Rabu, 31 Maret 2010

PERSEMBAHAN TULUS SEORANG MURID

Dikutip dari : buku Pakar Dunia Roh 4, kisah ke 11 (Artikel ini merupakan bagian dari catatan Grandmaster Lu Sheng Yen dalam perjalanan pembabaran Dharma beliau ke Taiwan dan Hongkong di tahun 1992. Itu sebabnya kisah ini terjadi di hotel.) 

Pada suatu malam, saya kembali ke hotel. Di ruang lobbi di lantai atas, ada seseorang yang kurus dan lemah sedang menunggu saya. 

Ia langsung bernamaskara (bersembah sujud) di depan saya. Satu kali namaskara, dua kali namaskara, tiga kali namaskara. Sepasang tangan nya memeluk sebungkus hadiah yang berbentuk kubus. Hadiah ini dibungkus dengan kertas kraft yang tebal dan keras. Dengan kedua tangan, ia mengangkat nya. 

Sepasang tangan saya bisa saja langsung menerima nya. Dengan mata batin, saya menyelidiki terlebih dahulu apa isi nya. Saya terkejut. Di dalam kertas kraft itu, ada sejumlah uang dollar Taiwan yang tak terhitung jumlah nya, bisa mencapai jutaan dollar.

Saya menghela nafas dalam-dalam sebelum bertanya, "Mengapa mau memberikan semua uang itu?" 

Ia menjawab, "Ini adalah satu-satu nya keinginan saya dalam hidup ini." 

Saya bertanya, "Digunakan untuk apa?" Nama nya Bai-Neng-Jiang. 

Ia menjawab, "Ini adalah persembahan saya. Terserah Maha Guru mau gunakan untuk apa."

Saya bertanya lagi, "Uang tersebut merupakan tabungan seumur hidupmu. Bagaimana kau bisa melepaskan nya?" 

Bai-Neng-Jiang menjawab, "Tubuh saya adalah milik Maha Guru. Jiwa saya adalah pemberian Maha Guru. Saya mempersembahkan tubuh, ucapan, dan pikiran saya kepada Maha Guru. Semua uang yang saya miliki dengan sendirinya merupakan milik Maha Guru."

Mendengar kalimat ini, saya menjadi terharu. Saya pikir, manusia di dunia ini umumnya sangat egois dan mau untung sendiri. Orang yang mampu ber amal dan rela melepas seperti ini sungguh tidak banyak. Bai-Neng-Jiang menganggap harta nya bukan apa-apa, rela mengubah kesejahteraan diri sendiri menjadi kesejahteraan orang banyak. Ini baru kekayaan besar yang sejati

Saya mengambil bungkusan uang yang tebal dan berat itu, menyentuhkan nya ke ubun-ubun kepala saya, mempersembahkan nya kepada para Buddha, para Bodhisattva, para dewa dharmapala, dan para dakini, memvisualisasikan nya menjadi puluhan ribu kali lipat banyak nya. Ini adalah metode "Maha Persembahan" dalam Tantrayana. 

Lalu, saya kembalikan bungkusan uang itu kepada nya. Ia terus berlutut, tidak mau berdiri. 

Ia bersikeras tidak mau menerima kembali uang nya. 

Saya berkata, "Para Budha dan Bodhisattva serta saya pribadi telah menerima persembahan mu. Kau sendiri miskin dan sendirian. Terimalah untuk mu sendiri. Tidak baik bila saya terima." 

Ia terus berlutut, tidak mau berdiri, tidak bicara sepatah kata pun. 

Saya berkata, "Simpanlah kembali." 

Ia berkata, "Saya sudah siap untuk meninggalkan keduniawian. Tak ada gunanya saya menyimpan semua uang ini." 

Saya berkata, "Rohaniwan sekarang dan rohaniwan dulu agak berbeda. Bila kau simpan, kau bisa menggunakan nya untuk pekerjaan boddhi (catatan: pekerjaan menolong orang lain). Itu sama saja dengan mempersembahkan nya kepada Maha Guru. Anggap saja itu uang dari Maha Guru! Anggap saja Maha Guru memberi mu hadiah. Kau gunakanlah untuk kegiatan welas asih, maka itu sama saja dengan Maha Guru yang menggunakan nya."  

Bai-Neng-Jiang merenung lama. Setelah saya mengulang penjelasan saya, barulah ia menganggukkan kepala. 

Tapi, ia berkata, "Meski Maha Guru menolak menerima semuanya, setidaknya terimalah sedikit sekedar simbol. " 

"Baiklah," dengan terpaksa saya menganggukkan kepala. Ia merobek kertas kraft, merobek kertas koran pembungkus yang ada di lapis kedua. Maka, terlihatlah jutaan dollar Taiwan. Ia mengambil segepok untuk saya. 

Saya kembalikan lagi kepada nya sebagian. Saya merasa segepok pun terlalu banyak. Yang penting, hati dan pikiran saya telah menerima nya. Karena ia berlutut di hadapan saya, mulai banyak orang memperhatikan kami. Mereka melihat kami seperti sedang tolak-tolakan hadiah. 

Begitu Bai-Neng-Jiang membuka bungkusan kertas itu, orang-orang berteriak, "Wah. Uang! "Uang yang sangat banyak!" Beberapa orang membelalakkan mata. 

Saya menyuruh Bai-Neng-Jiang cepat-cepat pergi. "Siapa orang itu? Mengapa ada orang yang berlutut dan menyerahkan uang yang sedemikian banyak?" 

"Siapa orang itu? Mengapa ia tidak mau menerima uang yang demikian banyak?" 

"Benar-benar tidak masuk akal." 

Komentar berbagai orang terus mengalir. Saya tidak menghiraukan, langsung masuk ke dalam kamar. 

Saya berpikir, tindakan manusia di saat sekarang mempunyai dampak yang bisa mencapai ribuan tahun dan puluhan ribu generasi. Dengan setulus hati Bai-Neng-Jiang memberi persembahan. Ia telah menanam pahala besar. la juga telah menanam bibit Budha sejati. Karena ia memunculkan pikiran berbuat kebajikan, pahala nya kelak akan terus mengalir tiada henti! 

Meski saya tidak menerima persembahan nya yang bernilai jutaan dollar, para Buddha, para Bodhisattva, para dharmapala, dan para dakini telah menerima nya. Kelak, saat ia meninggalkan keduniawian, ia akan berhasil mencapai tingkat arahat. Hati saya sangat gembira. Hati saya berteriak, "Belum pernah ada sebelumnya."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar