Minggu, 30 Juli 2017

Permohonan Dewa Pohon


Suatu malam, sesosok Dewa Pohon datang menemui saya.

Saya tidak merasa heran kalau pepohonan juga memiliki Dewa Pohon. Dalam kitab sutra menyebutkan adanya dewa-dewa lain seperti Dewa Udara, Dewa Tanah, Dewa Surya, Dewa Candra, Dewa Bintang, Dewa Air, Dewa Api, Dewa Angin, Dewa Sungai, Dewa Laut, Dewa Gunung, Dewa Tanaman.

Dewa Pohon yang satu ini sudah ratusan tahun melatih diri, Ia menampakkan diri dalam wujud manusia kepala mengenakan kain berwarna hijau, wajah berwarna emas, badan memakai jubah bergambar sepasang naga, tangannya banyak dan tak bisa diam, memakai ikat pinggang kain sutra, kakinya terpaku pada sepatu boot tinggi, beralis panjang dan bermata lebar yang penuh cahaya, jenggotnya panjang amat bergaya.

Dewa Pohon berkata "Saya sengaja kemari untuk menemui Guru Lu"

"Ada masalah apa?"

"Ada satu masalah , mohon bantuan"

"Coba katakan"

"Terus terang, saya sudah melatih diri di lereng bukit selama ratusan tahun, lalu seseorang membangun villa di depan saya, aman-aman saja, namun, belakangan ini ada seorang guru fengshui beranggapan bahwa pohon besar di depan villa memberi dampak yang tidak baik terhadap fengshui villa, ia menganjurkan agar pohon ini mesti ditebang. Tuan rumah villa menjadi takut mendengarkan hal ini, tetapi agak ragu juga, sehingga besok tuan rumah villa ini akan minta petunjuk pada Guru Lu, mohon Guru  Lu berkenan mengamankan nyawa pohon saya ini"

"Apakah benar berdampak tidak baik terhadap fengshui villa?"

"Sama sekali tidak. justru keberadaan saya menjadi sebuah bentuk payung suci yang melindungi keluargaa pemilih villa tersebut"

"Andaikata ditebang?"

"Pasti tertimpa malapetaka"

"Apa ciri-ciri tuan rumah villa ini?"

"Tuan rumah villa ini sedikit botak, diatas bibir terdapat tahi lalat, mudah dikenali. Ia memiliki dua purta satu putri, semuanya pintar-pintar, istrinya seorang pelukis beraliran Shanghai, istrinya adalah seorang Kristiani"

"Cukup jelas, saya sudah faham !"

***

Keesokan harinya, diantara orang-orang yang datang konsultasi, ternyata ada seorang yang kepalanya agak botak, diatas bibir terdapat tahi lalat, berusia sekitar 40-an, wajahnya rapi berseri-seri, mulutnya agak besar, mengenakan stelan jas, tampak semangat.

Saya melambaikan tangan kepadanya sambil bertanya "Anda datang untuk menanyakan masalah tebang pohon?"

Ia terperanjat, "Benar"

"Anda tinggal di lereng bukit?"

"Benar"

"Anda memiliki dua putra dan satu putri?"

"Benar"

"Istri anda seorang pelukis dan seorang Kristiani?"

"Benar"

"Anda pulang saja, tidak perlu tebang pohon, pohon tersebut tidak mempengaruhi fengshui rumah justru merupakan bentuk payung suci. Jika anda tebang, pati tertimpa petaka, sekarang segalanya baik-baik saja, buat apa  menebang pohon?"

Ia berkeringat dingin, tak mampu berargumentasi banyak, lalu bertanya "Guru Lu, saya belum membuka mulut, bagaimana Anda bisa tahu semuanya, Apakah Anda seorang dewa?"

Orang-orang disekitar situ pun ikut merasa kagum.

Saya tertawa, "Saya bukan dewa, tetapi paling tidak juga setengah dewa-lah"

Tuan rumah villa ini beranjali, belakangan ia sekeluarga minta bersarana.

Sebait gatha berbunyi sebagai berikut:
   Pagi dingin di villa lereng bukit 
   Pohon besar laksanana payung memandang jauh
   Masalah tidak menyentuh tempat ini
  Tidak turuti omong kosong malah aman



*dari buku "Kisah Unik Gunung Selatan", buku ke-219, kisah ke-33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar