Ada seorang pengarang buku penunjuk wisata (travel guide) yang berkata
bahwa di pintu gerbang Utara dari Hong Yueh Hsiang Jiang (sebuah tempat wisata
di Tiongkok yang terkenal dengan keindahan pemandangannya) -- ada sebuah menara
yang disebut "Menara Kembalinya Angsa".
Diatas menara itu terdapat sebuah syair yang berbunyi demikian:
"Tiba
tiba suara lonceng bel terdengar ditengah tengah mimpi yang dalam; meskipun mimpi itu begitu menarik, tetap saja
orang itu harus terbangun.
Tidak
perduli betapa menarik dan nyamannya hidup seseorang, suatu saat ia harus
kembali."
Syair
ini mengandung arti rohani yang begitu mendalam. Aku membaca syair ini berulang kali didalam
hati, merasakan betapa pentingnya maknanya bagi kehidupan manusia. Aku bahkan menghafal syair ini dan
menjadikannya sebagai pendorong semangat.
Sungguh benar bahwa hidup ini bagaikan sebuah mimpi yang panjang dengan
aneka ilusi yang berwarna warni.
Aku
ingin bertanya kepada para pembaca:
Kapankah engkau akan sadar?
Kapankah engkau akan kembali?
Syair ini
mengingatkanku akan hukum karma.
Karma
adalah buah dari keinginan keinginan kita.
Semua keinginan kita itu tercatat di alam semesta sebagai benih benih
karma yang pada kondisi yang tepat akan mewujudkan diri. Ketika buah dari keinginan kita itu telah
matang, hukum karma itu selalu adil, tidak pilih kasih. Mereka yang menanam benih yang baik menerima
karma baik; mereka yang menanam benih yang jahat menerima karma buruk. Inilah hukum karma.
Ada sebuah
syair di dalam sutra Samyuktagama:
"Engkau
menerima buah yang sejenis,
Sesuai benih buah yang kau tanam;
Bila menanam benih yang baik, maka menerima
buah yang baik,
Bila menanam benih yang jahat, maka menerima
buah yang buruk,
Engkau akan mencicipi buah yang sejenis,
dari apapun yang kau tanam."
Banyak
orang tidak menghiraukan hukum karma. Mereka berkata, "Sekarang adalah jaman modern; Mengapa masih membicarakan cerita cerita
kuno yang menganjurkan perbuatan kebajikan?
Ini hanya akan ditertawakan orang."
Tetapi sesungguhnya bila direnungkan,
logika dari jaman sekarang yang penuh dengan penemuan penemuan ilmiah ini
sesungguhnya adalah berdasarkan hukum sebab akibat, hukum karma.
Hukum karma bukanlah cerita kanak kanak,
bukanlah cerita yang sederhana. Juga
bukan sekedar cerita yang menganjurkan kebajikan. Hukum karma adalah topik yang
sangat serius.
Pada suatu
ketika ada seorang pria setengah tua datang mengunjungiku. Ia tidak menaruh kepercayaan tentang adanya
hukum karma.
"Pak
Lu, perkataan anda itu tidak masuk akal."
"Saya
tidak tahu apa yang harus saya katakan untuk membuat anda mengerti,"
kataku.
"Sudah
sangat jelas bahwa banyak orang yang berbuat kejahatan tidak mendapat
ganjaran/hukuman karma. Sebaliknya,
banyak kenaasan/kesialan terjadi pada orang yang baik hati. Hukum karma macam apa itu bila benar berlaku
di alam semesta ini?"
"Saya
betul betul tidak tahu harus mengatakan apa."
"Ini
adalah jaman modern, jaman ilmu pengetahuan teknologi tinggi, bukan jamannya
hukum karma!"
"Terserah
anda," jawabku.
"Anda
tidak ingin berusaha meyakinkanku tentang hukum karma?"
"Saya
biasanya berpasrah kepada hukum karma."
Aku berpikir dalam hati, "Orang ini sungguh keterlaluan."
"Harap
jangan berkata kepadaku seperti: Alam
semesta tak dapat dibohongi,
Ia
mengetahui itikad hatimu, bahkan sebelum itikadmu muncul.
Pada
akhirnya akan ada buah karma baik dan karma buruk,
Perbedaannya
hanyalah sebagian datang lebih dini dan sebagian lagi datang lebih
terlambat."
Ia berkata
dengan sinis, "Sudah cukup.
Sudahlah. Perkataan yang tak
berguna."
"Pak,
anda datang mencariku hari ini karena anda tidak ingin percaya tentang hukum
karma, apakah begitu?" tanyaku dengan sopan.
"Bukan,
aku datang untuk bertanya kepadamu mengapa kedua putraku cacat tidak dapat
berjalan? Apa salahku? Mengapa alam semesta memperlakukanku sekejam
ini? Aku tidak pernah melakukan
kejahatan didalam hidupku! Aku mentaati
hukum dan berkarakter tanpa cacat. Mengapa anak anak orang lain sehat sempurna, sedangkan anak anakku
cacat? Aku tidak bisa menerima kenyataan
ini. Hukum karma macam apa ini?"
Mendengar
penjelasannya, aku sungguh turut bersimpati.
Aku tidak dapat menyalahkan perasaannya yang gundah kelana sekarang
ini. Anak anak yang cacat juga manusia,
tetapi kondisi mereka yang cacat tentunya membuat perasaan orang tua mereka
menderita, membuat orang tua mereka bersedih. Aku menenangkan pikiranku dan menggerakkan rohku untuk mendapatkan
informasi dari dunia roh tentang situasi ini.
Setelah kira kira 3 menit, muncul sebuah penglihatan didepanku. Penglihatan itu berkedap kedip
seringkali. Selama satu menit penuh aku
melihat dengan jelas sejumlah burung burung terbang diangkasa. Langit berwarna biru sedangkan burung burung
itu berwarna putih.
"Pak,
harap jangan marah. Menurut pengertian
saya, anak anak anda adalah reinkarnasi dari burung burung."
"Kurang
ajar! Bagaimana burung burung bisa
bereinkarnasi sebagai manusia? Mana
mungkin?"
"Ada 6
alam kehidupan yang masih bertumimbal lahir (bereinkarnasi). Alam binatang adalah salah satu dari 6 alam
kehidupan ini."
"Saya
tidak percaya."
"Pak,
bila anda tidak bisa percaya, tidak ada yang saya dapat lakukan. Tetapi saya ingin anda berpikir sejenak: Dalam kehidupan anda ini apakah anda
mempunyai semacam hubungan karma dengan burung burung? Apakah anda memelihara burung burung?"
"Tidak!"
katanya dengan marah, "Aku tidak mempunyai kebiasaan kebiasaan jelek dalam
hidupku ini. Aku tidak minum arak, tidak
main perempuan, tidak gila uang, tidak sombong. Hidupku normal saja. Aku selalu
membantu orang lain. Jahanam! Aku hanya mempunyai satu hobby ..." Ia
tiba tiba menghentikan pembicaraannya.
"Hobby
apa?"
"Berburu. Berburu burung! Berburu burung! Jahanam!"
Ia pergi
dengan perasaan sangat marah.
Sejenak aku
termenung, meskipun tidak dapat kukatakan bahwa aku terpengaruh oleh pengalaman
ini. Bila aku mempunyai sesuatu
komentar, hanyalah bahwa ini adalah suatu kasus dari banyak kasus tentang
karma. Tetapi aku sungguh sudah terbiasa
dengan kasus hukum karma.
Aku
merenungkan hukum yang berlaku di alam semesta ini. Pada siang hari, sinar matahari yang terang
membuat dunia terang bercahaya. Pada
malam hari, kegelapan di bumi menimbulkan perasaan misterius. Enam alam kehidupan yang masih bertumimbal
lahir terus berputar tak hentinya seperti lingkaran saja. Hidup ini berjalan terus menit demi menit,
detik demi detik. Aku dapat membayangkan
masa kecilku berlari lari dipadang rumput. Aku merindukan kebahagiaan, merindukan kebajikan, merindukan hidup yang
tenang. Tetapi tetap saja ada
penderitaan dalam hidupku. Ini juga
karmaku.
sumber tulisan: e-book Padmakumara - 01, kisah ke 43.
Kutipan dari Prakata Buku Padmakumara:
BalasHapus“Kisah didalam buku ini bukanlah cerita khayalan; juga bukanlah dibuat buat untuk memberikan pelajaran moral. Peristiwa peristiwa yang diungkapkan betul betul terjadi. Kisah ini merupakan kesaksian hidup tentang bagaimana seseorang secara gaib diarahkan untuk mengambil kehidupan rohani”
Kutipan dari Buku Padmakumara-2; Tiga Sumpah Agung dari master Lu Shengyen.
BalasHapusInilah [salah satu] sumpah saya: Bila kunjungan saya pada usia 26 tahun ke "Sepasang Kolam Teratai" di surga Sukhawati dan pertemuan saya dengan Padmakumara tidak saya alami dalam keadaan sadar penuh dan bila semua cerita itu hanyalah cerita yang dibuat buat, saya bersedia masuk kedalam neraka dan berada disana selama lamanya!
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus