunjung serta membantunya mencuci piring dan membersihkan meja. Ini sungguh
mengherankan!
Saya curiga pak tua ini mungkin
memelihara tuyul, dan semua makhluk halus ini merupakan peliharaannya. Tapi
kelihatannya bukan begitu, meskipun wajah pak tua ini tidak mendukung, di
tubuhnya tidak dihinggapi hawa gelap.
Saya mengamati tanah dan warung
kecil ini dari jauh. Di atas tanah ini menampakkan garis-garis sinar merah yang
halus, diam-diam diselimuti awan merah. Saya kira, mungkin karena fengshui
tanah ini bagus sehingga membuat warung kecil ini semakin jaya.
Namun, tidak demikian pula halnya
dengan warung-warung lain di sana, usaha mereka sepi, hanya cukup untuk
kebutuhan sesuap nasi saja.
Kasus ini membuat saya sangat
penasaran!
*
Suatu hari, seseorang datang
antri untuk berkonsultasi. Ia minta diberikan sebuah nama untuk cucunya. Begitu
saya menengadahkan kepala, kebetulan sekali, ternyata pak tua si pemilik warung
kecil itu.
Saya berkata, “Dagangan Anda
sungguh laris!”
Dengan sangat rendah hati, ia
menjawab, “Ah, tidak!”
“Mengapa dagangan Anda bisa
demikian laris?” saya penasaran.
“Nasib baik,” ia menampakkan dua
baris gigi yang hitam.
“Tak mungkin hanya sekedar nasib
baik!” ujarku.
“Bagaimana kalau Anda membantu
saya meramal?” ia memohon.
Ia menuliskan sebuah nama, data
kelahiran, dan alamat.
Begitu saya mengamati, langsung
terdengar alunan suara mantra yang membentang di langit dan bumi, semerbak kayu
cendana sepoi-sepoi merebak di udara, sinar terang melingkar-lingkar. Saya
melihat di tengah-tengah lingkaran sinar terang terdapat banyak sosok Dewa
Rejeki. Hal ini sungguh mengherankan!
Saya berkata, “Anda bisa menjapa
mantra!”
“Tidak bisa.” Pak tua yang
bernama Pan Ji ini menjawab apa adanya.
“Saya terdengar suara mantra,
tercium wewangian kayu cendana, terlihat Dewa Rejeki menyertai Anda.”
“Tidak mungkin!”
Saya selama ini cukup banyak
membantu orang melalui konsultasi, amat manjur, semua yang saya ucapkan itu
tepat adanya, jarang ada orang di depan saya menjawab dengan dua kata ‘tak
mungkin’. Mata dewa dan telinga dewa saya tidak mungkin keliru. Kalau keliru,
pasti ada sebab-sebab lain, dan saya juga bisa menemukan faktor penyebab
kekeliruan tersebut.
Saya bertanya, “Di keluarga Anda,
siapa yang bisa menjapa mantra?”
“Istri dan anak semuanya tidak
bisa,” jawab Pan Ji.
“Selain itu masih ada siapa
lagi?” saya lanjut bertanya.
“Yang sudah almarhum termasuk
tidak?”
“Termasuk.”
Pan Ji berkata, “Di dalam
keluarga kami, hanya Kakek saya, Almarhum Pan Li, yang bisa menjapa mantra.
Semasa hidupnya ia sangat menghormati Dewa Bumi. Ia pernah membangun sebuah
kuil Dewa Bumi, dan menjabat sebagai pengurus kuil tersebut. Suatu ketika,
seorang bhiksu menghadiahkan seuntai japamala kepada Kakek, juga mengajari
Kakek menjapa Mantra Dewa Bumi. Sejak itu Kakek sepanjang hidup menjapa Mantra
Dewa Bumi dengan japamala tersebut, sampai-sampai japamalanya menjadi hitam
memancarkan cahaya kelam.”
“Di manakah japamala Kakek?”
Kiranya saya telah mendapatkan jawabannya.
“Kakek memberikannya pada Ayah,
lalu Ayah memberikannya pada saya. Tetapi saya tidak tahu lagi di mana saya
taruh, saya mesti bertanya pada istri di rumah.”
Pan Ji pulang bertanya pada
istri.
Istrinya menjawab, “Japamala itu
dilingkarkan di sebuah pokok tersembunyi di warung, terselip di sela-sela,
tidak ada orang yang tahu!”
Pan Ji memeriksa di tempat yang
dimaksud, ternyata ada.
Pan Ji memperlihatkan japamala
yang hitam kelam itu pada saya.
Pan Ji tidak mengerti betapa
berharganya japamala tersebut.
Saya memberitahu Pan Ji, “Kakek
Anda, Pan Li, meskipun hanya menjapa Mantra Dewa Bumi, menghormati Dewa Bumi,
mengagumi Dewa Bumi, itu saja sudah bisa memperoleh perlindungan dari Dewa
Bumi.”
Mantra Dewa Bumi adalah "Na mo san
man duo, mu duo nan. Om, du lu, du lu di wei, suo ha".
Mantra ini harus dibaca sebelum
kita membaca sutra. Maksudnya adalah untuk mengundang kehadiran empat penjuru
Dewa Bumi melindungi pembacaan sutra.
Pan Li sepanjang hidup menjapa
mantra ini, dengan sepenuh hati menghormati, tentu akan mengundang segenap Dewa
Bumi datang melindungi dirinya. Mantra ini bukanlah mantra dari Buddha,
Bodhisattva, ataupun Vajrasattva. Juga bukanlah mantra agung. Namun, janganlah
menganggap remeh, sebab mantra ini juga mengandung kekuatan yang menakjubkan.
Apabila seseorang mengalami
gangguan dari makhluk halus, japalah mantra ini, maka makhluk halus akan
mundur. Malah akan memperoleh respek dari makhluk halus.
Apabila seseorang menderita berbagai
macam penyakit, japalah mantra ini, maka semua penyakit akan lenyap hingga
sembuh total, tubuh senantiasa sehat walafiat.
Dulu saya pernah mengajari orang
menjapa mantra ini. Mantra ini sangat efektif untuk penyakit kulit, antara lain
penyakit kutu air, kudis, panu, campak kering, dan lain-lain. Banyak orang yang
berpenyakit kulit telah sembuh, sebab mantra ini mengundang kehadiran Dewa Bumi
yang mampu melenyapkan kuman pada kulit si penderita.
Apabila seseorang dengan sepenuh
hati menjapa mantra ini, menaati Pancasila Buddhis (Lima Sila, yaitu tidak
membunuh, tidak mencuri, tidak berdusta, dan tidak mabuk-mabukan) dan menjalani
Dasa Kusala Karma (Sepuluh perbuatan baik, yaitu tidak membunuh, tidak mencuri,
tidak berzinah, tidak berdusta, tidak memfitnah, tidak berbicara kasar, tidak
berucap yang tidak perlu, tidak lobha, tidak berniat jahat, berpandangan
benar), kelak ia tidak akan terjerumus ke tiga alam samsara. Ia akan terlahir
di alam dewa menikmati sukha mulia.
Apabila seseorang ingin memohon rejeki,
mantra ini paling mujarab. Segenap Dewa Bumi akan mengerahkan para makhluk
datang untuk membantu. Orang tersebut akan mendapatkan dukungan dari banyak
makhluk tanah, memperoleh rejeki yang tidak terbatas jumlahnya.
Pan Li sepanjang hidup menjapa
mantra ini, tentu memiliki pahala yang besar. Japamala milik seorang kakek
diwariskan pada ayah, diwariskan lagi p ada cucu. Berkah masih tetap ada,
sungguh menakjubkan!
Saya menuliskan sebuah gatha:
Betapa sukha menjapa mantra
Kini diwariskan di dunia fana
Bila sepenuh hati menjapa
Makhluk halus berlindung sepanjang masa.
*
Kisah lain yang berhubungan
dengan Mantra Dewa Bumi tercatat sebagai berikut:
Suatu kurun masa tertentu, wabah penyakit terjangkit di seluruh negeri, hewan
ternak yang mati banyak sekali. Saya melihat banyak makhluk wabah penyakit
berkeliaran di mana-mana mencari mangsa.
Banyak peternak datang menemui
saya memohon bantuan.
Saya mengamati indikasi langit
pada malam hari, ternyata Makhluk Lima Penyakit di sebelah tenggara turun ke
bumi. Wabah penyakit akan merebak ke muka bumi, di mana ayam, itik, sapi,
kambing, dan babi semuanya akan mengalami petaka.
Saya sangat cemas, bermohon pada
Dewa Adipati. Beliau berkata, “Ini bukan urusan saya, ini sudah takdir!”
“Takdir menimpakan bencana, manusia
terkena dampaknya. Saya tidak bisa berpangku tangan!”
“Jangan campur tangan, hati
manusia sudah terlalu jahat!”
