Jumat, 05 Februari 2010

Makna Rohani dari Topi

Aku ini seorang yang jarang bermimpi sewaktu tidur, tetapi setiap kali aku bermimpi -- pasti ada suatu wahyu atau pengalaman rohani yang mengandung makna yang dalam didalamnya.

Bermimpi itu tidak sama dengan perjalanan astral yaitu kejadian roh keluar dari badan kasar dan berjalan jalan di luar badan kasar. Ada 2 macam perjalanan astral; yang pertama adalah sewaktu roh kita dapat pergi dan datang sesuai keinginan kita; yang kedua roh kita tidak bebas pergi dan datang sesuai keinginan kita. Seringkali perjalanan astral itu betul betul merupakan refleksi dari kenyataan, sedangkan mimpi itu lebih tidak teratur dan kurang jelas maknanya. Kadang kadang mimpi itu kita ingat, tapi kadang kadang kita lupa sewaktu kita sudah terbangun.

Pada suatu malam aku sedang bermeditasi tentang hal normal dan abnormal serta alamiah dan tidak alamiah. Aku merenungkan tentang perbedaannya dan tentang bagaimana hal ini berhubungan dengan hal baik dan jahat. Pada malam itu aku bermimpi mengadakan perjalanan pulang ke sebuah kota kuno. Pintu gerbang kota itu mempunyai sebuah papan nama besar yang bertuliskan 'Kerajaan Topi'. Sewaktu memasuki kota tersebut, aku melihat semua orang disana memakai sebuah topi. Pekerjaan/profesi yang berbeda diwakili dengan topi yang berbeda pula. Ada seorang pria, yaitu seorang prajurit yang kekar tubuhnya, yang mengamati bahwa aku tidak memakai topi.

"Siapakah anda? Mengapa anda tidak memakai topi?" katanya.

"Maafkan kebodohan saya. Saya tidak mengetahui sewaktu saya tiba di Kerajaan Topi ini bahwa semua orang disini memakai topi."

"Memang benar. Didalam kerajaan ini, dari raja sampai pengemis, semuanya harus memakai topi sehingga orang lain tahu siapa dan apa pekerjaan orang itu."

"Apa makna filsafat dibalik peraturan memakai topi ini?"

"Kau tanyakan saja kepada Sun Po-tao tentang hal ini."

"Siapakah Sun Po-tao itu?"

"Ia berada di dunia manusia sekarang."

Setelah aku terbangun dari mimpi malam itu, aku tidak dapat mengingat nama orang yang disebutkan didalam mimpi. Aku bahkan bertanya tanya didalam hati apakah orang yang disebutkan itu betul betul ada orangnya.

Beberapa hari kemudian, ketika aku sudah melupakan tentang mimpi ini sama sekali, receptionis di kantor tempatku bekerja memang­gilku serta berkata,"Pak Lu, ada seseorang dari kota Kang-shan datang mencarimu."

"Katakan saja saya lagi tidak menerima tamu sekarang."

"Ia katakan bahwa namanya adalah Sun Po-tao."

"Sun Po-tao!! Oh, kalau begitu, katakan padanya untuk menunggu sebentar! Saya segera keluar menemuinya."

Sekarang aku teringat bahwa prajurit di Kerajaan Topi yang berbicara denganku itu menyuruhku berbincang bincang dengan Sun Po-tao. Ternyata Sun Po-tao adalah benar benar seorang manusia yang hidup di dunia ini.

Begitu aku melihat Sun Po-tao, mataku langsung memperhati­kan topinya yang berwarna putih dan berbentuk lingkaran besar. Bajunya seluruhnya putih, dan kelihatan sangat bersih dan rapih. Usianya kira kira 40 tahun.

Kami bersalaman.

"Saudara Lu! Saya telah mendengar banyak dan mengagumi anda sejak lama. Hari ini saya datang karena rasa kagum saya; sebetulnya tidak ada alasan khusus. Kita semua adalah murid murid sang Buddha. Kita semua sedang didalam perjalanan menuju keBuddhaan. Saya telah membaca buku buku karya anda. Saya tahu bahwa anda mempunyai kebijaksanaan yang besar. Saya datang untuk memberi semangat kepada anda. Janganlah merasa kecewa dengan kritik, kesalahpahaman, dan tudingan tudingan menyalahkan. Semakin banyak penderitaan yang anda terima semakin besar kemajuan yang anda akan capai. Janganlah menjadi takut. Jangan putus semangat."

"Terima kasih, Pak Sun... Kebetulan anda ada disini, bolehkah saya bertanya sesuatu. Apakah anda memakai topi setiap hari?"

"Oh, ya, betul, betul!" Ia menjamah topinya. "Banyak orang memanggilku Pak Topi. Topi mengandung banyak makna."

"Kalau boleh, saya ingin mendengarnya."

"Pertama, ada banyak macam ukuran topi. Sebagian ukuran­nya besar; sebagian lagi lebih kecil. Begitu pula kepala kepala manusia. Kepala yang besar harus memakai topi yang besar pula. Kepala yang kecil harus memakai topi yang kecil pula. Kalau tidak, topi itu akan terlalu longgar atau terlalu sempit. Penting sekali topi itu pas dikepala kita. Bila pas ukurannya, itulah alamiah. Bila alamiah, itu baru benar. Kehidupan ini seharusnya juga demikian. Bila kita hidup secara alamiah maka kita akan bahagia. Kita mempunyai harmoni."

"Kedua, kita memakai topi yang berlainan sesuai dengan waktu dan musim. Di musim dingin, kita memakai topi wool. Pada musim panas, kita memakai topi rumput. Kita memakai baju yang lebih tebal di musim dingin; kita memakai baju yang lebih tipis di musim panas. Saya mempunyai banyak topi. Untuk setiap peristiwa saya memakai topi yang berbeda. Juga, saya berganti topi tergantung lagi pagi atau malam hari. Warna topi saya juga lain lain. Ada suatu seni didalam hal memakai topi. Didalam seni kita mencari keindahan."

"Ketiga, ada banyak macam bentuk topi. Ada topi pria, topi wanita, dan topi profesi. Para pelajar memakai topi pelajar, para prajurit memakai topi prajurit. Pria memakai topi pria. Petani memakai topi petani. Yang penting disini adalah gayanya harus lengkap. Kalau gayanya lengkap, maka itu menjadi nyata dan asli. Bila petani memakai topi pelajar dan pelajar memakai topi prajurit, maka akan timbul kebingungan dan kekacauan. Kekacauan itu tidak alamiah dan keindahannyapun hilang. Kebenaran menjadi sirna. Ketika topi yang sesuai dengan ukuran, waktu, dan profesi dipakai, maka kemurnian dan kebenaran menjadi jelas dan nyata. Ini baru normal."

"Pak Sun, apa yang anda katakan sungguh indah. Topi memberi pelajaran rohani yang sangat mendalam."

"Terima kasih."

"Pak Sun, apakah anda mengenal sebuah tempat bernama Kerajaan Topi?" tanyaku ingin tahu.

"Kerajaan Topi? Tidak. Tidak pernah dengar."

Source: e-book Padmakumara-1, Artikel no. 26.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar