Selasa, 23 Februari 2010

Wanita Yang Tinggal di dalam Tembok


Tuan dan nyonya Jiang Hong pindah rumah ke sebuah bangunan lima lantai yang sangat baru. Tuan Jiang, seorang dokter, membuka klinik medis nya di lantai dasar. Lantai 2, 3, dan 4 digunakan mereka sebagai tempat tinggal. Dan, karena mereka berdua menganut Budhisme, lantai 5 dijadikan ruang khusus altar sembahyang.

Dokter Jiang mempunyai 2 putra dan 1 putri. Putri bungsu nya, Siao-Sien, baru berusia 5 tahun. Begitu pindah ke rumah baru ini, Siao-Sien langsung jatuh sakit. Untungnya ayahnya adalah seorang dokter. Setelah dirawat dengan telaten, Siao-Sien sembuh dengan cepat.

Di lantai dasar bangunan itu, ada sebuah tembok besar. Setiap kali Siao-Sien berjalan melewatinya, ia melirik. Dari mata nya, terlihat ia jeri. Pada mulanya, ayah ibu nya tidak memperhatikan hal ini. Namun, belakangan mereka sadar bahwa setiap kali mereka berjalan bersama putri mereka melewati tembok besar itu untuk menuju ke elevator, Siao-Sien selalu berlari ke sisi yang menjauhi tembok sepertinya ingin bersembunyi atau dilindungi. Mereka mulai merasakan keanehan tingkah laku putri cilik mereka itu.

"Kau kenapa?"
Siao-Sien tidak menjawab.

Sewaktu mereka bertanya terus, akhirnya Siao-Sien menunjuk ke tembok dan berkata, "Ada orang di dalam tembok." Mendengar jawaban Siao-Sien, tuan dan nyonya Jiang sampai merasa gatal di kepala. Mereka membawa Siao-Sien ke dalam apartemen, mulai meng-interogasi putri mereka dengan terperinci tentang apa maksudnya mengatakan ada orang di dalam tembok itu.

Siao-Sien mulai bercerita sebagai berikut: Di hari pertama mereka pindah ke apartemen itu, Siao-Sien sudah melihat adanya seorang wanita di dalam tembok di lantai dasar. Begitu melihat wanita di tembok, Siao-Sien melempar sebuah pensil ke arah nya. Si wanita di dalam tembok memandang Siao-Sien dengan dingin dan meniupkan hawa ke Siao-Sien. Siao-Sien langsung kedinginan dan merasa lelah, rasanya tak bertenaga sama sekali.

Semenjak saat itu, setiap kali Siao-Sien berjalan melewati tembok besar untuk menuju elevator, pandangan dingin dari si wanita di tembok menakutkan nya. Siao-Sien tidak berani lagi melempar pensil ke arah wanita itu, takut disembur dengan hawa dingin yang membuatnya sampai jatuh sakit.

Tuan dan nyonya Jiang bertanya, "Apakah kau selalu dapat melihatnya?"
"Tidak selalu. Adakalanya saya tidak melihatnya."

"Apakah ada orang lain disitu selain wanita itu?"
"Cuma ada dia saja."


"Bagaimana rupa wan ita itu?"
"Seperti seorang penyanyi, tapi tidak mau senyum."

"Apa yang ia lakukan?"
"Suatu kali, ia melambai kepada saya dan ingin saya masuk ke tembok untuk bermain-main. Ia menunjukkan [kepada] saya beberapa mainan."
Mendengar ini, dokter Jiang dan istrinya merasa jantung mereka serasa dingin.


Baik dokter Jiang maupun istri nya berpendidikan tinggi. Mereka tidak membantah adanya hal hal supernatural dan mistik, tapi mereka berpendapat bahwa kepercayaan tentang hantu dan roh muncul akibat pembawaan manusia yang merasa tidak aman, curiga, dan suka ber-imaginasi sehingga mengaitkan apapun kejadian yang aneh dengan dunia roh.

Sekarang, setelah mendengar pengalaman putri mereka, barulah mereka mempertanyakan kembali keragu-raguan mereka tentang adanya dunia roh. Siao-Sien tidak gila, juga tidak ada perlunya berdusta. Apa yang Siao-Sien telah uraikan betul-betul nyata baginya. Ada orang yang tinggal di dalam tembok, seorang wanita.

Mereka memutuskan untuk mengundang guru Budhis mereka menjalankan ritual "pembersihan rumah". Upacara tidak dilakukan secara besar-besaran, hanya sekedar mengundang si guru yang didampingi oleh 2 bhiksu pengikut nya untuk mencipratkan air suci dan membacakan ayat-ayat kitab suci sehingga ada ketentraman di rumah mereka. Selesai upacara, tuan dan nyonya Jiang bertanya kepada Siao-Sien,

"Apa wan ita itu masih di tembok?"

"Ya. "

"Apa reaksi nya terhadap upacara ini?"
"Ia cuek saja, tidak membuatnya pergi."

"Selama upacara, apa yang wanita itu lakukan?"
"Ia mengedip-ngedipkan mata ke bhiksu-bhiksu itu."
"Oh .... "


Tuan dan nyonya Jiang sadar bahwa ritual itu tidak manjur. Tampaknya guru mereka dan ke 2 bhiksu anak-buah nya tidak dapat melihat wanita di tembok itu. Si wanita masih ada di tembok, sama sekali tak terpengaruh oleh ritual tadi. Jadi, mereka harus bagaimana sekarang?

Pada suatu hari, selagi dokter Jiang sedang memeriksa pasien di lantai dasar, nyonya Jiang sedang menggoreng ikan di loteng. Mendadak dokter Jiang menelpon dari klinik di lantai dasar, meminta istri nya untuk segera turun ke bawah. Ada sedikit kerepotan. Si pasien jatuh pingsan. Nyonya Jiang adalah seorang suster. Kebetulan suster yang biasa bekerja di klinik dokter Jiang sedang tidak masuk kerja. Jadi, keahlian nyonya Jiang sebagai suster dibutuhkan untuk membantu merawat pasien. Pada saat itu, Siao-Sien baru saja pulang dari sekolah Taman-Kanak-Kanak. Ia sedang berdiri di depan elevator untuk naik ke lantai atas ketika ia mendengar suara dari dalam tembok, "Ikan, ikan, ikan." Siao-Sien masih tidak mengerti. Si wanita di tembok berkata lagi, "Beritahu ibu mu tentang ikan nya." Siao-Sien langsungberjalan ke ruang klinik dan memberitahu ibunya, "Ikan, ikan, ikan." Saat itu, si pasien sudah sadar kembali dan sedang bercakap-cakap dengan nyonya Jiang. Mendengar Siao-Sien berkata, "Ikan, ikan, ikan", nyonya Jiang langsung teringat ikan yang sedang digorengnya dan bergegas naik ke loteng. Ikan nya sudah hangus, dapur telah penuh dengan asap hitam, dan panci goreng sudah sampai berlubang. Untung belum sampai menimbulkan kebakaran. Setelah kejadian ini, tuan dan nyonya Jiang jadi serba salah, tidak lagi merasa benci atau ngeri tentang adanya si wanita di tembok, tapi masih belum bisa merasa nyaman dan tak apa-apa tentang adanya si wanita di tembok. Mereka tidak tahu harus bagaimana.

Karena Siao-Sien bisa bercakap-cakap dengan wanita di tembok itu, lambat laun Siao-Sien tidak lagi merasa takut kepada nya. Ia sering duduk diam di depan tembok itu, adakalanya sampai beberapa kali dalam sehari. Ia mulai berhenti main dengan teman-teman seusia nya. Ia jadi suka duduk sendiri di kamar tidur nya dengan pintu tertutup. Adakalanya, tuan dan nyonya Jiang terbangun di tengah malam dan mendapatkan Siao-Sien tidak di kamar tidur melainkan sedang tertidur bersenderkan tembok besar di lantai dasar.

"Kenapa kau malam ini?"
"Bibi memanggil saya."


"Mengapa tidur bersender di tembok?"
"Saya masuk ke dalam tembok untuk main-main.
Bibi sangat ramah dan baik kepada saya."

Tuan dan nyonya Jiang terperanjat, "Bagaimana kau masuk ke dalam tembok?"
"Begitu saya tertidur, saya masuk ke tembok sampai papa menggoyangkan badan saya, membangunkan saya."

Wah, tuan dan nyonya Jiang sadar bahwa kondisi Siao-Sien sudah tidak normal lagi. Kebanyakan orang tidak begini. Kondisi Siao-Sien tidak berubah, malah semakin menjadi-jadi, sudah seperti orang kesurupan. Siao-Sien semakin bertingkah laku aneh sepertinya roh nya tidak selalu ada di tubuh fisik nya. Tuan dan nyonya Jiang kuatir Siao-Sien akan semakin gawat. Bagaimana kalau Siao-Sien suatu hari masuk ke dalam tembok dan tidak keluar keluar lagi. Harus bagaimana? Siapa bisa menolong nya?

Pemah terpikir mereka untuk merobohkan tembok itu, tapi tembok itu terbuat dari beton dan merupakan pondasi dari seluruh struktur bangunan.

Pemah terpikir mereka pula untuk pindah rumah tapi mereka telah bersusah-payah merencanakan dan membangun bangunan lima lantai yang dapat berfungsi sebagai klinik dan rumah tinggal sekaligus.

Mereka gelisah karena Siao-Sien menjadi semakin kurus dan pucat. Lidah nya terlihat keputih-putihan. Mata nya merah. Ada lingkaran hitam dibawah kedua mata nya. Ia sepertinya telah dikontrol oleh si wanita di tembok. Wanita di tembok ini telah membuat hidup mereka tidak tentram, bagaikan badai besar yang memporak-porandakan ketenangan danau.

Mereka sudah mencoba pergi ke beberapa rumah ibadah Budhis, memasang dupa dan berdoa, tapi sepertinya tidak memberikan hasil apa-apa. Akhirnya, mereka memberitahu guru Budhis mereka tentang masalah ini. Guru mereka terkejut mendengarnya dan langsung mengusulkan, "Ada seseorang yang bisa menolong kalian. Cepatlah mencarinya."

"Siapa? "
"Lu Sheng Yen."

Tuan dan nyonya Jiang berkata, "Di salah satu rumah ibadah Budhis, seorang penceramah disana berkomentar bahwa Lu Sheng Yen adalah seorang sesat dan tidak boleh dipercaya. Mengapa suhu menyuruh kami pergi mencarinya? Sepertinya bertolak-belakang. "

Suhu mereka menjawab, "Ini lagi darurat. Mengapa tidak mencoba? Yang penting, bisa membereskan urusan. Kau sendiri seorang dokter. Kau pasti tahu sifat pasien. Bagi pasien, asal ada orang yang bisa menyembuhkan nya, maka ia tidak akan perduli apakah dokter nya punya ijin resmi atau tidak. "

Dokter Jiang bertanya, "Apakah Lu Sheng Yen ini benar-benar bisa menyembuhkan Siao-Sien?"

"Saya sudah mendengar tentang kesaktian hebatnya. Terus terang, setiap kali ada kejadian kejadian yang seperti kalian alami, saya selalu mengusulkan mereka pergi mencari Lu Sheng Yen. Banyak kasus yang sulit dan rumit telah berhasil diatasi nya."

Maka, tuan dan nyonya Jiang menuruti nasihat suhu mereka, mendatangi saya. Mereka antri untuk dapat berkonsultasi dengan saya. Saat itu, ada sekitar 300 orang mendatangi saya setiap hari untuk berkonsultasi. Semua antri berdasarkan siapa datang duluan. Mereka diberi nomor dan menunggu.

SeteJah tiba giliran tuan dan nyonya Jiang, mereka menyerahkan sepotong kertas berisi alamat mereka. Menerima data alamat mereka, saya memejamkan mata sejenak, lalu berkata, "Ada 6 orang tinggal di rumahmu. Betul tidak?"
"Tidak. Cuma 5 orang."
"Menurut saya, ada 6 orang."

"Kami suami istri dan 3 anak, semuanya jadi 5 orang. Kok 6?"
"Suami, istri, 2 putra, 1 putri, itu memang total 5 orang. Tapi, ada 1 makhluk halus di rumahmu. Bukankah jadi 6?"

Tuan dan nyonya Jiang meng-iya-kan di dalam hati, tapi mereka ingin menguji saya, "Tinggal dimana makhluk halus ini?"
"Di dalam tembok."

Tuan dan nyonya Jiang melongo, tidak bisa bicara apa-apa untuk sejenak. Mereka bertanya lagi, "Kami harus bagaimana?"

"Ha .. ha .. ha. Saya juga tidak tahu."
"Master Lu, kami sudah terganggu lama sekali.

Tolonglah." Kata nyonya Jiang.
"Master Lu, tolonglah kami." Tuan Jiang juga memohon.

"Wanita di tembok itu sesungguhnya tidak berniat jahat kepada kalian. Kalian bisa tinggal bersama tanpa masalah. Hanya saja putri kalian dapat melihatnya dan sering bermain dengan nya. Lambat laun, ia mulai terpengaruh oleh energi yin dari wanita itu sehingga mulai bertingkah aneh. Bukankah demikian urusan nya?"

"Betul, betul. Master Lu, kau sungguh seorang manusia dewa."
"Begini saja. Saya akan mencari waktu luang untuk bisa berjumpa dengan nya muka dengan muka. Saya yakin ini mudah diatasi."

"Terima kasih. Terima kasih." Mereka sangat gembira.
Saya pergi berkunjung ke klinik dokter Jiang.

Mereka menyambut saya dengan ramah. Saya berjalan menuju tembok yang dipermasalahkan.

"Ada tempat untuk saya bisa duduk tenang bermeditasi sejenak?"

"Ada. Altar sembahyang kami di lantai 5."

Saya menggunakan sebuah koas untuk menggambar sebuah pintu kecil di tembok sambil berkata, "Para dewa di bumi, dari pasir, tanah, dan lumpur, bisa pergi ke langit. Dari langit ke bumi, mampu mengubah alam. Diubah untuk menolong para insan yang berjodoh. Jiji Rushen Bing Shen Zhang, Lu Ling She." Lalu, saya pergi ke ruang altar di lantai 5 mereka untuk duduk bermeditasi. Dalam sekejab, tubuh saya menciut sampai seukuran titik, bahkan lebih kecil lagi. Pori-pori tembok terlihat semakin besar, bagaikan banyak gua. Dengan tenang saya masuk ke salah satu gua. Awalnya, saya tidak melihat apa-apa. Kemudian, setelah saya sampai ke ujung, muncul setitik sinar seperti sinar bintang.

Saya berjalan lebih ke dalam lagi. Kira kira 5 menit kemudian, saya melihat sebuah rumah yang ada penerangan nya. Seorang wanita keluar dari rumah itu. Usia nya sekitar 40 an. Ke dua mata nya besar. Agak gemuk, tapi masih cantik. Sewaktu melihat saya, ia agak kaget.

"Bagaimana orang hidup bisa datang kesini?"
"Saya Lien Sen."

"Oh, ya, ya, Lien Sen. Saya pernah dengar nama itu."
Ia mengajak saya masuk ke rumah nya.

Di dalam, ada meja, beberapa kursi, dan sofa.
Ia membuatkan teh bagi saya.

"Saya senang kau datang. Saya jarang punya tamu. Kau sungguh bukan orang biasa bisa datang kesini. "
"Saya menggunakan ilmu Taoisme untuk datang kesini. "

"Dulu saya mati. Begitu sadar kembali, saya sudah ada disini. Ini merupakan sebuah alam halus. Saya hidup sederhana disini. Saya tidak bisa keluar. Orang lain tidak bisa datang kesini. Saya hidup sendirian di dalam tembok ini."

"Mengapa Siao-Sien bisa datang kesini?"
"Frekwensi energi nya mencocoki. Sewaktu saya menariknya, ia bisa datang. Saya suka kepada nya. Ia satu-satu nya teman saya di alam halus ini."

Saya memberitahu nya tentang kesehatan Siao Sien.
"Gara-gara saya kesepian, ia jadi sakit."
Ia merasa menyesal.


"Bahwa kau kesepian, itu wajar. Tuan dan nyonya Jiang pasti memaafkanmu. Asalkan Siao-Sien mengurangi kunjungan nya kesini, ia akan sehat kembali. Ngomong-ngomong, apa sebabnya kau bisa sampai tinggal di tembok ini?"

Mendengar pertanyaan saya itu, wajah nya langsung jadi sedih. Air mata nya menetes. Tapi, dalam sejenak, ia sudah kembali riang. Ia mulai bercerita sebagai berikut:

Namanya Chen Cing. Setelah lulus universitas, ia bekerja sebagai akuntan di sebuah perusahaan konstruksi. Karena cantik dan bekerja baik, ia sangat disukai oleh bos nya. Lambat laun, ia jatuh cinta kepada bos nya dan menjadi wanita simpanan bos nya yang sudah beristri. Awalnya, si bos sangat memanjakan nya, memberi nya banyak uang, membelikan nya rumah, mobil, barang-barang mewah, bahkan mempekerjakan seorang pembantu rumah tangga khusus untuk nya. Chen Cing sangat bahagia.

Tetapi, kebahagiaan nya tidak berlangsung lama. Si bos mulai lebih jarang berkunjung kepada nya. Kalaupun datang, hanya mampir sebentar sudah mau pergi lagi. Kata si bos, ia sibuk dengan proyek konstruksi. Si bos mulai jarang memberi nya uang. Kalau pun memberi, itu harus diminta dulu oleh Chen Cing. Setelah Chen Cing selidiki, ternyata si bos punya pacar baru yang masih muda dan sangat cantik. Si pacar baru sering menemani si bos main golf, pandai bernyanyi dan berdansa. Si bos tergila-gila pada pacar baru nya yang memang sedemikian cantik sehingga pernah terpilih sebagai gadis tercantik di kampus sekolah nya. Chen Cing cemburu besar, mendatangi si bos sambil menangis dan berteriak. Karena si bos cuek saja, ia mengambil pisau untuk membunuh diri. Si bos berusaha menghalangi nya bunuh diri, berusaha merampas pisau yang dipegang Chen Cing. Karena Chen Cing sangat marah, ia mulai justru menyerang si bos. Namun, karena si bos lebih kuat secara fisik, ia berhasil merampas pisau Chen Cing dan secara tidak disengaja malah menusuk Chen Cing di bagian tubuh yang vital sehingga Chen Cing tewas seketika. Si bos tentu saja sangat kaget dengan apa yang terjadi. Setelah tenang, ia mendapat akal, mulai membelah-belah mayat Chen Cing sampai menjadi beberapa potong, memasukkan nya ke dalam kantong plastik, membersihkan darah yang berceceran, mengangkut mayat Chen Cing ke pabrik nya, dan larut di malam hari selagi tidak ada saksi ia melempar mayat Chen Cing yang terpotong-potong itu ke dalam mesin raksasa pengaduk semen dan pasir.
Begitu tuntas proyek konstruksi bangunan 5 lantai milik dokter Jiang, mayat Chen Cing ada di dalam tembok besar rumah dokter Jiang. Si bos melapor kepada polisi bahwa Chen Cing kabur dari rumah. Karena tak bisa ditemukan, Chen Cing dianggap hilang. Itulah kisah Chen Cing. Mendengarnya, saya sangat tergugah, "Sungguh kejam dia."


"Memang. "
"Apakah kau mau balas dendam?"

Di luar dugaan saya, Chen Cing menjawab, "Saya telah lama merenungkan hal ini. Saya telah menyadari kesalahan saya. Emosi dan kerisauan saya muncul karena kebodohan saya sendiri dan bingung nya saya tentang tujuan hidup saya yang sebenarnya. Sesungguhnya, sedari awal kami menjalin hubungan asmara, sifat dan tingkah laku kami sudah terlihat tidak sesuai sehingga sudah tentu akan berakhir mengecewakan. Rasa cemburu saya, ditambah tindakan saya sendiri mengambil pisau, merupakan kesalahan saya sendiri. Saya irasional dan kasar. Bila dulu saya lebih pintar, saya pisah saja darinya. Nasib saya akan lebih baik bila demikian. Terbunuh dan terpotong-potongnya saya hanyalah akibat dari kesalahan kami sendiri."

"Jadi, kau tidak mau balas dendam?"
"Tidak." Jawab Chen Cing dengan tenang.


Saya terkesima, belum pernah bertemu seorang hantu penasaran yang demikian terbuka pikiran nya dan bisa memaafkan.

"Kau tidak membenci nya?"
"Tidak. Karena tembok ini, karena benda mati ini, wawasan saya justru jadi terbuka."

"Apakah kau tidak mau keluar dari tembok ini untuk pindah ke alam yang lebih indah seperti alam surga, menyatu dengan keabadian yang penuh kedamaian? "

"Kau tahu tidak? Hidup saya di dalam tembok ini pada dasarnya tidak indah, tidak buruk, tidak baik, dan tidak jahat. Tidak ada perbedaan antara yang pintar dan yang bodoh, antara yang tinggi dan yang rendah. Semuanya terserah saya. Saya tidak mengidamkan gaya hidup yang mewah atau pujian orang lain. Saya sangat tentram disini. Tempat ini adalah surga bagi saya. "

"Surga bagimu?"
"Ya, surga. Tempat ini adalah surga yang tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang dunia."

Saya terdiam. Di benak saya tadinya, sebuah surga adalah tempat dimana orang orang suci berkumpul, dimana ada kota-kota dewata yang indah, dimana ada berbagai tumbuhan langka dan unik, dimana para warga nya tidak bisa tua.

"Jadi, kau tidak mau keluar dari tembok ini?"
"Tidak mau."

"Sungguh?"
"Sungguh. "

Chen Cing balik bertanya kepada saya, "Mengapa kau datang kesini?"
"Untuk menolongmu. Dengan kekuatan Dharma saya, saya bisa membantumu keluar dari tembok ini, mengantar mu ke sebuah tanah suci."

"Saya tidak mau." .,
"Tetapi ... "

"Ada kesulitan apa?"
"Saya tentu tidak akan memaksa mu keluar.

Tetapi, dokter Jiang dan istri nya berharap supaya kau keluar dari tembok ini. Karena kau menganggap tembok ini sebagai surga mu, saya sungguh bingung tentang apa yang harus saya lakukan."

Chen Cing tertawa, "Wah, saya tidak tahu bagaimana menolongmu dalam hal ini."
"Kesaktian saya tak berguna."

"Kesaktian paling berguna saat tidak perlu digunakan. "
"Kata-kata mu masuk akal bagi saya." Saya mengangguk, meski masih bingung harus berbuat apa.

Saya mohon pamit dengan sangat sopan. Chen Cing berharap saya bisa berkunjung lagi. Ia mengantar saya keluar. Kami berbelok-belok diantara butiran-butiran semen di dalam tembok. Lalu, saya keluar dari meditasi.

Saya telah gagal. Tadinya saya kira saya banyak tahu tentang Budhisme dan Taoisme. Saya kira tingkat kebatinan saya telah tinggi. Tetapi, kejadian bertemu dengan Chen Cing telah mengubah semuanya. Saya merasa sungguh kecil dan tak berdaya.

Saya hanya bisa berdoa kepada Yao Che Cing Mu (Bunda Emas Kolam Yao). Setiap kali saya mengalami kesulitan, saya berusaha berkomunikasi dengan makhluk-makhluk suci tingkat tinggi untuk memohon bimbingan. Alasan nya sederhana saja. Mereka memiliki tingkat kebijaksanaan yang jauh lebih tinggi.

Saya berdoa kepada beliau, "Mohon petunjuk."
Ia menjawab, "Tak ada petunjuk."

Saya hampir pingsan mendengarnya, "Tolonglah."
Bunda Emas berkata, "Bicara lagi dengan nya."
"Bagaimana caranya meyakinkan nya?"

"Kau sudah sepakat dengan Chen Cing. Tapi, Chen Cing belum sepakat dengan dokter Jiang. Itu inti urusan nya. Kunjungi dia lagi untuk berdiskusi sehingga bisa mengatasi urusan ini."

“Ia cuma mau tinggal di tembok, tidak mau keluar. Bagaimana mengatasi hal ini?"
“Apakah tembok dokter Jiang merupakan satu-satunya tembok?"

Merenungkan jawaban Bunda Emas, saya merasa ini masuk diakal.

Menggunakan ilmu Taoisme "Panca Cara Keluar", saya kembali masuk ke dalam tembok Chen Cing.

Saya berbicara kepada Chen Cing, "Kondisi mu ini memberimu kesempatan yang paling ideal untuk olah batin sehingga dapat terbebaskan dari kemelekatan pada wujud, suara, bebauan, rasa, sentuhan, dan kesadaran fisik. Di dalam tembok, semua itu tidak ada. Ini adalah kesempatan yang sangat berharga bagimu untuk bisa mencapai alam -tanpa pikiran-."

"Benar." Jawab Chen Cing.

"Guru sesepuh, Milarepa, mengajarkan bahwa kematian sesungguhnya bukan kematian. Kematian adalah sebuah pengalaman pencerahan yang muncul dalam sekejab. Bagi para sadhaka dan yogi, kematian adalah sekilas pencerahan."

"Saya setuju. Saya juga pernah menjadi seorang yang melatih batin dalam inkarnasi-inkarnasi lalu saya."
"Saya setuju bahwa kau tinggal di dalam tembok. Orang orang jaman sekarang tidak punya waktu luang untuk duduk bermeditasi. Mereka terlalu sibuk kesana kesini.”

"Benar. "
"Namun, berdiam nya kau di rumah dokter Jiang telah menimbulkan kesulitan bagi mereka. Bagaimana kalau kau tinggal di tembok rumah saya, Lien Sen Lu Sheng Yen?"

"Ini .... "

"Saya akan mengajarkanmu jalan bodhisattva sehingga kau menjadi senantiasa sadar akan sifat sejatimu, apakah kau sedang berjalan, berdiri, duduk, atau apapun."

"Baiklah. "

Menggunakan ilmu "memindahkan 5 unsur", saya memindahkan rumah Chen Cing dari tembok dokter Jiang ke tembok rumah saya. Metode ini mirip dengan metode "Kaki dewata" dimana dengan berfokus pada alam tujuan, sekali menggerakkan kaki, sudah terbang dan tiba dengan cepat. Chen Cing telah dipindahkan ke tembok rumah saya.

Saya sengaja menambahkan satu barang untuknya yaitu piano. Selagi Chen Cing masih hidup sebagai manusia, ia adalah seorang pianis yang mahir. Adakalanya, saya cukup menempelkan telinga saya ke tembok, maka saya akan mendengar suara musik piano yang indah.

*sumber artikel: buku "Konsultan Dunia Roh", buku ke2, kisah ke-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar