Sabtu, 25 Juni 2016

BERBURU BURUNG (Kisah Hukum Karma)


Ada seorang pengarang buku penunjuk wisata (travel guide) yang berkata bahwa di pintu gerbang Utara dari Hong Yueh Hsiang Jiang (sebuah tempat wisata di Tiongkok yang terkenal dengan keindahan pemandangannya) -- ada sebuah menara yang disebut "Menara Kembalinya Angsa".  

Diatas menara itu terdapat sebuah syair yang berbunyi demikian:
"Tiba tiba suara lonceng bel terdengar ditengah tengah mimpi yang dalam;  meskipun mimpi itu begitu menarik, tetap saja orang itu harus terbangun.
Tidak perduli betapa menarik dan nyamannya hidup seseorang, suatu saat ia harus kembali."

  Syair ini mengandung arti rohani yang begitu mendalam.  Aku membaca syair ini berulang kali didalam hati, merasakan betapa pentingnya maknanya bagi kehidupan manusia.  Aku bahkan menghafal syair ini dan menjadikannya sebagai pendorong semangat.  Sungguh benar bahwa hidup ini bagaikan sebuah mimpi yang panjang dengan aneka ilusi yang berwarna warni.   

Aku ingin bertanya kepada para pembaca:  
Kapankah engkau akan sadar?  
Kapankah engkau akan kembali?

Syair ini mengingatkanku akan hukum karma.  
Karma adalah buah dari keinginan keinginan kita.   
Semua keinginan kita itu tercatat di alam semesta sebagai benih benih karma yang pada kondisi yang tepat akan mewujudkan diri.  Ketika buah dari keinginan kita itu telah matang, hukum karma itu selalu adil, tidak pilih kasih.  Mereka yang menanam benih yang baik menerima karma baik; mereka yang menanam benih yang jahat menerima karma buruk.  Inilah hukum karma.

Ada sebuah syair di dalam sutra Samyuktagama:
"Engkau menerima buah yang sejenis,
Sesuai benih buah yang kau tanam;
Bila menanam benih yang baik, maka menerima buah yang baik,
Bila menanam benih yang jahat, maka menerima buah yang buruk,
Engkau akan mencicipi buah yang sejenis,
dari apapun yang kau tanam."

Banyak orang tidak menghiraukan hukum karma. Mereka berkata, "Sekarang adalah jaman modern; Mengapa masih membicara­kan cerita cerita kuno yang menganjurkan perbuatan kebajikan?  Ini hanya akan ditertawakan orang."   

Tetapi sesungguhnya bila direnung­kan, logika dari jaman sekarang yang penuh dengan penemuan penemuan ilmiah ini sesungguhnya adalah berdasarkan hukum sebab akibat, hukum karma.  

Hukum karma bukanlah cerita kanak kanak, bukanlah cerita yang sederhana.  Juga bukan sekedar cerita yang menganjurkan kebajikan. Hukum karma adalah topik yang sangat serius.

Pada suatu ketika ada seorang pria setengah tua datang mengunjungiku. Ia tidak menaruh kepercayaan tentang adanya hukum karma.

"Pak Lu, perkataan anda itu tidak masuk akal."

"Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan untuk membuat anda mengerti," kataku.

"Sudah sangat jelas bahwa banyak orang yang berbuat kejahatan tidak mendapat ganjaran/hukuman karma.  Sebaliknya, banyak kenaasan/kesialan terjadi pada orang yang baik hati.  Hukum karma macam apa itu bila benar berlaku di alam semesta ini?"

"Saya betul betul tidak tahu harus mengatakan apa."

"Ini adalah jaman modern, jaman ilmu pengetahuan teknologi tinggi, bukan jamannya hukum karma!"

"Terserah anda," jawabku.

"Anda tidak ingin berusaha meyakinkanku tentang hukum karma?"

"Saya biasanya berpasrah kepada hukum karma." 
Aku berpikir dalam hati, "Orang ini sungguh keterlaluan."

"Harap jangan berkata kepadaku seperti: Alam semesta tak dapat dibohongi,
Ia mengetahui itikad hatimu, bahkan sebelum itikadmu muncul.
Pada akhirnya akan ada buah karma baik dan karma buruk,
Perbedaannya hanyalah sebagian datang lebih dini dan sebagian lagi datang lebih terlambat."

Ia berkata dengan sinis, "Sudah cukup.  Sudahlah.  Perkataan yang tak berguna."

"Pak, anda datang mencariku hari ini karena anda tidak ingin percaya tentang hukum karma, apakah begitu?" tanyaku dengan sopan.

"Bukan, aku datang untuk bertanya kepadamu mengapa kedua putraku cacat tidak dapat berjalan? Apa salahku? Mengapa alam semesta memperlakukanku sekejam ini?  Aku tidak pernah melakukan kejahatan didalam hidupku! Aku mentaati hukum dan berkarakter tanpa cacat. Mengapa anak anak orang lain sehat sempurna, sedangkan anak anakku cacat?  Aku tidak bisa menerima kenyataan ini.  Hukum karma macam apa ini?"

Mendengar penjelasannya, aku sungguh turut bersimpati.  Aku tidak dapat menyalahkan perasaannya yang gundah kelana sekarang ini.  Anak anak yang cacat juga manusia, tetapi kondisi mereka yang cacat tentunya membuat perasaan orang tua mereka menderita, membuat orang tua mereka bersedih. Aku menenangkan pikiranku dan mengge­rakkan rohku untuk mendapatkan informasi dari dunia roh tentang situasi ini. 

Setelah kira kira 3 menit, muncul sebuah penglihatan didepanku. Penglihatan itu berkedap kedip seringkali.  Selama satu menit penuh aku melihat dengan jelas sejumlah burung burung terbang diangkasa. Langit berwarna biru sedangkan burung burung itu berwarna putih. 

"Pak, harap jangan marah.  Menurut pengertian saya, anak anak anda adalah reinkarnasi dari burung burung."

"Kurang ajar! Bagaimana burung burung bisa bereinkarnasi sebagai manusia? Mana mungkin?"

"Ada 6 alam kehidupan yang masih bertumimbal lahir (berein­karnasi). Alam binatang adalah salah satu dari 6 alam kehidupan ini."

"Saya tidak percaya."

"Pak, bila anda tidak bisa percaya, tidak ada yang saya dapat lakukan.  Tetapi saya ingin anda berpikir sejenak: Dalam kehidupan anda ini apakah anda mempunyai semacam hubungan karma dengan burung burung?  Apakah anda memelihara burung burung?"

"Tidak!" katanya dengan marah, "Aku tidak mempunyai kebiasaan kebiasaan jelek dalam hidupku ini. Aku tidak minum arak, tidak main perempuan, tidak gila uang, tidak sombong. Hidupku normal saja. Aku selalu membantu orang lain. Jahanam! Aku hanya mempunyai satu hobby ..." Ia tiba tiba menghentikan pembicaraannya.

"Hobby apa?"

"Berburu. Berburu burung! Berburu burung!  Jahanam!"

 Ia pergi dengan perasaan sangat marah.

 Sejenak aku termenung, meskipun tidak dapat kukatakan bahwa aku terpengaruh oleh pengalaman ini. Bila aku mempunyai sesuatu komentar, hanyalah bahwa ini adalah suatu kasus dari banyak kasus tentang karma. Tetapi aku sungguh sudah terbiasa dengan kasus hukum karma.

Aku merenungkan hukum yang berlaku di alam semesta ini. Pada siang hari, sinar matahari yang terang membuat dunia terang bercahaya. Pada malam hari, kegelapan di bumi menimbulkan perasaan misterius. Enam alam kehidupan yang masih bertumimbal lahir terus berputar tak hentinya seperti lingkaran saja. Hidup ini berjalan terus menit demi menit, detik demi detik. Aku dapat membayangkan masa kecilku berlari lari dipadang rumput. Aku merindukan kebahagiaan, merindukan kebajikan, merindukan hidup yang tenang.  Tetapi tetap saja ada penderitaan dalam hidupku.  Ini juga karmaku.




sumber tulisan: e-book Padmakumara - 01, kisah ke 43.

3 komentar:

  1. Kutipan dari Prakata Buku Padmakumara:
    “Kisah didalam buku ini bukanlah cerita khayalan; juga bukanlah dibuat buat untuk memberikan pelajaran moral. Peristiwa peristiwa yang diungkapkan betul betul terjadi. Kisah ini merupakan kesaksian hidup tentang bagaimana seseorang secara gaib diarahkan untuk mengambil kehidupan rohani”

    BalasHapus
  2. Kutipan dari Buku Padmakumara-2; Tiga Sumpah Agung dari master Lu Shengyen.
    Inilah [salah satu] sumpah saya: Bila kunjungan saya pada usia 26 tahun ke "Sepasang Kolam Teratai" di surga Sukhawati dan pertemuan saya dengan Padmakumara tidak saya alami dalam keadaan sadar penuh dan bila semua cerita itu hanyalah cerita yang dibuat buat, saya bersedia masuk kedalam neraka dan berada disana selama lamanya!

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus