Kamis, 18 Februari 2010

Metode Kebesaran Hati

Ada sebuah metode bernama 'Metode Kebesaran Hati'.

Pernah ada seorang bhiksu berkata, "Metode Kebesaran Hati adalah sebuah metode untuk mengingatkan kita agar belajar pada kebesaran bumi, belajar pada semangat bumi yang selalu rendah hati, selalu merasa bertobat, dan selalu tidak menuntut jasa. Bumi selamanya jujur, selamanya pula kurang mendapat perhatian, selamanya menerima apa adanya, dan selalu memberi!. Inilah yang dimaksud dengan Metode Kebesaran Hati."

Saya selalu merasa bumi merupakan lambang dari ksanti paramita. Bagi bumi, yang paling utama adalah ksanti. Bumi paling merendah, juga paling membisu, namun justru paling mantap dan kuat.

Bumi membiarkan angin berembus, hujan membasahi, mentari mengeringi, api membakar. Namun, bumi tetap saja tak tergoyahkan.

Bumi membiarkan seluruh makhluk menginjak dirinya, membuang kotoran di atasnya. Namun, bumi menerima tanpa komentar.

Bumi merupakan ibu pertiwi segenap makhluk, menghidupi dan mengayomi segala kehidupan. Namun, bumi tetap membisu.

Bumi selalu memberi perlindungan pada segenap kehidupan dengan segala upaya. Namun, apa yang dibalas oleh manusia padanya? Dan bumi senantiasa rendah hati tanpa pamrih.

Dalam hidupku ini, saya selalu belajar dari semangat bumi: tidak bermasalah, tidak peduli, tidak apa-apa, dan ksanti.

Pernah seseorang berkata padaku, "Buddha Hidup Lian Sheng Lu Sheng-yen, penderitaan yang Anda alami selama hidupmu ini, bahkan seratus Lu Shen-yen pun tidak cukup beban untuk mati!"

Saya balik bertanya, "Apa maksudmu?"

Ia berkata, "Penghinaan yang Anda alami sangat besar, bersifat global, setinggi gunung, sedalam lautan. Siapa pun akan mati karena kesal. Lagi pula penghinaan yang begitu banyak datang bertubi-tubi. Walaupun ada seratus Lu Sheng-yen, bukankah semuanya akan habis bunuh diri."

"Saya hadapi dengan sikap tidak bermasalah, tidak peduli, tidak apa-apa, dan ksanti." ujarku.

"Reputasi itu bagaikan nyawa kedua seorang manusia!" "Saya tidak punya reputasi. Peduli amat dengan reputasi!" paparku.

Bumi tidak butuh nama. Bumi tidak butuh reputasi.

Kalau orang-orang menuduh saya sebagai 'iblis kalangan agama', 'penjahat terbesar abad in;', 'setan', 'menyesatkan' ... , bagiku, tetap saja tidak bermasalah.

Yang saya tahu, ada sebuah aliran besar yang berniat sungguh-sungguh membantu semua umat mencapai kesempurnaan, yaitu 'Zhenfo Zong'. Semua orang boleh berlindung padanya, semua orang bisa menekuni sadhananya. Tapi, aliran besar ini justru difitnah, diremehkan, dihalangi, dan dikritik oleh orang banyak.

Saya tahu bahwa Zhenfo Zong itu sangat sempurna, paling menakjubkan di dalam Buddhadharma, mampu membuat manusia terhindar dari bahaya perang dan bencana alam, mampu membuat manusia sehat, panjang umur, memiliki keluarga yang harmonis, dan memperoleh prajna dan berkah. Terutama mampu menuntaskan samsara melalui sadhana hingga mencapai Samyak Sambuddha.

Zhenfo Zong yang saya rintis adalah sebuah aliran besar yang bertujuan untuk menolong nyawa dalam bahaya serta menyelamatkan kehidupan dan akal budi umat man usia.

Berkah dari Zhenfo Zong itu demikian besarnya, tidak bisa dibandingkan dengan kebajikan kecil yang lain. Dilindungi oleh

para Dewa Naga dan direstui oleh para Buddha.

Sungguh sebuah karunia besar bagi dunia.

Dengan kata lain, Zhenfo Zong adalah aliran yang sungguh-sungguh memiliki Dharma dalam penekunannya. Dan sungguh merupakan sebuah anugerah terbesar di masa ini dan masa akan datang.

Demi aliran ini, penderitaanku pribadi hanyalah masalah kecil; kepergianku kelak dalam kesendirian juga masalah kecil; keluargaku tercerai-berai juga masalah kecil; masalah fitnah, hina, maki, cerca ... tetap saja kecil bagiku. Bahkan saya anggap tidak bermasalah sama sekali.

Saya hanya berharap, "Wahai, dunia, jadilah orang yang bermata jeli . Jadilah orang bijak yang tidak mengakui dirinya bijak."

Orang yang tidak bermata jeli takkan mampu mengenali kebijakan yang sejati.

Janganlah jalani hidup ini dengan mengikuti seorang guru sesat tanpa kesadaran.

Jadilah seorang sadhaka yang bermata jeli.


*sumber artikel: Buku ke153 “Biarkan Sinar Mentari Menerangi”, artikel ke-22. Belajar pada Kebesaran Bumi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar