Kamis, 10 Agustus 2017

MEMBAKAR KERTAS SEMBAHYANG


      Banyak orang berpendapat bahwa membakar kertas emas (kertas sembahyang) sebagai persembahan kepada Buddha, Bodhisattva, Dewa Pelindung, para mahhluk suci, maupun roh leluhur adalah suatu hal yang sama sekali tidak berguna dan harus segera dihentikan.

        Namun, coba pikiran hal berikut ini. Bila membakar kertas sembahyang adalah suatu hal yang semu dan tak ada gunanya, bukankah memelihara dan memuja patung Buddha juga merupakan hal yang semu? Sebenarnya, kedua hal diatas (membakar kertas maupun memuja patung Buddha) merupakan contoh dari metode "menggunakan yang semu untuk melatih yang asli". Contoh ketiga adalah tubuh fisik kita sendiri. Tubuh fisik kita ini terbuat dari 4 unsur (air, api, udara, tanah) dan panca-skandha. Untuk mencapai penerangan sempurna, kita (orang orang yang membina diri) menggunaka tubuh fisik ("diri kita yang semu") untuk menemukan "diri kita yang asli" (keBuddhaan). Kita melatih diri kita terus menerus sehingga sifat Buddha diri kita menampakkan diri. Penekanannya adalah pada "membina diri".

        Sewaktu kita melakukan puja bakti kepada para Buddha dan Bodhisattva, sepertinya kita memuja objek objek seperti kayu, batu, tembaga, atau porselin. Namun, dengan bervisualisasi bahwa para Buddha dan Bodhisattva yang sebenarnya menampakkan diri mereka di hadapan kita dalam bentuk yang terukir pada patung-patung tersebut, kita sebenarnya melatih diri dengan metode "menggunakan yang palsu untuk melatih yang asli".

        Ketika kita membakar kertas sembahyang sebagai suatu persembahan kepada para Buddha, Bodhisattva, Dewa Pelindung, dan makhluk suci lainnya, kita mengharapkan mereka menampakkan diri pribadi mereka untuk menerima persembahan kita itu. Bila hal yang sama dilakukan sebagai persembahan kepada roh-roh leluhur, kita mendoakan mereka supaya mendapatkan kebahagiaan dan kesehatan. Sekali lagi, ini merupakan metode "menggunakan yang palsu untuk melatih yang asli". 

        Acarya Lian-han menanyakan perihal "membakar kertas sembahyang" ini kepada Maha Acarya Lu Sheng Yen. Beliau menjelas­kan didalam ceramah beliau, "Asalkan anda mempunyai pengertian tentang doktrin bahwa segala sesuatunya adalah dari pikiran, maka tidak akan muncul kontroversi."

        Membakar kertas sembahyang memang suatu hal yang semu. Demikian pula semua Dharmapun sebenarnya adalah semu. Namun, dengan membayangkan bahwa hal tersebut tidak semu, maka benar- benar terjadilah bahwa hal tersebut tidaklah semu. Supaya hasilnya menjadi efektif, kita harus mempunyai keyakinan bahwa membakar kertas sembahyang itu adalah suatu hal yang nyata dan bernilai. Karena daya pikir kita itu, maka jadilah kegiatan itu suatu hal yang nyata dan bernilai. Roh-roh leluhur kita memang menginginkan kertas-kertas sembahyang itu. Sedangkan kita membakar kertas-kertas sembahyang itu sebagai cara kita untuk menyampaikan hormat dan rasa welas asih kita kepada mereka.  Bila keinginan dan tujuan kedua belah pihak dapat tercapai dengan teknik membakar kertas sembahyang ini, mengapa harus mengharamkan teknik ini?
      
        Membakar kertas sembahyang, memuja patung Buddha, menyebut nama Buddha, dan membayangkan wajah Buddha yang agung, semuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu melatih kekuatan kemauan/pikiran kita.

        Membakar kertas sembahyang dengan mengggunakan kekuatan pikiran dapat mengundang kehadiran para Buddha, Bodhisattva, dan para roh leluhur kita.  Para roh leluhur kita akan dapat terlahir di tanah suci (surga).

Sebuah kisah
        Kisah ini adalah mengenai seorang muda di Taiwan. Maha Acarya Lu Sheng Yen menjadi saksi peristiwa ini.

        Anak muda ini menderita penyakit yang sudah tak dapat disembuhkan. Sehari sebelum ajalnya tiba, ia masih merasa segar. Kedua matanya masih terang; ucapannya masih dapat dimengerti; ia tidak terlihat bingung. Namun ia berkata kepada kedua orang tuanya: "Ada banyak orang berdiri mengelilingi saya.  Sebagian diantara mereka saya kenal. Yang lainnya tidak. Mereka meminta uang dari saya. Bila tidak saya berikan, mereka tidak akan membiarkan saya pergi."

        "Tetapi tidak ada orang disini, hanya kami berdua, " kata orang tuanya.

        "Sungguh, mereka ada disini.  Bahkan paman yang meninggal tahun lalu ada disini.  Ia berusaha menarik saya tapi tidak berhasil."

        Kedua orang tuanya terkejut dan segera menaruh sejumlah uang di tangan putranya itu.  Ia melihat apa yang ditangannya itu dan berkata, "Ayah dan ibu, apa yang kalian berikan kepada saya bukanlah jenis uang yang diinginkan."

        "Tetapi ini adalah uang sungguhan, anakku!", kata orang tuanya dengan rasa takut.

        "Sungguh, ini bukan uang."

        Sang ibu mendapat ilham dan segera pergi ke toko terdekat untuk membeli banyak uang kertas sembahyang dan kemudian menaruh­nya di tangan putranya sambil bertanya apakah itu uang yang dimak­sud.

        Sang putra tersenyum dan berkata, "Benar, ini uang yang sebenarnya." Sehari sesudah itu, ia meninggal dunia.

        Ini merupakan kisah nyata. Orang yang mengisahkan cerita ini kepada saya (Maha Acarya Lu Sheng Yen) mengucurkan air mata sewaktu bercerita.
     
        Saya ingin menjelaskan bahwa banyak kejadian aneh terjadi ketika seseorang hampir menjelang ajalnya. Kebanyakan keluarga mempunyai semacam pengalaman mengenai hal ini. 

        Isu penting lainnya adalah mengapa kertas sembahyang yang dicetak di dunia ini dapat digunakan oleh dunia lain? Ini merupakan topik yang kontroversil. Neraka merupakan sebuah dunia roh. Kertas sembahyang yang dicetak oleh manusia, setelah dibakar, dapat berubah menjadi sesuatu yang bernilai kebatinan dengan menggunakan kekuatan kemauan kita.


*dikutip dari e-book Padmakumara-3, bab ke-1, kisah ke-1

1 komentar:

  1. Tambahan informasi, kutipan dari buku ke-2 pak HERMAN UTOMO, berjudul "Menelusuri Jalan Spiritual"

    1. Kertas sembahyang dan rumah-rumahan.

    Disetiap upacara ritual duka umat Kong Hu Cu, selalu melakukan pembakaran kertas sembahyang yang diyakini sebagai pengiriman uang kepada arwah almarhum. Pengiriman ini dilakukan terus menerus setiap hari, suatu pemborosan yang tidak perlu. "Kirim uang" boleh-boleh saja, tapi tidak perlu kelewatan seperti itu, kirimkan saja secukupnya, asal ada saja.

    Apakah kertas sembahyang yang diyakini sebagai "uang" di alam arwah itu benar? Dan apakah arwah almarhum benar dapat menerima "kiriman" tersebut? Tidak selau, tergantung siapa yang melakukan pengiriman tersebut. kalau yang melakukan adalah orang awam yang membakar kertas sembahyang selembar demi selembar sepanjang hari. saya dapat menyatakan tidak ada satu lembar pun kertas uang yang berhasil terkirim kepada almarhum. kecuali pengiriman dilakukan oleh orang yang mempunyai kemampuan spiritual untuk keperluan tersebut.

    Aakan tetapi apakah "uang" yang dikirim dan setelah diterima oleh almarhum dapat dipakai untuk transaksi atau membeli kebutuhan "disana" dialam arwah? Tidak, sebab disana tidak ada jual beli.

    Saya pernah mendengar seorang suhu atau cai ma mengatakan kepada keluarga almarhum bahwa tidak perlu dikirimi rumah-rumahan, kirimi saja uang sebanyak-banyaknya supaya almarhum dapat membeli sendiri "rumah disana". Suatu anjuran yang salah, disana tidak ada jual beli rumah.

    Saya juga pernah diberitahu oleh tamu saya, waktu dia mau beli "rumah-rumahan" untuk dikirimkan kepada almarhum keluarganya, sesuai pesan saya, supaya dia membeli "rumah-rumahan" yang sederhana saja, yang paling murah. Si penjual mengatakan bahwa rumah yang sederhana dan murah sifatnya sementara, rumah kaki lima yang tidak permanen. Jadi akan cepat rusak dan hilang digusur. Si penjual ini ada-ada saja, dia mengira di alam arwah ada penggusuran rumah seperti di Jakarta.

    semua "rumah-rumahan" yang dikirimkan ke alam arwah gentayangan atau alam arwah transisi sifatnya sementara, tidak ada yang permanen, artinya begitu arwah pemilik rumah sudah "naik" dan memulai perjalanan arwahnya, maka rumahnya otomatis akan hilang.

    sumber: http://ngojony.blogspot.co.id/2012/04/menelusuri-jalan-spiritual.html

    BalasHapus