Rabu, 24 Agustus 2016

Antara Istri dan Wanita Simpanan

Suatu hari, seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun datang ke tempat saya untuk berkonsultasi. Sore hari itu cuaca sangat panas, sehingga pria itu terus-menerus mengeluh panas dan meminta segelas minuman dingin.
Dengan santai, saya mengambil dua gelas besar dan satu gelas kecil untuk dituangkan minuman dingin. Satu gelas besar kuletakkan di hadapan pria itu, satu gelas besar dan satu gelas kecil lagi kuletakkan di samping.
Pria itu bertanya, “Saya cukup meminta segelas saja, mengapa memberi lagi segelas yang besar dan segelas yang kecil?”
Saya tersenyum, “Meskipun Anda datang sendirian, sesungguhnya ada seorang dewasa dan seorang anak kecil menyertai diri Anda. Bagaimana munkgin saya hanya memberi Anda minum dan mengabaikan mereka?”
Pria itu tertegun sesaat, lalu wajahnya berubah pucat.
“Siapa mereka?”
Saya menjawab, “Seorang ibu dan putrinya.”
“Dapatkah Anda mengusir mereka?”
“Sekarang tidak bisa, tapi akan saya coba.”
Pria itu berkata, “Hari ini saya kemari memang untuk menanyakan hal ini. Semoga kesulitan ini dapat teratasi.”
*
Pria ini bernama Wang Deng. Ia cukup terkenal di kalangan industri, dan namanya sering muncul di majalah bisnis. Perusahaan yang dikelolanya terkenal di dunia internasional maupun local. Orang semacam dia tentu menarik perhatian banyak wanita. Mereka ingin mendekatinya serta menyerahkan diri padanya.
Wang Deng mempunyai harta yang berlimpah, sukses dalam tahta dan harta.
Penampilan priayinya mengundang rasa kagum banyak pihak. Di sisinya sering terdapat wanita yang sengaja ingin mendekati, termasuk sekretarisnya.
Wang Deng sendiri sudah menikah dan mempunyai anak. Keluarganya cukup harmonis. Ia sendiri sangat memperhatikan keluarga, juga sangat peduli pada pendidikan anak-anaknya. Dirinya amat mengutamakan karir, sehingga boleh dikata semuanya berjalan cukup sempurna.
Ia juga tahu bahwa ikatan pernikahan antara pria dan wanita sudah ditakdirkan. Jika seseorang merusak hubungan garis takdir ini, maka hubungan cinta dan etika antara pasangan suami-istri juga akan rusak. Kalau sudah telanjur rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi, manusia tidak lagi beda dengan hewan. Selain itu, betapa pun pandainya seseorang menjaga rahasia—dikira tidak bakal tercium bau busuk, bagai kulit telur yang tak ada garis sambungan—yang namanya skandal, suatu saat bakal terkuak dan cepat tersebar luas. Nama baik segera tercoreng dan akan kehilangan muka pula.
Oleh sebab itu, Wang Deng amat waspada.
Suatu ketika Wang Deng menghadiri pertemuan di daerah yang jauh. Seorang wanita muda secara khusus ditugaskan untuk melayani kebutuhan dirinya. Ia sangat terkejut begitu melihat wanita itu, sebab wajahnya amat mirip dengan kekasih cinta pertamanya.
Wang Deng bercerita tentang mantan pacarnya itu.
Sambil tersipu malu wanita itu berkata, “Seandainya saja saya adalah dirinya.”
Wang Deng memperhatikan name tag wanita itu, ia bernama Yang Xin.
Yang Xin sangat telaten melayani Wang Deng. Dalam beberapa hari saja Wang Deng telah menaruh simpati pada Yang Xin.
Wang Deng memuji Yang Xin, “Pelayanan Anda sangat bagus.”
Yang Xin menawarkan diri, “Asalkan Anda senang, apapun dapat saya lakukan.”
Perkataan inilah yang membuat hati Wang Deng terombang-ambing. Tubuh rampingnya, senyuman manisnya, jiwa mudanya, wangi tubuhnya, kepolosan hatinya, semua ini tak dapat ia temukan pada diri istrinya.
Manusia terlahir dari nafsu birahi, oleh sebab itu bawaan nafsunya masih kuat. Wang Deng bukanlah boneka kayu, ia juga mempunyai nafsu, hanya saja norma etika membatasi dirinya.
Suatu malam…
Dengan alasan menyerahkan dokumen penting, Yang Xin tiba di hotel tempat penginapan Wang Deng.
Kemudian, mereka berdua melakukan hubungan yang tidak pantas.
Begitu Wang Deng terpeleset satu langkah, dirinya terhempas ke dalam jurang kesengsaraan.
*
Kesenangan sesaat menyebabkan penderitaan tiada akhir.
Yang Xin kemudian hamil dan melahirkan seorang putri.
Kertas tak mampu membalut api, dan skandal ini pun segera terkuak.
Demikianlah,
Tiada gadis tahan dinodaNama baik terancam bahayaMenanggung malu di hadapan sanak saudaraPertikaian terikat selamanyaDi pihak istri resmi Wang DengPasangan mana tak mendambakan hidup langgengKasihan kini menyendiri di kamarSepasang unggas terpisah di telaga indahTakkan lagi terbang berduaKini segala harapan sirnaTiada lagi yang dapat dibanggakanTekanan kian melandaAkhirnya berseteru dalam karma
Perempuan zinah membunuh suami.
Suami membunuh perempuan zinah.
Suami membunuh pria zinah.
Pria zinah membunuh suami orang.
Istri membunuh gundik.
Gundik membunuh istri.
Dan lain sebagainya.
Pedang pusaka di balik wanita
Tidak untuk Arya tapi manusia biasa
Meski bukan untuk memenggal kepala
Diam-diam menggiring ke arah binasa
1. Gagal memenuhi nafsu rendah, timbul rasa benci.
2. Berhasil memuaskan nafsu rendah, namun setelah kenikmatan menjadi hambar, timbul rasa benci.
3. Timbul rasa benci setelah kehilangan nafsu rendah yang pernah dimiliki.
Panji yang malang melintang di langit dan bumi
Berkekuatan besar menyelamatkan makhluk hidup
Memancarkan cahaya terang lima ribu berkas
Bernamaskara pada Bodhisattva atas budi perlindungan
Singgasana teratai emas
Bermaitri karuna pada umat manusia
Memancarkan cahaya mulia
Buddhaloka muncul di hadapan
Vairocana Buddha dengan Kebenaran Mutlak
Sakyamuni Buddha dengan Kebijaksanaan
Nagarjuna Bodhisattva dengan Pandanga Tengah
Padmasambhava Bodhisattva dengan Yoga
Maitreya Bodhisattva dengan Kesadaran
Amitabha Buddha dengan Alam Suci


Saya sendiri merasa bahwa dunia ini penuh dengan pertikaian antara wanita. Seperti konflik antara menantu perempuan dengan ibu mertua, konflik antara sesama ipar perempuan, dan konflik antara istri dengan gundik. Sejak dulu hingga sekarang, semua orang dapat merasakan kekejaman dari pertikaian ini.
Pertikaian di istana Wuze Tian (tokoh ratu dalam sejarah Tiongkok), pertikaian di istana Luhou (tokoh wanita istana dalam sejarah Tiongkok), serta pertikaian di istana Cixi (tokoh ratu pada Dinasti Qing di T iongkok), semuanya penuh dengan tipu muslihat. Setiap pihak belum merasa puas kalau saingannya belum mati tersingkirkan. Kasus-kasus demikian sangat menyeramkan.
Pada dasarnya, pertikaian-pertikaian ini bermula dari dua kata: hasrat memiliki, dan kata yang tidak mungkin dimiliki adalah sifat pemaaf.
Kaum wanita cenderung bertekat lebih bulat daripada kaum pria dan bersifat mudah cemburu dalam hasrat memiliki. Setahu saya, bhiksuni pun tak terkecuali. Alkisah, seorang Mahabhiksu mempunyai beberapa siswi bhiksuni di sisinya. Para siswi ini saling berebut perhatian, akhirnya siswi yang kalah bersaing sempat berniat membunuh gurunya sendiri.
Pikiran seamcam ini disebut pelampiasan kemarahan, jika gagal memaksakan kehendak, lebih baik hancur bersama daripada merelakan keberhasilan orang lain. Ibarat “lebih baik hancur sebagai giok dariapda utuh sebagai batu”.
Saya katakan, kekuatan peralihan dari rasa cinta ke rasa benci seorang wanita sangatlah menakutkan.
Tentu saja dalam hal ini kesalahan bukan sepenuhnya ada pada diri wanita, namun sesungguhnya Wang Deng juga bersalah. Yah, kalau seseorang memang sudah telanjur salah, kesalahan itu susah untuk diperbaiki.
Istri Wang Deng tidak dapat menerima kenyataan bahwa adanya wanita lain di sisi suaminya.
Yang Xin berusaha bersikap sabar, namun sabar itu ada batasnya. Akhirnya ia melampiaskannya pada diri Wang Deng.
Kedua wanita menolak untuk menyerah.
Bayangkan, betapa dalam penderitaan Wang Deng.
Seperti yang kita ketahui, ada empat kata yang berbunyi, “wanita adalah sumber petaka”. Akan tetapi, coba renungkanlah, kalau bukan pria yang memulai berbuat salah, tidak mungkin wanita adalah sumber petaka. Mengapa bisa demikian? Penyebabnya satu kata, nafsu. Nafsu birahi pria dan wanita sering menyebabkan bencana yang amat tradis, bahkan dapat menghancurkan sebuah negara. Mengakibatkan kehilangan nyawa sudah cukup parah, yang lebih parah lagi akan menyebabkan runtuhnya sebuah negara. Namun, sangat disayangkan, kebanyakan orang memilih terlibat dalam nafsu rendah ini, bahkan maut mengintai nyawa pun tidak disesali.
Inilah yang dikatakan “Mati di tengah bunga, jadi hantu pun bahagia”.
Pada zaman ini, kebanyakan orang tidak lagi dapat mengendalikan diri dalam hal nafsu seks. Kebanyakan orang secara diam-diam mendatangi tempat hiburan maksiat untuk melakukan perselingkuhan. Yang lebih parah lagi, ada yang sampai mengabaikan norma keluarga, bahkan ada yang melakukan hubungan sejenis. Jumlah petaka yang diakibatkannya sungguh tak dapat dihitung dengan jari.
Banyak pula kematian yang disebabkan oleh bencana nafsu birahi!
Renungkanlah hal berikut ini,
Berdasarkan angka statistic, 80% dari kasus pembunuhan disebabkan oleh motif cinta. Separuh di antaranya dilakukan secara langsung, dan separuhnya lagi dilakukan secara tak langsung. Sungguh sebuah angka perbandingan yang sangat tinggi. Ada juga kematian yang disebabkan kehabisan energy karena sang korban menuruti kehendak nafsu rendah. Itu memang cari mampus. Kelihatannya mati wajar, padahal sesungguhnya bukan demikian. Semua ini disebabkan keserakahan. Oleh karena itu, kebanyakan kasus kematian semacam ini adalah mati konyol.
Saya pernah menulis sebuah syair:
Perihal nafsu rendah di mata orang awam dianggap sebagai karunia, di mata seorang sadhaka dianggap sebagai malapetaka.
Manusia awam menerimanya sebagai berkakh, maka bencana pun segera tiba.
Para Arya dapat mengatasinya, maka kebijaksanaan pun semakin tinggi hingga memperoleh maha sukha.
Renungilah hal berikut:
Pokoknya, penuh dengan mara bahaya, penuh dengan bencana.
*
Hubungan cinta di luar nikah antara Wang Deng dan Yang Xin telah mengakibatkan pertikaian di antara istri dan kekasih gelap. Lama kelamaan kasih sayang Wang Deng terhadap Yang Xin pun menjadi hambar. Hubungan ini menjadi beban yang melelahkan sehingga ia juga merasa lelah, ia mulai hilang kesabaran. Wang Deng merasakan betapa kesalahan langkahnya telah menyebabkan sebuah keluarga yang harmonis menuju sengsara yang berkepanjangan.
Di pihak Yang Xin, rasa dendam semakin hari semakin menjadi-jadi. Hingga suatu hari, ia kehilangan akal sehat. Dengan membawa putrinya yang masih anak balita, mereka terjun bunuh diri di sungai.
Yang Xin sudah mati, demikian pula putrinya. Sebuah tragedi dari hubungan intim di luar nikah!
Setelah kejadian tragis ini, Wang Deng sering terbangun dalam mimpi larutnya. Ia merasa tubuhnya dingin di tengah malam, ia menderita insomnia dan jantung berdebar-debar. Sekonyong-konyong ia melihat Yang Xin dan putrinya bergandengan tangan menatap dirinya dari kegelapan.
Kejadian aneh pun muncul. Wang Deng dapat merasakan Yang Xin selalu berada di sisinya, suara langkah kakinya terdengar di tengah malam, kursi bergeser tempat, pintu menutup sendiri, tembok mengeluarkan suara aneh. Sering pula ada suara berlarian anak kecil…ini masih tak seberapa, kompor gas yang jelas-jelas sudah dimatikan, tiba-tiba menyala sendiri. Yang lebih aneh lagi, Wang Deng yang susah tidur dan nyeri otot, begitu bangun tidur, tubuhnya memar di mana-mana. Sampai wajah dan leher pun demikian, sungguh menyeramkan, seolah-olah babak belur digebuki orang banyak.
Wang Deng memohon petunjuk pada dewa.
Dewa menjawab, “Digebuki setan!”
Ia meminta fu dari Dewa Adipati Lima Wilayah untuk ditempelkan di rumah. Baik di pintu maupun di jendela sudah penuh dengan fu, namun wajahnya tetap babak belur.
Oleh karena itu, ia mengundang tandu Dewa Adipati Lima Wilayah dan seorang medium untuk mengadakan ritual di rumahnya. Tandu dewa diarak berkeliling rumah, si medium membacok tubuh sendiri dengan pedang hiu sampai berlumuran darah, sambil melukis fu dan menjapa mantra. Segala kemampuan sudah digunakan, namun hasilnya tetap nihil.
*
Setelah Wang Deng usai menceritakan kejadiannya, ia memperlihatkan bekas memar di bagian dada dan punggungnya. Seolah-olah ia menjalani pengobatan alternative penyedotan api yang dewasa ini sedang trendy. Biasanya cara pengobatan ini akan meninggalkan bekas memar di tubuh dalam beberapa waktu.
Saya cukup terkejut atas kejadian ini semua.
Saya bertanya, “Sudahkah Anda memeriksakan diri ke dokter?”
“Tentu, tapi dokter tidak mengetahui penyebabnya, bahkan menurut petunjuk dewa saya digebuki setan. Ritual telah dilakukan, tetap saja percuma. Hari ini saya sengaja menemui Anda dengan harapan Anda dapat membantu saya mengatasi kesulitan ini.”
Saya menoleh dan bertanya pada Yang Xin yang tak berwujud, “Bagaimana kalau damai?”
Saya coba memberi nasihat pada Yang Xin, “Dendam jangan dibalas dengan dendam.”
Yang Xin bertanya, “Mengapa istrinya yang keji dan pencemburu itu tidak mendapatkan pembalasan karma?”
Saya tidak dapat menjawabnya.
Yang Xin berkata, “Petala yang saya alami ini sangat tidak adil. Kemarahan saya baru dapat terlampias jika mereka sudah mendapatkan pembalasan karma yang setimpal.”
Saya berkata pada Yang Xin, “Bagaimana kalau saya menghantar Anda dengan ritual upacara?”
“Percuma,” jawab Yang Xin. “Sebab saya memiliki amanat suci.”
Yang Xin mengeluarkan sehelai panji kecil berwarna hitam, rupanya panji milik alam neraka. Tidak heran kalau Dewa Adipati Lima Wilayah pun tak dapat berbuat banyak.
“Bagaimana kalau saya menyeberangkan arwah Anda?”
“Saya tidak sudi diseberangkan,” Yang Xin bersikeras.
“Kalau saya memiliki amanat suci Ksitigarbha Bodhisattva?”
Yang Xin menjawab, “Bagaimana mungkin Anda memilikinya?”
“Saya dapat mengutus Raja Cakravattin (Dewa yang memutuskan tempat lahirnya arwah enam gati) untuk menahan Anda, lalu mengirim Anda beserta putri untuk berpatisandhi di enam alam gati, agar tidak terus-menerus menampakkan wujud dan mengganggu manusia. Kejadian ini Anda sendiri juga berdosa, tragedi ini juga diakibatkan oleh ketidakmampuan Anda untuk menahan nafsu rendah. Wang Deng dan istrinya tidak bertanggungjawab sepenuhnya. Pikirkanlah baik-baik.”
Saya mengeluarkan panji Ksitigarbha Bodhisattva.
Panji ini adalah:
Begitu panji ini dikibarkan, payung suci dan pataka muncul di ketinggian angkasa. Dengan pancaran cahaya gemilang, Ksitigarbha Bodhisattva muncul di bawah payung suci dengan beralaskan teratai suci yang beraneka warna. Tiga pelita emas ditempatkan di hadapan Bodhisattva yang juga dikelilingi oleh perhiasan bercahaya.
Ksitigarbha Bodhisattva dengan sebuah teratai emas di tangan bersabda,
Saya menyadari bahwa, begitu terkena pancaran cahaya teratai emas ini, ikatan karma buruk pada Yang Xin dan putrinya lenyap seketika. Begitu dipancarkan sekali lagi, rasa dendamnya pun lenyap sudah. Begitu pula kemelekatannya, niat balas dendamnya serta amarahnya juga sirna.
Kini Yang Xin telah berhasil mengatasi kemelekatan pada kemewahan duniawi dan telah timbul pula pikiran yang suci murni. Ibu dan putri berjalan menuju singgasana teratai. Ketika itu langit menampakkan fenomena yang menakjubkan. Dan dalam sekejap mereka pun menempuh Buddhaloka.
Saya tahu bahwa ritual penyelamatan manfaat unik sunya dan nyata ini kelak akan digunakan oleh Maitreya Bodhisattva saat kembali terlahir di dunia saha dalam misi penyelamatan. Sadhana ini sebenarnya adalah Kekuatan Berubah Kesadaran Dasar, yakni begitu cahaya pikiran Maitreya Bodhisattva dipancarkan ke pikiran makhluk hidup, segenap karma buruk langsung lenyap seketika. Kemudian pikiran makhluk hidup akan ditransformasi menjadi pikiran Maitreya Bodhisattva. Ini adalah Kekuatan Berubah Kesadaran Dasar, yakni semua makhluk yang terpancar cahaya ini akan berubah dan segera menyeberang ke Buddhaloka.
Setahu saya, para Buddha dan Bodhisattva menyelamatkan makhluk hidup melalui berbagai metode yang berbeda, namun hasilnya adalah sama:
Panji Ksitigarbha Bodhisattva yang saya gunakan mirip dengan Kekuatan Berubah Kesadaran Dasar. Panji ini sesungguhnya berada pada langit di luar langit. Sesungguhnya mencapai kebuddhaan tak perlu menggunakan apa-apa, terlahir di alam suci hanya terpaut satu niat saja.
*
Wang Deng bertanya pada saya, “Bagaimana mengatasi masalah ini?”
Saya menjawab sambil mengibarkan panji kecil di tangan, “Sudah diselesaikan.”
“Dengan cara apa?”
“Pikiran bagaikan pelukis yang mampu melihkis berbagai alam. Begitu lima skanda muncul, segala metode pun timbul.”
“Apa itu metode pikiran?”
“Cahaya spiritual.”
Saya memberitahu Wang Deng, “Di masa mendatang, Maitreya Bodhisattva yang terlahir di dunia untuk menyelamatkan makhluk hidup pada Tiga Pertemuan Puspa Naga, akan menggunakan metode Kekuatan Berubah Kesadaran Dasar. Terjerumus ke tiga alam samsara disebabkan oleh pikiran, dan semua fenomena berasal dari kesadaran, pikiran makhluk hidup menjadi sama dengan pikiran Maitreya Bodhisattva. Oleh karena itu, semua makhluk hidup akan memperoleh penyelamatan pada Tiga Pertemuan Puspa Naga kelak.”
Setelah mendengarkan hal ini, Wang Deng berkata, “Saya juga ingin mempelajari Buddha Dharma.”
Saya berkata, “Baiklah, orang belajar Dharma dapat melampaui kehidupan materialistis. Kebutuhan duniawi hanya dapat memberikan rangsangan sesaat yang sebenarnya adalah gelombang kebodohan dan khayalan yang selamanya mengganggu ketenangan pikiran. Tanpa bahagia yang teduh, bagaimana mungkin kebahagiaan sejati dapat ditemukan?”
“Bagaimana cara mempelajari Dharma?”
“Terlebih dahulu lenyapkan lobha, dosa, dan moha.”
“Manfaatnya?”
“Pikiran penuh dengan cahaya.”
Wang Deng berlutut dan berguru pada saya.
Setelah ia pulang ke rumah, kejadian-kejadian aneh di rumahnya ternyata hilang semua. Ia kembali dapat tidur dengan normal, memar sekujur tubuh pun hilang, demikian juga rasa nyeri di persendian sudah sembuh. Ia terus berseru, “Dharmaraja Lian Sheng sungguh menakjubkan! Sheng-yen Lu sungguh menakjubkan!”
Keluarga Wang Deng kemudian bersarana pada agama Buddha, dan mereka pun tekun mengamalkan kebajikan.

*sumber:http://tbsn.org/indonesia/news.php?cid=23&csid=146&id=1567

Tidak ada komentar:

Posting Komentar