“Melihat maut tanpa mengulurkan
tangan, hati saya tidak bisa tenang,” ujarku.
Dewa Adipati berkata, “Anda
Sheng-yen Lu kerap menolong orang, tak sadarkah semua petaka ini akibat
perbuatan karma buruk mereka sendiri? Suatu hari, saat Anda sendiri yang
dicelakai orang lain, coba lihat, siapa pula yang akan menolong Anda?”
Saya berkata, “Saat orang lain
mencelakai saya, itu adalah karmawarana saya sendiri. Namun, sekarang melihat
hewan ternak ini akan celaka, sungguh tidak tega!”
Akhirnya Dewa Adipati mengajari
saya sebuah cara: siapkan potongan bamboo berukuran 1 kaki 6 inci sebanyak
empat potong, kupas permukaan kulit hijaunya. Untuk menebas bambu mesti pilih
hari “Chengri” (nama hari dari pembagian 12 hari dalam penanggalan lunar yang
berarti hari berhasil). Tuliskan Mantra Dewa Bumi di atasnya dengan aksara
Mandarin atau aksara Sanskerta.
Pada hari “Churi” (nama hari dari
pembagian 12 hari dalam penanggalan lunar yang berarti hari menyingkirkan)
setelah tengah hari, bambu tersebut diabhiseka, lalu japalah Mantra Dewa Bumi
untuk setiap potongan bambu masing-masing 108 kali, atau semakin banyak semakin
bagus.
Pilihlah hari “Dingri” (nama hari
dari pembagian 12 hari dalam penanggalan lunar yang berarti hari penetapan),
tancapkan bambu ini di empat sisi peternakan.
Dengan demikian, peternakan
tersebut tidak akan terjangkit wabah penyakit.
Saya mengajarkan cara ini pada
peternak untuk ditiru.
Ternyata benar-benar manjur!
Wabah penyakit tak lagi mengamuk
di semua peternakan yang dipasang potongan bambu yang tertulis Mantra Dewa
Bumi. Bahkan tidak satu ekor ternak pun yang celaka.
Sebaliknya, saat wabah penyakit
sedang berjangkit pada tahun itu, banyak peternak yang tidak mengetahui cara
ini kewalahan mengubur bangkai ayam dan babi. Kondisi kematian sungguh
mengenaskan, bangkai ternak bertumpuk setinggi bukit.
Seorang peternak datang bercerita
pada saya.
Suatu malam ia mendengar suara
bisikan orang di luar peternakan. Sebenarnya bukan manusia, tetapi segerombolan
makhluk wabah penyakit. Mereka tiba di luar peternakan.
Sesosok makhluk berkata,
“Peternakan yang satu ini ada cahaya mantra, tidak bisa masuk.”
“Mantra apa?” tanya makhluk yang
lain.
“Mantra Dewa Bumi.”
“Baru Mantra Dewa Bumi kecil,
saya tidak takut, serbu!”
“Tidak boleh!”
“Mengapa tidak boleh?”
“Meskipun Dewa Bumi kecil, tetap
saja dewa yang bijak.”
“Kita memiliki amanat dari atas!”
makhluk itu protes.
Makhluk yang pertama berkata
lagi, “Tapi mantra dewa ini diabhiseka oleh Maha Vajra Acarya Lian Sheng
Sheng-yen Lu!”
“Oh!”
Segerombolan makhluk itu terdiam.
Salah satu makhluk berkata, “Ayo
jalan! Cari mangsa di tempat lain saja, yang ini bukan hanya ada Mantra Dewa
Bumi kecil, bahkan terdapat amanat Buddha! Jangan disentuh!”
Segerombolan makhluk itu sambil
berseru berduyun-duyun pergi menjauh…
Terus terang, saya katakan,
banyak sekali hartawan yang kemakmurannya tak lepas dari bantuan makhluk halus.
Banyak pula petaka yang kecelakaannya
merupakan gangguan dari makhluk halus.
Semua ini ulah dari yang tidak
berwujud.
Meskipun Konghucu pernah
mengatakan, “Hormati dan jauhilah makhluk halus”, namun ini bukan berarti tidak
ada makhluk halus, hanya saja tidak mengambil pusing saja.
Coba kita perhatikan, dalam
Alkitab, Yesus juga pernah mengusir setan dan menghalau iblis. Agama Katolik,
dalam satu ayatnya juga terdapat ritual menghalau setan. Seorang Pastur Katolik
juga sudah berumur bernama Amos justru terkenal sebagai juru pengusir setan!
***