Selasa, 08 Agustus 2017

Sebuah Telegram dari Langit


                Bila saya sedang tak berdaya, saya berdoa dengan setulus hati kepada para Budha dan makhluk suci.  Roh Roh dari langit ini selalu menjawab doa doa saya dan menolong saya.  Saya merasakan bahwa Dunia Sinar selalu menerangi Bumi yang retak ini.

                Perjalanan saya ke Australia diiringi oleh Mr. Lin Yung Mao.  Kami mengunjungi kota Sydney dan Melbourne.  Saya menyukai gaya hidup yang tenang dari bangsa Australia yang karena letak geografis negara mereka terpisah jauh dari dunia lain membuat mereka sangat kalem.

                Namun, dalam perjalanan pulang keluar Australia, saya menghadapi masalah sulit yang belum pernah saya alami.  Masalah ini muncul akibat kecerobohan dari travel agen kami. Penduduk Taiwan yang ingin mengunjungi Australia harus mendapatkan visa Hongkong. (Catatan: Pada saat itu, tidak ada penerbangan langsung dari Taiwan ke Australia sehingga orang harus ke Hongkong dulu untuk pergi ke Australia). Dalam perjalanan kami ke Sydney, kami harus melakukan transfer pesawat di Hongkong dan karena kami cuma menunggu di daerah transit di airport, tidak ada masalah yang timbul.  Tetapi, dalam perjalanan balik, flight connection membuat kami terpaksa bermalam di Hongkong.  Orang tidak diijinkan untuk tidur di daerah transit. Karena itu orang harus mempunyai visa Hongkong untuk keluar dari airport.  Masalah yang harus segera ditangani adalah bahwa airport Australia tidak mengijinkan penumpang tanpa visa Hongkong untuk naik ke pesawat.

                Tiket pesawat kami adalah dari Cathay Pacific Airlines. Baik airline maupun travel agen telah bertindak ceroboh.  Meskipun saya menyenangi perjalanan saya didalam Australia, mengalami situasi seperti ini tidaklah menyenangkan. Di negara asing yang tak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan, kepada siapa kami harus menjelaskan masalah kami dan mengajukan permohonan? Kami melakukan hubungan dengan pihak airline. Manager dari Cathay Pacific Airlines yang bertugas di Melbourne memberitahu kami, "Kami ingin membantu tapi kami tidak dapat karena ini adalah urusan hukum."  Dengan kata lain, bagaimana orang dapat terbang ke Hongkong tanpa visa yang dikeluarkan Hongkong?

                Kami berusaha menjelaskan permasalahan sebenarnya. Karena pihak airline telah berbuat kesalahan menjual tiket kepada kami tanpa visa Hongkong, mereka juga bersalah dalam menciptakan situasi ini. Sebenarnya, orang Taiwan harus mempunyai baik visa Australia maupun visa Hongkong sebelum ia dapat pergi dari Taiwan menuju Australia. Setelah berkonfrontasi, sang manager akhirnya memberitahu kami bahwa ia akan mengirim telegram ke Cathay Pacific Airlines di Hongkong dan bahwa kami harus pergi ke airport pagi pagi sekali untuk mendapat jawaban dari Hongkong.

                Mr. Lin Yung Mau menoleh kepada saya dan berkata, "Yang berhak memberi ijin untuk naik ke pesawat adalah pihak imigrasi.  Bagaimana pihak airlines dapat menolong kita dalam hal ini?  Saya rasa situasi kita ini tak tertolong lagi."  Malam itu, Mr. Lin Yung Mao sangat kuatir sehingga tak dapat tidur.  Kedua matanya merah dan ia hampir saja menangis. Saya tetap tenang dan sebelum tidur, saya berdoa kepada makhluk suci dengan sekuat tenaga saya. Didalam hati, saya meminta dengan tulus dan berulang kali untuk suatu mujizat. 

                Tiba tiba, roh Bodhisattva turun dan ia mengangkat tangannya untuk menulis di udara empat huruf Mandarin yang bersinar keemasan. Tulisan itu berarti "Transit tanpa rintangan." Saya mengcopi ke4 kata itu di sepotong kertas putih dan menaruhnya didalam saku. Lalu saya tidur dengan tenang tanpa memberitahukan hal ini kepada Mr. Lin Yung Mao.

                Pada pagi dini di Melbourne International Airport, ternyata, kami memang menerima sebuah telegram yang berbunyi, "Ini untuk memberi ijin kepada Mr. Lu Sheng-yen dan Mr. Lin Yung Mao untuk naik ke pesawat menuju Hongkong. Visa dari kedua penumpang ini dijamin oleh Cathay Pacific Airlines." Kami sangat senang menerima telegram ini, meskipun Mr. Lin Yung Mao terus berkata, "Sungguh mustahil. Sungguh mustahil..." Jadi, dengan telegram ditangan, kami melewati pihak imigrasi dan memasuki daerah boarding. Tidak lama kemudian, kami naik keatas pesawat dan menunggu keberangkatan pesawat menuju Hongkong.  Bukankah semua berjalan lancar?  Tetapi ternyata urusan belum selesai sepenuhnya.

                Sewaktu pesawat sudah hampir berangkat, seorang petugas imigrasi bergegas naik ke pesawat dan menghentikan keberangkatan pesawat. Sambil memegang sebuah telegram ditangannya, ia memang­gil nama saya. Telegram ini berisi pesan, "Jangan ijinkan Mr. Lu Sheng-yen naik pesawat ke Hongkong karena ia tidak mempunyai visa Hongkong. Saya terperanjat untuk mendapatkan bahwa telegram itu juga dikirim dan ditanda tangani oleh pihak Cathay Pacific Airlines.  Petugas imigrasi menginginkan kami untuk turun dari pesawat karena pesawat itu harus segera berangkat.  Saya mengajukan beberapa permohonan kepada petugas imigrasi itu:  pertama, mereka harus memberi saya visa Australia karena visa Australia saya telah dicabut ketika saya melewati counter imigrasi.  Kedua, karena koper saya berada didalam pesawat, saya meminta koper saya dikembalikan segera. Ketiga, saya meminta mereka mengongkosi biaya tinggal dan makan untuk tinggal di Australia sampai visa Hongkong kami dapat dikeluarkan karena saya telah menghabiskan semua uang saya.  Petugas imigrasi itu kebingungan karena ia tidak dapat memenuhi ketiga permintaan ini. Saya juga mengeluarkan telegram pertama dan menunjukkannya kepada petugas imigrasi itu. Setelah membacanya, ia merasa tercengang. Tapi, ia berkeras akan peraturan dan meminta saya untuk turun dari pesawat. Selama 20 menit, kami berada dalam situasi yang tak terpecahkan, dengan semua penumpang pesawat memandang kami. Akhirnya, pilot pesawat keluar dari kokpit dan menjadi juruselamat saya.  Dengan tersenyum, ia mendengarkan permasalahannya dan membaca kedua telegram. Ia kemudian memberitahu petugas imigrasi itu bahwa ia akan menaruh tanda tangannya diatas sepotong kertas untuk menjamin saya. Setelah itu, sang pilot menepuk pundak saya.  Pada saat itu, barulah petugas imigrasi mulai tersenyum dan berkata kepada saya, "Anda sungguh beruntung." 

                Sewaktu pesawat naik keangkasa dengan halus, saya mengeluarkan sepotong kertas putih yang saya simpan itu dan menunjukkannya kepada Mr. Lin Yung Mao kata kata yang tertulis: "Transit tanpa rintangan". Ternyata, mereka tidak dapat merintangi kami dari melakukan transit.

                Ketika kami tiba di Hongkong, kami menyelidiki sumber dari telegram pertama. Cathay Pacific Airlines di Hongkong menyangkal dengan tegas bahwa mereka mengirim telegram mustahil seperti itu.  Mereka percaya bahwa telegram itu palsu adanya. Dengan marah, mereka sampaikan bahwa menurut hukum internasional, sebuah airline dapat dihukum berat kalau mengangkut penumpang tanpa visa. Karena kejadian ini, pekerja dari pihak travel agen dan pihak airline kemudian mendapat hukuman dan penurunan pangkat. (Saya menyesali tindakan hukuman yang dijatuhkan kepada mereka).

                Karena vefifikasi tentang telegram dari airline itu tidak membawa hasil, saya mencari jawaban dari Roh Suci. Ia hanya tersenyum tanpa menjawab.


                Ini adalah kesimpulan saya:  Roh Suci pasti telah menggunakan kekuatan batinnya pada petugas pengirim telegram sehingga menyebab­kan dia terhipnotis sementara waktu dan mengirim telegram tanpa menyadari tindakannya itu. Telegram dari langit.



**Padmakumara-4, Bab 1, kisah no.2
(dari hal 5-8 buku "The World as Revealed by the Third Eye", karya no. 41 dari Grand Master Lu Sheng-yen yang diterbitkan
pada Januari 1983 dalam bahasa Mandarin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar