Sabtu, 07 April 2018

Berbagai Sikap Terhadap Nyamuk Yang Menggigit


Saya ingat pernah suatu kali seorang pewawancara bertanya kepada Dalai Lama, “Apa yang Anda lakukan saat nyamuk menggigit Anda?”
Dalai menjawab, “Saya akan menggerak-gerakkan badan supaya nyamuk itu pergi.”
“Jika tetap menggigit bagaimana?”
Dalai menjawab, “Saya meniupnya supaya nyamuk itu pergi.”
Wartawan lanjut bertanya, “Jika nyamuk itu tetap tidak pergi bagaimana?”
Dalai menjawab, “Sekali tepuk, nyamuk pun mati!”
(Awalnya tidak membunuh, apa boleh buat)

Ada lagi:
Biksu Haitao dalam ceramah Dharma berkata seperti ini:
Saat nyamuk menggigit saya adalah saat yang paling tepat bagi saya untuk melatih pelepasan ‘kemelekatan diri’.
Biarkan nyamuk menggigit.
Biarkan nyamuk kenyang mengisap darah sadhaka, biarkan nyamuk bergembira, biarkan nyamuk berbahagia.
Ini adalah upaya berdana.
Sekaligus merupakan saat yang tepat bagi sadhaka untuk melatih pelepasan terhadap kemelekatan.
Yakni pelepasan terhadap:
- kemelekatan rasa gatal.
- kemelekatan rasa sakit.
- kemelekatan diri.
Batin sadhaka tidak bergejolak sama sekali!
Komentar saya:
Ini berarti memberi kebahagiaan kepada nyamuk!
Ini berarti menolong nyamuk terbebas dari derita kelaparan!
Ini berarti upaya berdana dengan penuh sukacita!
Ini berarti Mahamaitri tanpa batas dan Mahakaruna universial.
Ini berarti Upeksa tak terhingga.
Akan tetapi, bila merebak penyakit demam berdarah, virus Zika, bakteri mematikan...
Bagaimana?
Mengorbankan diri sendiri demi menyelamatkan nyamuk?
Luar biasa!

Ada lagi:
Ada orang bertanya kepada saya, “Mahaguru! Apa yang Anda lakukan saat nyamuk menggigit Anda?”
Saya menjawab, “Plak! Langsung tepuk mati!” (tanpa berpikir panjang lebar)
Orang bertanya, “Bukankah itu melanggar Sila tidak boleh membunuh?”
Saya menjawab, “Bukan demikian, sebenarnya saya sedang menyeberangkannya, supaya nyamuk ini lekas meninggalkan alam nyamuk, terlahir di alam luhur.”
“Caranya bagaimana?”
Saya menjawab, “Saya menjapa sebait kalimat berbunyi: ‘terseberangkanlah ke Alam Suci, bebas dari Samsara, Namo Amitabha Buddhaya.”
Lalu mengembuskan setarik napas dari mulut saya, melakukan ritual penyeberangan.
Orang bertanya, “Apa nama metode ini?”
Saya menjawab, “Sadhana BINASA PARAMITA” [sun: hehehe, lucu ya]
Orang bertanya, “Apakah ini termasuk cara welas asih?”
Saya menjawab, “Mahawelas asih!”
Ketahuilah, pahami bahwasanya Buddhadharma merupakan Jalan Kebenaran, Jalan Kebenaran ini mencakup metode konvensional maupun metode inkonvensional. Sadhana Binasa Paramita yang dimaksud di atas merupakan upaya Mahabodhisatta yang tak terbayangkan, hal yang mana tidak dapat dipahami oleh orang awam.
Kita tidak terpaku pada aspek eksternal, melainkan lebih mementingkan aspek internalnya, semangat adikodrati seperti ini menjadikan Buddhaksetra sebagai orientasi, menjadikan Kebenaran Hakiki sebagai realita sejati, jika bukan oleh seorang Arya Vimalakirti, maka sungguh mustahil untuk dipahami!

om guru lian shen siddhi hum
**dicopas dari; http://tbsn.org/indonesia/news.php?cid=23&csid=267&id=12

2 komentar:

  1. ALAM NYAMUK ( 21/6-2011)

    Hari pukul 2 siang, aku pergi ke Alam Nyamuk. Tadinya aku tak mengerti dengan apa yang aku lihat, seperti ada genangan air dan ada sesuatu yang bergerak-gerak cepat, setiap aku dekati sesuatu itu bergerak lagi menjauh. Aku mengira ikan kecil, tapi tidak seperti ikan. Kucoba untuk memperhatikan lagi dengan seksama, ternyata apa yang kulihat di dalam genangan air dan bergerak itu adalah jentik nyamuk. Aneh tiba-tiba saja aku masuk ke alam ini, aku mengikuti kemana jentik nyamuk itu berjalan. Jentik itu membawaku ketempat genangan air yang makin lama makin gelap suasananya, sehingga aku hampir tidak jelas melihat jentik itu. Lalu jentik tersebut terdiam dan menempel di satu sisi yang agak kering, dan tubuh jentik itu seperti mengeras dan terbelah kulitnya, kemudian muncul seekor nyamuk yang memaksa keluar dari dalam jentik itu. Aku baru mengerti ternyata begitu proses keluarnya nyamuk. Setelah nyamuk itu keluar, dia malah bicara denganku;

    “Desi, aku adalah Nyamuk“

    BalasHapus
  2. (lanjutan)
    “Iya, aku tahu. Tapi kenapa saat kau menjadi jentik sepertinya kau sudah mengetahui keberadaanku?”

    “Hanya terlahir menjadi manusialah yang tidak bisa mengenal lagi keluarga dan kerabat pada kehidupan sebelumnya, kecuali manusia itu membina diri. Tapi yang terlahir di alam binatang masih bisa mengenal dan mengetahuinya.”

    “Kau tinggal ditempat ini?”

    “Ya, dimana ada genangan air yang kotor, disitulah kami para nyamuk tinggal. Tempat hidup kami sesuai dengan perbuatan salah kami dulu”

    “Apa yang kalian lakukan sehingga bisa terlahir di Alam Nyamuk ini.”

    “Sebelumnya kami adalah manusia yang telah berbuat kesalahan, sebelum terlahir di alam nyamuk ini kami harus menjalani hukuman terlebih dahulu di alam neraka. Pada waktu kami menjadi manusia, kami suka melakukan perselingkuhan dengan isteri orang lain atau suami orang lain, juga ada yang melakukan perbuatan tidak baik dengan ibu sendiri, adik sendiri, kakak sendiri, teman sendiri dan keluarga sendiri. Kesalahan itulah yang menyebabkan kami bisa terlahir dialam ini.”

    “Begitu ya, apa orang yang melakukan hubungan dengan wanita tuna susila juga akan terlahir di alam ini?”


    “Tidak, mereka yang melakukan hal itu akan mendapatkan hukuman di neraka, tidak terlahir di alam nyamuk tapi akan terlahir di alam binatang yang lain.”

    “Berapa lama hidup di alam nyamuk ini?”

    “Ribuan tahun. setelah mati dibunuh manusia, kami akan kembali terlahir menjadi nyamuk sampai ribuan tahun, baru bisa terlahir lagi menjadi manusia.”

    “Wah... lama sekali. Kenapa begitu?”

    “Karena perbuatan kami, merupakan pelanggaran berat sila ke-2 setelah sila pertama yang tidak boleh membunuh bagi orang awam. Karena itulah kami harus mengalami hukuman yang berkepanjangan.”

    “Kenapa kalian suka meminum darah makhluk hidup yang lain?”

    “Karena sifat buruk kami yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, suka main belakang dan menyembunyikan perbuatan kotor kami, sehingga baik tempat tinggal dan makanan kamipun sesuai dengan perbuatan yang kami lakukan dulu, hanya bisa tinggal ditempat kotor, habis menggigit dan menghisap darah tidak bisa melarikan diri sampai ditepuk orang sampai mati. Biar begitupun tetap belum bisa segera mencapai kebebasan dan keluar dari penderitaan ini. Desi, kamu bisa membantu kami tidak?”


    “Apa yang bisa saya bantu. Yang saya tahu semua kehidupan mahluk hidup berjalan berdasarkan hukum karma dan sebab akibat. Menanam kebaikan akan mendapat kebahagiaan, menanam kejahatan akan mendapat penderitaan hukuman. Saya rasa hukum langit sudah adil.”

    “Jadi bagaimana bisa keluar dari penderitaan ini?”

    “Sebaiknya, jangan menghisap dan meminum darah makhluk hidup lagi. Kalau ada ceramah dharma dan pembacaan mantera ikutlah mendengarkannya dan melafalkannya dalam hati, semoga dengan cara itu bisa mengikis karmamu.”

    “Baiklah, semoga kau bisa menuliskan mengenai alam kami ke dalam bukumu.“

    “Terima kasih petunjuknya.”

    Setelah itu aku keluar dari Alam Nyamuk dan kembali ketempatku. Aku merasa terlahir di alam binatang begitu menderita. Mengapa manusia didunia banyak yang menyia- nyiakan hidupnya, berbuat hal-hal yang tidak baik dan menanam karma buruk. Padahal menjadi manusia adalah kesempatan untuk mengumpulkan pahala kebajikan dan kesempatan untuk membina diri untuk bisa mencapai keBudhaan dan melepaskan diri dari rantai tumimbal lahir.

    Banyak manusia, karena tergiur dengan kenikmatan duniawi tidak menyadari kalau pada akhirnya akan mendapatkan penderitaan berkepanjangan dikehidupannya yang akan datang. Bahkan ada yang tidak memperdulikan mereka akan menjadi apa, mau mereka mati mendadak atau nantinya akan masuk neraka, mereka tidak memperdulikannya, yang ada dalam pikiran mereka hanya memuaskan hawa nafsu selama hidup didunia.


    *dicopas dari buku "Perjalanan Astral ke alam Binatang", kisah ke-32.

    BalasHapus