Suatu malam, sesosok Dewa Pohon datang menemui saya.
Saya tidak merasa heran kalau pepohonan juga memiliki Dewa
Pohon. Dalam kitab sutra menyebutkan adanya dewa-dewa lain seperti Dewa Udara, Dewa Tanah, Dewa Surya, Dewa Candra, Dewa Bintang, Dewa Air, Dewa Api, Dewa Angin, Dewa Sungai, Dewa Laut, Dewa Gunung, Dewa Tanaman.
Dewa Pohon yang satu ini sudah ratusan tahun melatih diri,
Ia menampakkan diri dalam wujud manusia kepala mengenakan kain berwarna hijau,
wajah berwarna emas, badan memakai jubah bergambar sepasang naga, tangannya
banyak dan tak bisa diam, memakai ikat pinggang kain sutra, kakinya terpaku
pada sepatu boot tinggi, beralis panjang dan bermata lebar yang penuh cahaya, jenggotnya
panjang amat bergaya.
Dewa Pohon berkata "Saya sengaja kemari untuk menemui
Guru Lu"
"Ada masalah apa?"
"Ada satu masalah , mohon bantuan"
"Coba katakan"
"Terus terang, saya sudah melatih diri di lereng bukit
selama ratusan tahun, lalu seseorang membangun villa di depan saya, aman-aman
saja, namun, belakangan ini ada seorang guru fengshui beranggapan bahwa pohon
besar di depan villa memberi dampak yang tidak baik terhadap fengshui villa, ia
menganjurkan agar pohon ini mesti ditebang. Tuan rumah villa menjadi takut
mendengarkan hal ini, tetapi agak ragu juga, sehingga besok tuan rumah villa
ini akan minta petunjuk pada Guru Lu, mohon Guru Lu berkenan mengamankan nyawa pohon saya
ini"
"Apakah benar berdampak tidak baik terhadap fengshui
villa?"
"Sama sekali tidak. justru keberadaan saya menjadi
sebuah bentuk payung suci yang melindungi keluargaa pemilih villa
tersebut"
"Andaikata ditebang?"
"Pasti tertimpa malapetaka"
"Apa ciri-ciri tuan rumah villa ini?"
"Tuan rumah villa ini sedikit botak, diatas bibir
terdapat tahi lalat, mudah dikenali. Ia memiliki dua purta satu putri, semuanya
pintar-pintar, istrinya seorang pelukis beraliran Shanghai, istrinya adalah
seorang Kristiani"
"Cukup jelas, saya sudah faham !"
***
Keesokan harinya, diantara orang-orang yang datang konsultasi,
ternyata ada seorang yang kepalanya agak botak, diatas bibir terdapat tahi
lalat, berusia sekitar 40-an, wajahnya rapi berseri-seri, mulutnya agak besar,
mengenakan stelan jas, tampak semangat.
Saya melambaikan tangan kepadanya sambil bertanya "Anda
datang untuk menanyakan masalah tebang pohon?"
Ia terperanjat, "Benar"
"Anda tinggal di lereng bukit?"
"Benar"
"Anda memiliki dua putra dan satu putri?"
"Benar"
"Istri anda seorang pelukis dan seorang
Kristiani?"
"Benar"
"Anda pulang saja, tidak perlu tebang pohon, pohon
tersebut tidak mempengaruhi fengshui rumah justru merupakan bentuk payung suci.
Jika anda tebang, pati tertimpa petaka, sekarang segalanya baik-baik saja, buat
apa menebang pohon?"
Ia berkeringat dingin, tak mampu berargumentasi banyak, lalu
bertanya "Guru Lu, saya belum membuka mulut, bagaimana Anda bisa tahu
semuanya, Apakah Anda seorang dewa?"
Orang-orang disekitar situ pun ikut merasa kagum.
Saya tertawa, "Saya bukan dewa, tetapi paling tidak
juga setengah dewa-lah"
Tuan rumah villa ini beranjali, belakangan ia sekeluarga
minta bersarana.
Sebait gatha berbunyi sebagai berikut:
Pagi dingin di villa lereng bukit
Pohon besar laksanana payung memandang jauh
Masalah tidak menyentuh tempat ini
Tidak turuti omong kosong malah aman
*dari buku "Kisah Unik Gunung Selatan", buku ke-219, kisah ke-33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar